IATMI 10-007

download IATMI 10-007

of 6

Transcript of IATMI 10-007

  • IATMI 10-007 1

    OPTIMALISASI PERHITUNGAN GAS RATIO SEBAGAI IDENTIFIKASI AWAL PENENTUAN ZONA PROSPEK

    MINYAK PADA OPERASI PEMBORAN STUDI KASUS SUMUR B-154, LAPANGAN BUNYU

    Oleh : Pambudi Suseno

    PT PERTAMINA EP, Indonesia

    ABSTRAK

    Salah satu metode yang digunakan untuk mendapatkan secara langsung data bawah permukaan pada operasi pemboran, yaitu dengan analisis cutting dan analisis gas chromatograph.

    Analisis cutting merupakan deskripsi dan interpretasi serpihan hasil gerusan batuan formasi yang dibawa oleh lumpur, pada saat operasi pemboran berlangsung. Serpihan-serpihan tersebut di deskripsi dengan menggunakan mikroskop untuk mengetahui komposisi litologinya, yang meliputi jenis batuan, tekstur batuan, kandungan mineral, struktur batuan, kandungan fosil, dan untuk menentukan ada tidaknya akumulasi minyak. Akumulasi minyak pada cutting, dapat dideterminasi dengan beberapa analisis, antara lain : analisis odor, analisis oil stain, analisis fluoresence, dan analisis solvent. Analisis-analisis tersebut sulit untuk digunakan pada sumur-sumur pemboran di Lapangan Bunyu, karena sampel cutting reservoar batupasir yang diperoleh pada saat pemboran hanya berupa fragmen-fragmen kuarsa lepas tanpa matrik, berbentuk subrounded-rounded, dan berukuran fine-medium grain. Sehingga minyak, yang notabene berada pada pori-pori batuan sulit untuk diindentifikasi. Untuk indentifikasi zona prospek minyak dilakukan dengan menggunakan perhitungan gas ratio dari data gas chromatograph.

    Tulisan ini mempresentasikan tentang aplikasi perhitungan gas ratio dari data gas chromatograph dengan beberapa metode, sebagai indentifikasi awal penentuan zona prospek minyak di sumur obyek studi. Dimana hasil perhitungannya sesuai dengan hasil interpretasi data open hole logging dan data LFA/CFA. Selain itu, hasil perforasi pada sumur obyek studi adalah minyak, sesuai dengan hasil perhitungan gas ratio yang telah dibuat.

    PENDAHULUAN

    Lapangan Bunyu merupakan lapangan tua (mature field), yang terbentuk oleh struktur antiklinorium yang dipotong oleh sejumlah sesar normal transversal, sehingga terbagi menjadi blok-blok struktur yang saling terpisah di dalam sub cekungan Tarakan. Secara stratigrafi, lapangan bunyu terbagi menjadi 4 formasi, yaitu Formasi Formasi Tabul, Formasi Santul, Formasi Tarakan dan Formasi Bunyu.

    Di sumur B-154, hanya empat formasi yang dapat ditembus selama pemboran. Formasi paling bawah adalah Formasi Tabul yang terdiri dari selang seling batupasir, batulempung dan sisipan tipis batugamping. Diatasnya diendapkan Formasi Santul terdiri dari selang seling batupasir, batulanau, batulempung dan dicirikan dengan adanya sisipan tipis

    batubara : Diatas Formasi Santul berturutturut diendapkan Formasi Tarakan dan Formasi Bunyu yang terdiri dari selang-seling batupasir, batulempung dan batubara. Khusus di Formasi Bunyu lapisan batupasir lebih tebal (mencapai + 30 sampai dengan 40 m) berbutir pasir kasar bahkan kadang-kadang konglomeratan dan selang seling dengan lignit dan serpih.

    Evaluasi yang dilakukan pada beberapa sumur bor eksplorasi dan sumursumur produksi yang menghasilkan hidrokarbon di lapangan Bunyu ini menunjukkan bahwa umumnya hidrokarbon ditemukan dalam pasir ambang muara (distributary mouth bar) dan pasir alur pasang surut (tidal Channel). Dari hasil korelasi detail yang telah dilakukan memperlihatkan penyebaran pasir reservoar distribusinya tidak merupakan blanked sand, (merata), tetapi

  • IATMI 10-007 2

    umumnya melensa dan membaji di dalam lapisan serpih.

    Pada saat pemboran, gerusan pahat dan semburan lumpur pemboran bertekanan menyebabkan formasi batupasir terpisah antara fragmen dan matriksnya. Sehingga diperoleh sampel cutting batupasir dengan struktur lepas-lepas (loose sand), berupa fragmen-fragmen kuarsa lepas tanpa matrik, berbentuk subrounded-rounded, dan berukuran fine-medium grain. Dengan kondisi tersebut, identifikasi minyak pada sampel cutting, seperti analisis odor, analisis oil stain, analisis fluorosence, dan analisis solvent sangat sulit dilakukan. Terlebih lagi, pada saat terjadi loss circulation, dimana LCM dominan hadir di dalam sampel cutting batuan.

    Berdasarkan pengalaman di lapangan, identifikasi zona prospek minyak dilakukan dengan menggunakan perhitungan gas ratio dari data gas chromatograph. Pada tulisan ini, perhitungan gas ratio didasarkan pada kasus pemboran di sumur B-154 trayek 8.5, Lapangan Bunyu, dengan menggunakan metode pixler diagram, Hydrocarbon Wetness Ratio (Wh), Balance Ratio (Bh), dan Character Ratio ( Ch ). Hasil perhitungan gas rasio tersebut diintegrasikan dengan data open hole log dan data LFA/CFA sebagai dasar perforasi untuk memproduksikan minyak pada sumur obyek studi.

    DASAR TEORI

    Kehadiran gas pada saat operasi pemboran berasal dari cutting dan formasi batuan yang ditembus. Gas tersebut masuk ke dalam sistem lumpur pemboran dan di sirkulasi ke permukaan. Lumpur dan gas dipisahkan oleh gas trap yang di pasang di posumbelly. Gas akan dialirkan ke dalam gas chromatograph analyzer, untuk dianalisis kandungan gas total dan kandungan gas chromatograph. Ada beberapa istilah total gas yang semuanya mempunyai arti penting dalam segi keteknikan maupun aspek geologi. Antara lain :

    Background Gas Merupakan gas rata-rata yang muncul selama pengeboran menembus claystone atau shale.

    Maximum Gas Merupakan gas terbesar diantara background gas yang muncul selama pengeboran .

    Connection Gas Gas yang muncul melebihi background gas secara significant, setelah satu kali bottom up terhitung sejak mulai pemompaan setelah connection pipe. Besarnya connection gas dihitung dari selisih dengan background gas ( above background gas ABG ).

    Trip Gas Gas yang muncul setelah satu kali bottom up terhitung sejak pemompaan saat bit mencapai dasar setelah trip in.

    Swab Gas Gas yang muncul setelah satu kali bottom up terhitung sejak pemompaan saat bit diangkat dari bottom

    Gas Hydrocarbon yang dapat terdeteksi oleh gas chromatograph analyzer (shimatsu) adalah Metana (CH4), Etana (C2H6), Propana (C3H8), Butana (C4H10) tediri dari Iso Butana (iC4H10)dan Normal Butana (nC4H10), Pentana (C5H12) terduru dari Iso Pentana (iC5H12) dan Norman Pentana (nC5H12). Analisa gas hidrokarbon dari Chromatograph yang terbaca, merupakan indikasi pertama dari karakteristik fluida dalam reservoir. Analisa rasio dari data-data gas tersebut memberikan informasi adanya zona-zona yang menarik (zone of interest) untuk dilakukan test produksi. Berikut adalah beberapa metode perhitungan gas ratio :

    Hydrocarbon Wetness Ratio ( Wh )

    ( )( ) 10054321

    5432 xCCCCC

    CCCCWh++++

    +++=

    < 0.5 Very dray Gas 10.5 17.5 Gas 17.5 - 40 Oil > 40 Residual Oil

    Balance Ratio (Bh)

    ( )( )5443

    21

    CnCiCCCCBh

    +++

    +=

    > 100 gas kering Jika Wh dalam fase gas Bh > Wh indikasi gas Jika dalam fase minyak Bh < Wh indikasi minyak

  • IATMI 10-007 3

    1

    10

    100

    1000

    0 1 2 3 4

    PIXLER DIAGRAM

    OIL ZONE

    GAS ZONE

    C1/C2 C1/C3 C1/C4 C1/C5

    NON PRODUKTIF ZONE

    NON PRODUKTIF ZONE

    INTERVAL MAX GAS (Wh / GWR) (Bh / LHR) (Ch / OCQ) POTENSIm unit

    1708 - 1716 211 28.78 7.88 0.86 MINYAK

    1977 - 1982 151 32.85 6.12 0.85 MINYAK

    2128 - 2129 143 42.65 14.34 0.08 NON PRODUKTIF

    2200 - 2206 387 34.02 13.12 0.51 MINYAK

    2221 - 2224 349 37.00 11.96 0.58 MINYAK

    2227 - 2233 228 39.78 9.33 0.53 MINYAK

    2236 - 2243 409 10.48 64.53 0.15 GAS

    2260 - 2267 531 10.53 56.51 0.23 GAS

    Wh > 40 , indikasi minyak residual

    Character Ratio ( Ch )

    ( )3

    544

    CCnCiCCh ++=

    Ch < 0.5 , Interpretasi gas dari Wh dan Bh rasio benar

    Ch > 0.5, Interpretasi minyak dari Wh dan Bh rasio benar

    Pixler Diagram

    Metode ini pada dasarnya membandingkan komposisi C1 dengan C2, C3, iC4, dan seterusnya, untuk kemudian dimasukkan ke dalam grafik, sehingga dapat diinterpretasi potensi hidrokarbonnya. Komposisi gas chromatograph yang dibandingkan adalah komposisi maximum gas yang sudah di koreksi terhadap komposisi background gas.

    Gb 1. Grafik pixler diagram

    Hasil analisis gas ratio pada sumur B-154 trayek 8-1/2 dengan metode-metode tersebut di atas menunjukkan adanya zona-zona yang berpotensi hidrokarbon.

    STUDI KASUS DAN ANALISIS DATA

    Sumur B-154 dibor secara directional dengan tujuan untuk pengurasan struktur Bunyu bagian Tengah. Pemboran sumur B-154 tersebut menembus 4 formasi batuan sampai kedalaman akhir 2288 mMD / 2244 mTVD dan dibagi menjadi 4 trayek, yaitu trayek 26, 13-3/8, 9-5/8 dan 8-1/2, dimana trayek 8-1/2 sebagai

    tujuan utama menembus lapisan-lapisan prospek hidrokarbon.

    Data gas chromatograph di sumur B-154 diperoleh dari gas formasi yang dibawa oleh lumpur pemboran. Proses pemisahan gas terhadap lumpur pemboran dipergunakan gas trap, yang dipasang pada possumbelly. Gas tersebut kemudian dialirkan menuju gas chromatograph analizer (shimatsu) untuk dianalisis komposisi chromatographnya. Data-data gas chromatograph yang dianalisis, merupakan data-data maximum gas yang menembus lapisan reservoar batupasir. Data-data tersebut dikalkulasi dengan hydrocarbon wetness ratio, balance ratio, dan character ratio, untuk mengidentifikasi potensi kandungan hidrokarbonnya. Adapun tabulasi hasil perhitungan gas ratio adalah sebagai berikut :

    Tabel 1. Tabulasi perhitungan gas ratio

    Dari tabel di atas, ditunjukkan bahwa pada sumur B-154 trayek 8.5, terdapat 5 interval kedalaman yang merupakan zona minyak (warna hijau), 2 interval kedalaman yang merupakan zona gas (warna merah), dan 1 interval kedalaman yang non produktif (warna hitam). Hasil perhitungan gas ratio dengan metode hydrocarbon wetness ratio, balance ratio, dan character ratio tersebut dibandingkan dengan hasil perhitungan dengan metode pixler diagram, untuk memperoleh hasil perhitungan yang lebih akurat.

    PIXLER DIAGRAM

    Hasil perhitungan data-data gas chromatograph dengan membandingkan komposisi C1 dengan C2, C3, C4, C5 dibuat grafik dengan metode pixler diagram. Berikut adalah hasil plotting gas ratio dengan metode pixler diagram pada interval kedalaman yang prospek hidrokarbon di sumur B-154 trayek 8.5 :

  • IATMI 10-007 4

    1

    10

    100

    1000

    0 1 2 3 4

    PIXLER DIAGRAM

    OIL ZONE

    GAS ZONE

    C1/C2 C1/C3 C1/C4 C1/C5

    NON PRODUKTIF ZONE

    NON PRODUKTIF ZONE

    1

    10

    100

    1000

    0 1 2 3 4

    PIXLER DIAGRAM

    OIL ZONE

    GAS ZONE

    C1/C2 C1/C3 C1/C4 C1/C5

    NON PRODUKTIF ZONE

    NON PRODUKTIF ZONE

    1

    10

    100

    1000

    0 1 2 3 4

    PIXLER DIAGRAM

    C1/C2 C1/C3

    OIL ZONE

    GAS ZONE

    C1/C4 C1/C5

    NON PRODUKTIF ZONE

    NON PRODUKTIF ZONE

    1

    10

    100

    1000

    0 1 2 3 4

    PIXLER DIAGRAM

    OIL ZONE

    GAS ZONE

    C1/C2 C1/C3 C1/C4 C1/C5

    NON PRODUKTIF ZONE

    NON PRODUKTIF ZONE

    1

    10

    100

    1000

    0 1 2 3 4

    PIXLER DIAGRAM

    OIL ZONE

    GAS ZONE

    C1/C2 C1/C3 C1/C4 C1/C5

    NON PRODUKTIF ZONE

    NON PRODUKTIF ZONE

    1

    10

    100

    1000

    0 1 2 3 4

    PIXLER DIAGRAM

    OIL ZONE

    GAS ZONE

    C1/C2 C1/C3 C1/C4 C1/C5

    NON PRODUKTIF ZONE

    NON PRODUKTIF ZONE

    Gb 2. Pixler ratio interval 1708 1716 m menunjukkan zona berpotensi minyak

    Gb 3. Pixler ratio interval 1977 1982 m menunjukkan zona berpotensi minyak

    Gb 4. Pixler ratio interval 2128 2129 m menunjukkan zona non produktif

    Gb 5. Pixler ratio interval 2200 2206 m menunjukkan zona berpotensi minyak

    Gb 6. Pixler ratio interval 2221 2224 m menunjukkan zona berpotensi minyak

    Gb 7. Pixler ratio interval 2227 2233 m menunjukkan zona berpotensi minyak

  • IATMI 10-007 5

    1

    10

    100

    1000

    0 1 2 3 4

    PIXLER DIAGRAM

    OIL ZONE

    GAS ZONE

    C1/C2 C1/C3 C1/C4 C1/C5

    NON PRODUKTIF ZONE

    NON PRODUKTIF ZONE

    1

    10

    100

    1000

    0 1 2 3 4

    PIXLER DIAGRAM

    OIL ZONE

    GAS ZONE

    C1/C2 C1/C3 C1/C4 C1/C5

    NON PRODUKTIF ZONE

    NON PRODUKTIF ZONE

    LFA / CFAINTERVAL POTENSI INTERVAL POTENSI1708 - 1716 MINYAK 1711 - 1715 MINYAK MINYAK

    1977 - 1982 MINYAK 1980 - 1983 MINYAK -

    2128 - 2129 NON PRODUKTIF 2127 - 2128 - -

    2200 - 2206 MINYAK 2200 - 2207 MINYAK MINYAK

    2221 - 2224 MINYAK 2221 - 2224 MINYAK -

    2227 - 2233 MINYAK 2228 - 2230 MINYAK -

    2236 - 2243 GAS 2241 - 2242.5 GAS GAS2260 - 2267 GAS 2260 - 2264 GAS GAS

    ANALISIS GAS RATIO ANALISIS OH LOGGING

    INTERVAL LLD D-N INTERPRETASI LFA / CFAm ohm QUICK LOOK

    1711 - 1715 5 - 6 0.5 - 1 MINYAK MINYAK

    1980 - 1983 5 - 6 1 - 1.5 MINYAK

    2200 - 2207 7 - 20 1 - 2.5 MINYAK MINYAK

    2221 - 2224 20 - 50 5 MINYAK

    2228 - 2230 5 - 6 2 MINYAK

    2241 - 2242.5 6 1 GAS GAS

    2260 - 2264 5 - 7 1 GAS GAS

    Gb 8. Pixler ratio interval 2236 2243 m menunjukkan zona berpotensi gas

    Gb 9. Pixler ratio interval 2260 2267 m menunjukkan zona berpotensi gas

    PEMBAHASAN

    Pada pemboran sumur B-154 trayek 8-1/2, hasil analisis perhitungan gas ratio dengan metode pixler diagram menunjukkan hasil yang serupa dengan metode hydrocarbon wetness ratio, balance ratio, dan character ratio. Dimana telah diidentifikasi terdapat 5 zona berpotensi minyak, 2 zona berpotensi gas, dan 1 zona non produktif.

    Hasil analisis gas ratio tersebut merupakan identifikasi awal zona-zona berpotensi minyak dan gas pada saat operasi pemboran berlangsung, yang digunakan sebagai acuan pada saat akusisi data open hole logging, dan penentuan titik-titik LFA/CFA.

    Pada tulisan ini, penulis mengintegrasikan hasil analisis kualitatif data open hole logging,

    dan LFA/CFA dengan hasil analisis menggunakan metode gas ratio. Berikut adalah tabulasi hasil interpretasi kualitatif data open hole logging :

    Tabel 2. Tabulasi interpretasi open hole logging secara kualitatif dan hasil LFA/CFA

    Analisis data open hole logging secara kualitatif, menunjukkan hasil yang relatif sama dengan hasil perhitungan gas ratio. Yaitu terdapat 5 zona berpotensi minyak dan 2 zona berpotensi gas. Tetapi ada sedikit perbedaan interval kedalaman antara data gas chromatograph pada mudlog dan data open hole logging yang tidak begitu signifikan. Hal tersebut wajar terjadi, karena proses akusisi data mudlog sangat dipengaruhi oleh lag time dan lag depth. Apabila lag time tidak sesuai dengan kondisi lubang bor yang sebenarnya, maka lag depth akan salah. Sehingga data mudlog yang dihasilkan akan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Kontaminasi dengan batuan diatas yang runtuh dan propertis lumpur yang tidak baik juga akan berpengaruh terhadap kualitas data mudlog. Berbeda dengan akusisi data open hole logging, yang merekam formasi batuan secara langsung. Hasil LFA/CFA juga menunjukkan hasil yang sama dengan hasil perhitungan gas ratio. Ditunjukkan pada tabel di bawah ini :

    Tabel 3. Tabulasi perbandingan analisis open hole logging, LFA/CFA dengan analisis gas ratio

  • IATMI 10-007 6

    Integrasi hasil perhitungan gas ratio dan interpretasi data open hole logging, LFA/CFA, dipergunakan sebagai dasar untuk perforasi lapisan yang akan diproduksikan. Interval kedalaman lapisan batupasir yang dipilih untuk diperforasi dan diproduksikan adalah pada kedalaman 2205 - 2206.5 m, dengan hasil adalah minyak sebesar 325 bopd. Dan pada kedalaman 1711 1713.5 m, dengan hasil adalah minyak sebesar 229 bopd. Hasil tersebut sesuai dengan hasil perhitungan gas ratio. Sehingga hasil perhitungan gas ratio tersebut cukup akurat, dan bisa digunakan sebagai acauan dalam menentukan zona prospek minyak pada zona-zona yang tidak dilakukan pengambilan data LFA/CFA.

    KESIMPULAN

    1. Hasil perhitungan gas ratio dengan metode pixler diagram, Hydrocarbon Wetness Ratio (Wh), Balance Ratio (Bh), dan Character Ratio ( Ch ), diperoleh 5 zona berpotensi minyak dan 2 zona berpotensi gas. Sesuai dengan hasil analisis data open hole logging dan LFA/CFA.

    2. Berdasarkan integrasi antara hasil perhitungan gas ratio dan analisis data open hole log, LFA/CFA ditentukan 2 zona yang telah diperforasi. Yaitu pada kedalaman 2205-2206.5 m, dengan hasil adalah minyak sebesar 325 bopd. Dan pada kedalaman 1711 1713.5 m, dengan hasil adalah minyak sebesar 229 bopd. Hasil tersebut sesuai dengan hasil perhitungan gas ratio.

    3. Analisis dengan menggunakan metode gas ratio sebagai identifikasi awal penentuan zona-zona berpotensi minyak dan gas pada saat operasi pemboran, mempunyai hasil yang akurat.

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Penulis mengucapkan terimakasih kepada PT.Pertamina EP Region KTI, Field Bunyu atas dukungan yang diberikan di dalam penulisan dan untuk mempresentasikan makalah ini. Penulis juga berterimakasih kepada banyak pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang sangat membatu dalam penulisan makalah ini.

    DAFTAR PUSTAKA

    Gittos, A., Hawker, D.P.:"Geosteering Horizontal Wells using High Speed Chromatographic Gas Ratios,"The Aberdeen Formation Evaluation Society, SPWLA Aberdeen Chapter Conference on Technical Solutions for Surviving An Erratic Oil Price, Nov 1999.

    Hawker, D.P.: Direct Gas in Mud Measurement at the Well Site, Petroleum Engineer International, V72 No9, Sept. 1999, 31-33.

    Pixler, B.O.: Formation Evaluation by Analysis of Hydrocarbon Ratios, SPE 2254 presented at the 43rd Annual Fall Meeting, 1968, Sept 29-Oct 2.

    Whittaker, M.: Mud Logging Handbook, Chap 6 The Formation Gas Show, 186-192, Prentice- Hall Inc, 1991.

    Wright, AC et al: Gas Trap, U.S. Patent # 5,199,509, 1993.