Case KET Lingga, Ade, Dina

download Case KET Lingga, Ade, Dina

of 33

Transcript of Case KET Lingga, Ade, Dina

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    1/33

    Case Report Session

    KEHAMILAN EKTOPIK

    Oleh:

    Rahmi Dina Indra 1110312004

    Muhammad Lingga Primananda 1110312008

    Adelina Damar Fitri 1110313083

    Preseptor:

    dr. H. Muslim Nur, SpOG(K)

    dr. Alam Patria, SpOG

    dr. Susanti Apriani, SpOG

    dr. Alhadi Arlym, SpOG, M.Kes

    BAGIAN OBSTETRI & GINEKOLOGI

    RSUP DR. M. ZEIN PAINAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

    PADANG

    2016

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    2/33

    2

    BAB 1

    TINJAUAN PUSTAKA

    1.1 Perdarahan pada Trimester I Kehamilan

    1.1.1 Abortus

    Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin

    dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan adalah kehamilan kurang dari 20

    minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. (Cunningham et al, 2014)

    1) Abortus iminens

    Anamnesis didapatkan perdarahan pada trimester pertama kehamilan, biasa

    berupa bercak-bercak, bisa atau tidak disertai dengan mulas atau nyeri pinggang,

    dan tidak ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir. Dari pemeriksaan fisik

    dilakukan inspekulo ditemukan bercak darah di sekitar dinding vagina, portio

    tertutup,tidak ditemukan jaringan.

    2) Abortus insipiens

    Anamnesis didapatkan perdarahan pada trimester pertama kehamilan, biasa

    berupa darah segar yang mengalir, disertai dengan mulas atau nyeri pinggang, dan

    tidak ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir. Dari pemeriksaan fisikdilakukan inspekulo ditemukan darah segar di sekitar dinding vagina, portio

    terbuka,tidak ditemukan jaringan.

    3) Abortus inkomplit

    Anamnesis didapatkan perdarahan pada trimester pertama kehamilan, biasa

    berupa darah segar yang mengalir, disertai dengan mulas atau nyeri pinggang, dan

    ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir. Dari pemeriksaan fisik dilakukan

    inspekulo ditemukan darah segar di sekitar dindingvagina, portio terbuka, bisaditemukan jaringan di jalan lahir.

    4) Abortus komplit

    Anamnesis didapatkan perdarahan pada trimester pertama kehamilan, darah biasa

    berupa bercak-bercak, disertai dengan mulas atau nyeri pinggang, dan ada riwayat

    keluarnya jaringan dari jalan lahir. Dari pemeriksaan fisik dilakukan inspekulo

    ditemukan bercak darah di sekitar dinding vagina, portio tertutup,tidak ditemukan

    jaringan.

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    3/33

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    4/33

    4

    - Anemia atau hiperemesis

    Sebagian kecil (2%) wanita mengalami anemia atau muntah berlebihan

    (Cunningham et al, 2014)

    Tabel 1.1 Karakteristik Mola Hidatidosa Komplit dan Mola Hidatidosa

    Parsial. (Cunningham et al, 2014)

    1.1.2.2 Pemeriksaan Fisik

    - Inspeksi: muka dan badan kadang kelihatan kekuningan yang disebut

    muka mola (mola face)

    - Palpasi abdomen: Uterus membesar tidak sesuai dengan usia kehamilan,

    teraba lembek, tidak teraba bagian-bagian janin dan gerakan janin.

    - Auskultasi: tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.- Pemeriksaan dalam: Memastikan besarnya uterus, uterus terasa lembek,

    terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis ( Mansjoer et al, 2001 dan

    Martaadisoebrata et al, 2002)

    1.1.2.3 Pemeriksaan Penunjang

    1) Pemeriksaan Serum β-HCG

    Pada kehamilan mola komplit, kadar serum β -HCG biasanya

    meningkat diatas kadar yang seharusnya pada usia kehamilan yang sama.

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    5/33

    5

    2) Sonografi

    Pada mola komplit, terlihat sebagai echogenic uterine mass

    dengan anechoic cystic spaces yang banyak namun tanpa adanya janin

    atau kantong gestasi. Gambaran seperti ini biasa disebut sebagai

    “snowstorm”. Mola parsial mempunyai karakteristik plasenta yang tebal

    dan multikistik dengan adanya janin atau sekurang-kurangnya jaringan-

    jaringan pembentuk janin (Cunningham et al, 2014).

    Gambar 1.1 Gambaran sonogram dari mola hidatidosa. A. Penampang

    sagittal uterus dengan mola hidatidosa komplit. Karakteristik gambaran

    “snowstorm” yang terbentuk dari anechogenic cystic space yang banyak

    pada masa uterus yang echogenic. Janin dan kantong gestasi tidak ada. B.

    Pada gambaran mola hidatidosa parsial, janin terlihat di atas plasenta yang

    multikistik. (Cunningham et al, 2014)

    1.1.3 Kehamilan Ektopik

    Kehamilan ektopik merupakan suatu kelainan pada proses kehamilan yang

    menyebabkan hasil konsepsi berimplantasi dan tumbuh di luar kavum uteri yang

    sering berujung pada kematian fetus. Lebih dari 95% kehamilan ektopik berada di

    tuba Fallopii. (Sepilian, 2015; Hadijanto, 2010)

    Pada tahap awal perkembangannya, embrio dapat tumbuh dan berkembang

    di dalam saluran tuba tetapi jika dibiarkan maka perkembangan embrio tersebut

    dapat menyebabkan ruptur/pecahnya saluran tuba atau tempat implantasi lainnya

    karena berkembang melebihi kapasitas ruang tempat implantasi dan menjadi

    kehamilan ektopik yang terganggu. (Hadijanto, 2010)

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    6/33

    6

    1.1.3.1 Klasifikasi

    Berdasarkan lokasi implantasinnya, kehamilan ektopik dapat dibagi

    menjadi 5, yaitu: (Cunningham, et al., 2014; Hadijanto, 2010)

    Kehamilan tuba, meliputi > 95 % yang terdiri atas: pars ampularis (55 %), pars

    ismika (25 %), pars fimbrae (17 %), dan pars intestitialis (2 %).

    Kehamilan ektopik lain (

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    7/33

    7

    ektopik per 1000 konsepsi. Denominator lainnya adalah jumlah wanita dalam usia

    produktif, yang digambarkan sebagai jumlah kehamilan ektopik per 10.000 wanita

    dalam rentang usia 14-44 tahun, dan jumlah total kelahiran yang digambarkan

    sebagai jumlah kehamilan ektopik per 1000 kelahiran. Di Indonesia kejadian

    kehamilan ektopik sekitar 5 – 6 per seribu kehamilan. (Hadijanto, 2010)

    Pada perkembangan terbaru, di Inggris, kehamilan ektopik masih

    merupakan penyebab terbesar pada kematian ibu hamil trimester pertama. Hampir

    32.000 kehamilan ektopik terjadi yang tercatat setiap tahunnya. Di Amerika

    Serikat, jumlah kejadian setiap tahunnya menurun dari 58.178 pada tahun 1992

    menjadi 35.382 pada tahun 1999. Di Norwegia, diperkirakan angka kejadian ini

    menurun seiring dengan menurunnya angka kejadian Pelvic Inflammatory Disease

    (PID). (Sowter, 2004)

    1.1.3.3 Etiologi dan Faktor Risiko

    Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, namun sebagian besar

    penyebabnya masih tidak diketahui. Pada tiap kehamilan akan dimulai dengan

    pembuahan di dalam ampulla tuba, dan dalam perjalanan ke dalam uterus telur

    mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih berada di tuba, ataunidasinya di tuba dipermudah. (Hadijanto, 2010)

    Normalnya, sel telur dibuahi di tuba fallopii dan berjalan kedalam tuba

    ketempat implantasi. Mekanisme apapun yang mengganggu fungsi normal dari

    tuba fallopii selama proses ini meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik.

    Kehamilan ovarium dapat terjadi apabila spermatozoa memasuki folikel de Graaf

    yang baru pecah dan membuahi sel telur yang masih tinggal dalam folikel, atau

    apabila sel telur yang dibuahi bernidasi di daerah endometriosis di ovarium.Kehamilan intraligamenter biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba atau

    kehamilan ovarial yang mengalami ruptur dan mudigah masuk di antara 2 lapisan

    ligamentum latum. Kehamilan servikal berkaitan dengan faktor multiparitas yang

    beriwayat pernah mengalami abortus atau operasi pada rahim termasuk seksio

    sesarea. Sedangkan kehamilan abdominal biasanya terjadi sekunder dari

    kehamilan tuba, walau ada yang primer terjadi di rongga abdomen. (Della-

    Guistina, 2003)

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    8/33

    8

    Secara ringkas dapat dipisahkan faktor risiko yang dapat mendukung

    terjadinya kehamilan ektopik : (Hadijanto, 2010)

    1. Faktor dalam lumen tuba :

    a) Endosalpingitis dapat menyebabkan perlengketan endosalping,

    sehingga lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu;

    b) Lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk yang dapat terjadi pada

    hipoplasia uteri. Hal ini dapat disertai kelainan fungsi silia

    endosalping;

    c) Lumen tuba sempit yang diakibatkan oleh operasi plastik tuba dan

    sterilisasi yang tidak sempurna.

    2. Faktor pada dinding tuba :a) Endometriosis tuba, dapat memudahkan implantasi telur yang

    dibuahi dalam tuba;

    b) Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat

    menahan telur yang dibuahi ditempat itu.

    3. Faktor diluar dinding tuba :

    a) Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat

    menghambat perjalanan telur; b) Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen

    tuba.

    4. Faktor abnormalitas dari zigot

    Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka

    zigot akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba,

    kemudian terhenti dan tumbuh di saluran tuba.

    5.

    Faktor ovariumBila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang

    kontralateral, dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih

    panjang sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih

    besar.

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    9/33

    9

    6. Faktor hormonal

    Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesterone dapat

    mengakibatkan gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan

    dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.

    7. Faktor lain

    Pemakaian IUD dimana proses peradangan yang dapat timbul pada

    endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya

    kehamilan ektopik.

    1.1.3.4 Patofisiologi

    Pada kehamilan ektopik, karena tuba fallopi tidak memiliki lapisan

    submukosa, ovum yang telah dibuahi langsung tertanam ke epitel. Zigot akan

    berkembang mendekati otot dan trofoblas akan berkembang dengan cepat. Embrio

    atau fetus pada kehamilan ektopik sering tidak ada atau stunted.

    Kejadian yang mungkin terjadi pada kehamilan ektopik adalah ruptur tuba,

    abortus tuba atau pregnancy failure with resolution. Pada ruptur, akibat

    perkembangan hasil konsepsi dan perdarahan terkait dapat merobek tuba fallopi

    dari berbagai sisi. Jika ruptur terjadi pada beberapa awal minggu kehamilan lokasiyang paling memungkinkan adalah di portio isthmus, sedangkan ampula sedikit

    lebih distensible. Biasanya kehamilan ektopik tuba akan pecah spontan tetapi bisa

    juga pecah akibat koitus atau pemeriksaan bimanual.

    Abortus biasanya terjadi pada kehamilan ektopik di fimbrial dan ampulla,

    dimana ruptur biasa terjadi pada kehamilan ektopik di isthmus. Akibat terjadinya

    abortus tuba, hubungan antara plasenta, membran dan dinding tuba terganggu

    karena adanya perdarahan. Jika plasenta terlepas seluruhnya, seluruh hasil

    konsepsi dikeluarkan melalui fimbria ke rongga peritoneal. Pada keadaan ini,

    perdarahan bisa berhenti dan gejala akhirnya menghilang. Beberapa kasus,

    perdarahan menetap selama hasil konsepsi tersisa di tuba. Darah perlahan-lahan

    keluar dari fimbrial tuba masuk ke rongga peritoneum dan biasanya menumpuk di

    rectouterine cul-de-sac.

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    10/33

    10

    Kemungkinan lain yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik dalam tuba,

    yaitu:

    1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi

    Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati

    karena vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total.

    Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya saja

    yang terlambat untuk beberapa hari.

    2. Abortus tuba

    Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh

    darah oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat

    melepaskan mudigah dari koriales pada dinding tersebut bersama-sama

    dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian

    atau seluruhnya, tergantung dari derajat perdarahan yang timbul. Bila

    pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam

    lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah kearah ostium tuba

    abdominale. Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada implantasi

    telur yang dibuahi. Abortus tuba lebih umum terjadi pada kehamilan tuba

    pars ampullaris, sedangkan penembusan dinding tuba oleh villi korialeskea rah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars isthmika.

    Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars amoullaris lebih luas,

    sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi

    dibandingkan dengan bagian isthmus dengan lumen sempit.

    Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus,

    perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sampai

    berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan akan keluar melalui fimbriaedan masuk rongga abdomen dan terkumpul secara khas di kavum Douglas

    dan akan membentuk hematokel retrouterina. Bila fimbriae tertutup, tuba

    fallopii dapat membesar karena darah dan membentuk hematosalping.

    3. Ruptur tuba

    Penyusupan, dan perluasan hasil konsepsi dapat mengakibatkan

    ruptur pada saluran lahir pada beberapa tempat. Sebelum metode

    pengukuran kadar korionik gonadotropin tersedia, banyak kasus kehamilan

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    11/33

    11

    tuba berakhir pada trimester pertama oleh rupture intraperitoneal. Pada

    kejadian ini lebih sering terjadi bila ovum berimplantasi pada isthmus dan

    biasanya muncul pada kehamilan muda, sedangkan bila berimplantasi di

    pars intersisialis, maka muncul pada kehamilan yang lebih lanjut. Ruptur

    dapat terjadi secara spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus atau

    pemeriksaan vagina.

    Gambar 1.3 Ruptur Tuba.

    (https://pusmaika.wordpress.com/2010/06/15/kehamilan-ektopik-

    terganggu-ket/, 2016)

    Gambar 1.4 Ruptur Ampula Tuba pada Kehamilan Ektopik Dini.

    (Cunningham, et al., 2014)

    https://pusmaika.wordpress.com/2010/06/15/kehamilan-ektopik-terganggu-ket/https://pusmaika.wordpress.com/2010/06/15/kehamilan-ektopik-terganggu-ket/https://pusmaika.wordpress.com/2010/06/15/kehamilan-ektopik-terganggu-ket/https://pusmaika.wordpress.com/2010/06/15/kehamilan-ektopik-terganggu-ket/

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    12/33

    12

    Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan

    ostium tuba tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis

    karena invasi dari trofoblas, akan pecah karena tekanan darah dalam tuba.

    Kadang-kadang ruptur terjadi diarah ligamentum latum dan terbentuk

    hematoma intraligamenter. Jika janin hidup terus, terdapat kehamilan

    intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar

    dari tuba, tetapi bila robekan kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi

    dikeluarkan dari tuba. Bila pasien tidak mati dan meninggal karena

    perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan

    tuanya kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorbsi

    kembali, namun bila besar, kelak dapat diubah menjadi litopedion. Bila

    janin yang dikeluarkan tidak mati dengan masih diselubungi oleh kantong

    amnion dan dengan plasenta yang utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam

    rongga abdomen sehingga terjadi kehamilan abdominal sekunder.

    1.1.3.5 Gambaran Klinis

    Pada wanita dengan faktor resiko untuk kehamilan ektopik, dengan

    penggunaan tes hormonal awal dan sonografi vagina, sekarang dimungkinkanuntuk menegakkan diagnosis dari kehamilan ektopik sebelum keluar gejala.

    Namun, bila umur gestasi sudah meningkat dan perdarahan intraperitoneal muncul

    karena keluarnya dari fimbriae atau ruptur, maka dapat timbul gejala. Bila

    memang terjadi kehamilan ektopik namun belum muncul gejala, maka kita sebut

    kehamilan ektopik belum terganggu. (Sepilian, 2015; Cunningham, et al., 2014)

    Gambaran klinik klasik untuk kehamilan ektopik adalah trias kehamilan

    ektopik yaitu, terlambat haid, nyeri abdomen, dan perdarahan pervaginam atau bercak ( spotting ). Gambaran tersebut menjadi sangat penting dalam memikirkan

    diagnosis pada pasien yang datang dengan kehamilan di trimester pertama.

    Namun sayangnya, hanya 50% pasien dengan kehamilan ektopik ini yang

    menampilkan gejala-gejala tersebut secara khas. Gejalanya antara lain, yaitu :

    (Sepilian, 2015; Hadijanto, 2010; Cunningham, et al., 2014)

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    13/33

    13

    1. Terdapat tanda-tanda kehamilan muda

    Seperti mual, muntah, uterus membesar dan lembek, yang mungkin tidak

    sesuai dengan usia kehamilan.

    2. Nyeri abdomen

    Nyeri yang dapat dirasakan pada satu sisi atau kedua sisi perut bagian atas,

    bawah, atau seluruh bagian perut. Nyeri yang diakibatkan ruptur tuba

    berintensitas tinggi dan terjadi secara tiba-tiba. Penderita dapat jatuh

    pingsan dan syok. Nyeri akibat abortus tuba tidak sehebat nyeri akibat

    ruptur tuba, dan tidak terus-menerus. Pada awalnya nyeri terdapat pada

    satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke rongga abdomen dan merangsang

    peritoneum, nyeri menjadi menyeluruh. Kadang-kadang pasien merasakan

    nyeri yang menjalar ke bahu. Hal ini disebabkan iritasi diafragma oleh

    hemoperitoneum.

    3. Terlambat menstruasi atau Amenorhea

    Keterlambatan menstruasi tergantung pada usia gestasi. Penderita mungkin

    tidak menyangka bahwa dirinya hamil, atau menyangka dirinya hamil

    normal, atau mengalami keguguran (abortus tuba). Sebagian penderita

    tidak mengeluhkan keterlambatan haid karena kematian janin terjadisebelum haid berikutnya.

    4. Perdarahan pervaginam

    Perdarahan pervaginam berasal dari pelepasan desidua dari kavum uteri

    dan dari abortus tuba. Umumnya perdarahan tidak banyak dan berwarna

    coklat tua.

    5. Tanda-tanda syok

    Penderita pucat, kesadaran menurun atau lemah, Nadi lemah, tekanandarah menurun akibat kehilangan banyak darah.

    6. Gangguan vasomotor

    Berupa vertigo atau sinkop, payudara terasa penuh, fatigue.

    7. Iritasi diafragma bila perdarahan intraperitoneal cukup banyak

    Berupa kram yang berat dan nyeri pada bahu atau leher, terutama saat

    inspirasi.

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    14/33

    14

    1.1.3.6 Diagnosis

    Dalam mendiagnosis kehamilan ektopik, kita harus menggunakan

    pendekatan multimodalitas dikarenakan banyaknya gejala nyeri perut yang

    menyertai suatu kehamilan. Nyeri yang muncul dari kondisi uterus seperti abortus,

    infeksi uterus, hamil mola, dan lainnya. Penyakit pada adneksa yang menyertai

    kehamilan ektopik, seperti perdarahan, ruptur, atau terpuntirnya ovarium,

    salfingitis, atau abses tuboovarian . Penyakit non-ginekologi yang dapat

    menyebabkan nyeri perut bagian bawah pada awal kehamilan seperti, apendisitis,

    sistitis, batu ginjal, atau gastroenteritis. (Cunningham, et al., 2014)

    Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik yang

    belum terganggu sangat besar, sehingga pasien harus mengalami ruptur atau

    abortus dahulu sehingga menimbulkan gejala. Dalam menegakkan diagnosis,

    dengan anamnesis yang teliti dapat dipikirkan kemungkinan adanya kehamilan

    ektopik, namun untuk menegakkan diagnosis pasti harus dibantu dengan

    pemeriksaan fisik yang cermat dan dibantu dengan alat bantu diagnostik.

    Sekarang ini, peran alat bantu diagnostik sangatlah penting, dan sudah merupakan

    sesuatu yang harus dilakukan,apabila memang tersedia, untuk menentukan

    diagnosis. (Hadijanto, 2010)

    Anamnesis. Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan terlambat haid

    untuk beberapa waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subjektif kehamilan

    muda. Terdapat nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, dan kadang-kadang

    tenesmus. Perdarahan pervaginam dapat terjadi, dan biasanya terjadi setelah

    muncul keluhan nyeri perut bagian bawah, berapa jumlah perdarahannya, warna

    dari darahnya, apakah mengalir seperti air atau hanya seperti tetesan saja, dan

    apakah keluar gumpalan-gumpalan. Ditanyakan juga riwayat kehamilansebelumnya, bila sudah pernah hamil, riwayat menstruasinya. (Sepilian, 2015;

    Hadijanto, 2010; Cunningham, et al., 2014)

    Pemerik saan umum.

    - Pada pemeriksaan umum, penderita dapat tampak pucat dan kesakitan.

    - Pada perdarahan aktif : tanda syok (bradikardia dan hipotensi)

    - Nyeri perut yang mendadak dan nyeri tekan. (Hadijanto, 2010; Cunningham, et

    al., 2014)

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    15/33

    15

    Pemerik saan ginekologi.

    - Perabaan serviks dan gerakkannya menyebabkan nyeri goyang portio.

    - Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-

    kadang teraba tumor disamping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.

    - Kavum Douglas juga teraba menonjol dan nyeri raba yang menunjukkan

    adanya hematokel retrouterina. (Hadijanto, 2010; Attar, 2004)

    Pemerik saan laboratorium.

    - Beta-human chorionic gonadotropin ( β-hCG). Pemeriksaan tunggal tes β-hCG

    kuantitatif ini berguna untuk mendiagnosis kehamilan, namun tidak dapat

    membedakan antara kehamilan ektopik atau kehamilan intrauterin.

    - Pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui kadar hemoglobin dan atauhematokrit yang dapat rendah bila terjadi perdarahan yang sudah lama. Juga

    dinilai kadar leukosit untuk membedakan apakah terjadi infeksi yang bisa

    disebabkan oleh kehamilan ektopik ini atau dugaan adanya infeksi pelvik. Pada

    infeksi pelvik biasanya lebih tinggi hingga dapat lebih dari 20.000 /mm 3.

    (Cunningham, et al., 2014; Hadijanto, 2010; Stenchever, 2001)

    Pemerik saan penun jang lain .

    Beberapa prosedur yang dapat digunakan untuk membantu mendiagnosiskehamilan ektopik adalah berikut ini: (Sepilian, 2015; Cunningham, et al., 2014)

    Kuldosentesis

    Sebelum adanya perkembangan dari sonografi pelvis, terutama

    transvaginal, kuldosentesis merupakan salah satu alat bantu diagnosis

    sederhana yang penting untuk mengenali kehamilan ektopik. Penemuan

    hasil berupa cairan yang mengandung bekuan darah atau cairan berdarah

    yang tidak membeku (hemoperitoneum) pada kuldosentesis dan terutama bila hematokrit lebih dari 15 % adalah bantuan yang amat berguna.

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    16/33

    16

    1.5 Teknik untuk Mengidentifikasi Hemoperitoneum. A. Hasil TVS

    menunjukkan adanya akumulasi cairan pada retrouterin cul-de-sac. B.

    Kuldosentesis pada forniks posterior vagina. (Cunningham, et al., 2014)

    Laparaskopi

    Diagnosis definitif dari kehamilan ektopik dapat hampir selalu

    ditegakkan dengan melihat organ pelvis secara langsung melalui

    laparaskopi. Namun, dengan adanya hemoperitoneum, adhesi, atau

    kegemukan dapat menjadi penyulit dari laparaskopi. Dalam penelitian

    oleh Samuellson dan Sjovall, didapatkan ada 4 dari 166 kehamilan

    ektopik yang tidak dapat dilihat oleh laparaskopis karena hal diatas,

    sehingga ada kemungkinan 2-5 % terjadi false-positif atau false-negatif.

    Progesteron Serum

    Pemeriksaan kadar serum progesterone dapat membantu diagnosis

    kehamilan ektopik. Nilai lebih dari 25 ng/ml dapat menepis adanya

    kehamilan ektopik dengan sensitivitas 92,5 persen. Nilai dibawah 5

    ng/ml juga ditemukan pada 0,3 persen kehamilan normal. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologist (2012), pada kadar

    preogesteron

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    17/33

    17

    kehamilan berada pada intrauterin atau merupakan suatu kehamilan

    ektopik. Pada saat penilaian endometrium dengan TVS, kantong gestasi

    dapat terlihat antara minggu 4½ - 5 kehamilan. Yolk sac dapat terlihat

    antara minggu 5 – 6 kehamilan, dan fetal pole dengan adanya aktivitas

    jantung pertama kali dapat terdeteksi pada minggu 5½ - 6 kehamilan.

    Pada transabdominal ultrasonografi biasanya ditemukan lebih terlambat.

    Sebagai acuan, pada kehamilan ektopik ditemukan ”trilaminar

    endometrial pattern” yang spesifik 94 persen, tapi sensitivitas hanya 38

    persen. Akumulasi cairan anechoic yang terlihat normalnya merupakan

    gambaran kantong gestasi di awal kehamilan intrauerin dapat juga

    terlihat pada kehamilan ektopik. Gambaran ini terdiri dari

    pseudogestational sac (kantong gestasi palsu) dan kista desidual. Kedua

    gambaran ini sangat berbeda dengan tanda intradesidual yang terlihat

    pada kehamilan intrauterin.

    Pada tuba dapat ditemukan adanya massa adneksa yang terpisah

    dari ovarium. Jika tuba Fallopii dan ovarium terlihat dan sebuah yolk sac

    intrauterin, embrio, atau fetus teridentifikasi makan kehamilahn ektopik

    dapat dikonfirmasi. Pada perempuan dengan kehamilan ektopik, denganditemukannya hemoperitoneum dapat menambah nilai diagnostik. Tetapi

    hemoperitoneum dapat lebih mudah ditemukan dengan kuldosentesis.

    Gambar 1.6 Tampak Kantong Gestasi dan Denyut Jantung Janin di dalam

    Tuba. (http://earlypregnancy.net/tag/ectopic-pregnancy-surgery-time, 2016)

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    18/33

    18

    1.1.3.7 Diagnosis Banding

    1. Appendisitis akut

    Daerah yang lunak terletak lebih tinggi dan terlokalisir di fossa iliaka

    kanan. Bisa ditemukan pembengkakkan bila ada abses apendiks, namun tidak

    terletak dalam di pelvis seperti pada pembengkakan tuba. Demam lebih tinggi

    dan pasien terlihat sakit berat. Tes kehamilan menunjukkan hasil negatif.

    2. Salpingitis

    Terjadi pembengkakan dan pembesaran tuba bilateral, demam tinggi dan

    tes kehamilan negatif. Dapat ditemukan getah serviks yang purulen.

    3. Puntiran Tangkai Tumor Ovarium

    Teraba massa yang terpisah dari uterus, sedangkan kehamilan tuba

    umumnya terasa menempel pada uterus. Perut lunak dan mungkin terdapat

    demam akibat perdarahan intraperitoneal. Tanda dan gejala kehamilan mungkin

    tidak ditemukan namun ada riwayat serangan nyeri berulang yang menghilang

    dengan sendirinya

    4. Abortus Inkomplit

    Gejala klinik yang dominan adalah perdarahan, umumnya terjadi sebelum

    ada nyeri perut. Perdarahan berwarna merah, bukan coklat tua seperti padakehamilan ektopik. Nyeri perut umumnya bersifat kolik dan kejang (kram).

    Uterus membesar dan lembek, terdapat dilatasi serviks. Hasil konsepsi dapat

    dikenali dari pemeriksaan vagina.

    5. Corpus Lutheum Hemoragis

    6. Pelvic Inflammatory Disease (PID) atau Radang Panggul

    7. Endometriosis

    1.1.3.8 Penatalaksanaan

    Ada banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik,

    yaitu terapi bedah dan terapi obat. Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya

    bisa dilakukan pada pasien yang tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti

    adanya ruptur atau ketidakstabilan hemodinamik. Namun pada pilihan ini pasien

    harus bersedian diawasi secara lebih ketat dan sering dan harus menunjukkan

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    19/33

    19

    perkembangan yang baik. Pasien juga harus menerima segala resiko apabila

    terjadi ruptur harus dioperasi. (Sepilian, 2015)

    Terapi Bedah

    Sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik akan membutuhkan

    tindakan bedah. Tindakan bedah ini dapat radikal (salpingektomi) atau konservatif

    (biasanya salpingostomi) dan tindakan itu dilakukan dengan jalan laparaskopi atau

    laparatomi. Laparatomi merupakan teknik yang lebih dipilih bila pasien secara

    hemodinamik tidak stabil, operator yang tidak terlatih dengan laparaskopi,

    fasilitas dan persediaan untuk melakukan laparaskopi kurang, atau ada hambatan

    teknik untuk melakukan laparaskopi. Pada banyak kasus, pasien-pasien ini

    membutuhkan salpingektomi karena kerusakan tuba yang banyak, hanya beberapa

    kasus saja salpingostomi dapat dilakukan. Pada pasien kehamilan ektopik yang

    hemodinamiknya stabil dan dikerjakan salpingostomi dapat dilakukan dengan

    teknik laparaskopi. Salpingostomi laparaskopik diindikasikan pada pasien hamil

    ektopik yang belum ruptur, besarnya < 2 cm, dan berlokasi pada sepertiga distal

    tuba Fallopii dilakukan melalui laparaskopi. (Sepilian, 2015; Cunningham, et al.,

    2014)Linier salpingostomi pada laparaskopi atau laparatomi dikerjakan pada

    pasien hamil ektopik yang belum ruptur dengan menginsisi permukaan

    antimesenterik dari tuba dengan kauter kecil, gunting, atau laser. Kemudian

    diinjeksikan pitressin dilute untuk memperbaiki hemostasis. Kehamilan ektopik

    dikeluarkan secara perlahan melalui insisi dan tempat yang berdarah di kauter.

    Pengkauteran yang banyak didalam lumen tuba dapat mengakibatkan terjadinya

    sumbatan, dan untuk itu dihindari. Penyembuhan secara sekunder atau denganmenggunakan benang menghasilkan hasil yang sama. Tindakan ini baik untuk

    pasien dengan tempat implantasi di ampulla tuba. Kehamilan ektopik ini

    mempunyai kemungkinan invasi trofoblastik kedalam muskularis tuba yang lebih

    kecil dibandingkan dengan implantasi pada isthmus. Pasien dengan implantasi

    pada isthmus akan mendapatkan hasil yang lebih baik dari reseksi segmental dan

    anastomosis lanjut. Bagaimanapun juga, jika diagnosis ditegakkan lebih awal,

    maka pada tempat idthmus dapat dilakukan salpingostomi. Pada kehamilan

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    20/33

    20

    ektopik yang berlokasi pada ujung fimbriae, dapat dilakukan gerakan seeperti

    memeras (milking) untuk mengeluarkan jaringan trofoblastik melalui fimbriae.

    (Sepilian, 2015; Cunningham, et al., 2014)

    Salpingektomi dilakukan dengan cara reseksi tuba untuk kehamilan

    ektopik yang ruptur maupun belum ruptur. Untuk mengurangi rekurensi

    kehamilan ektopik pada tuba maka dianjurkan untuk mengeksisi secara komplit.

    Hal terpenting adalah untuk mengangkat semua jaringan trofoblas, pelvis dan

    abdomen harus diirigasi dan disuction agar bebas dari sisa darah dan debris

    jaringan.

    Gambar 1.7 Linier Salpingostomi pada Kehamilan Ektopik.

    (Cunningham, et al., 2014)

    Secara umum, perawatan pada laparaskopi lebih cepat dan lebih sedikit

    waktu yang hilang dalam penanganannya dibandingkan laparatomi. Parsial atau

    total salpingektomi laparaskopik mungkin dilakukan pada pasien dengan riwayat

    penyakit tuba yang masih ada dan diketahui mempunyai faktor resiko untuk

    kehamilan ektopik. Komplikasi bedah yang paling sering adalah kehamilanektopik berulang (5-20%) dan pengangkatan jaringan trofoblastik yang tidak

    komplit. Disarankan pemberian dosis tunggal MTX post operasi sebagai

    profilaksis pada pasien resiko tinggi.

    Terapi Farmakologi

    Penggunaan methotrexate (MTX) pertama kali digunakan pada tahun

    1980-an dan telah diterima secara luas sebagai pengobatan utama untuk

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    21/33

    21

    kehamilan ektopik. MTX merupakan antagonis asam folat (agen kemoterapeutik

    antimetabolit) yang dimetabolisme di hati dan diekskresikan oleh ginjal. MTX

    bekerja dengan menghambat sintesis basa purin dan pirimidin dengan berikatan

    pada enzim dihydofolate reductase (DHFR), sehingga dapat mengintervensi

    sintesis DNA, RNA dan sintess protein. Sel-sel dengan tingkat pembelahan tinggi

    paling sensitif terhadap MTX. Berdasarkan sifatnya, obat ini bekerja pada

    jaringan trofoblastik, mukosa traktus gastrointestinal, kandung kemih, sumsum

    tulang dan kulit. MTX telah lama dikenal efektif dalam pengobatan leukemia,

    limfoma, dan karsinoma kepala, leher, payudara, ovarium, dan kandung kemih.

    Efek samping obat antara lain adalah mual, muntah, stomatitis, diare, distress

    gaster dan pusing, peningkatan sementara enzim hati. Pada dosis lebih tinggi

    dapat menyebabkan supresi sumsum tulang, dermatitis, pleuritis, pneumonitis, dan

    alopesia, namun jarang terjadi pada dosis untuk terapi kehamilan ektopik. Terapi

    dengan MTX juga menimbulkan keluhan seperti nyeri abdominal yang

    bertambah, p eningkatan kadar β -hCG pada hari 1-3 terapi, serta flek atau

    perdarahan vagina. (American Society for Reproductive Medicine, 2013;

    Cunningham, et al., 2014)

    Tabel 1.2 Kontraindikasi Terapi MTX. (American Society for Reproductive

    Medicine, 2013)

    Idealnya, seorang pasien yang akan menjalankan terapi Methotrexate

    (MTX) harus memenuhi kriteria berikut: (1) hemodinamik stabil, (2) tidak ada

    nyeri perut hebat atau persisten, (3) komitmen untuk teratur berobat, (4) hasil tes

    fungsi hati dan ginjal dalam batas normal. MTX dapat digunakan dalam single

    dose dan multidose . Walaupun MTX memiliki potensi menimbulkan efek

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    22/33

    22

    samping toksik yang diagnosis kehamilan ektopik telah ditegakkan dan massa

    ektopik memiliki dimensi terbesar kurang dari 3.5 cm, terapi MTX dapat

    dijadikan pertimbangan. Selain itu, kadar ß-hCG perlu dipertimbangkan pada

    pasien sebelum terapi ini. Suatu studi menunjukkan bahwa kadar ß-hCG lebih dari

    1500 mIU/ml dikaitkan dengan resiko kegagalan terapi yang lebih tinggi. Studi

    yang sama juga menunjukkan bahwa pasien dengan kadar ß-hCG lebih dari 5000

    mIU/ml umumnya tidak responsif terhadap terapi MTX. (American Society for

    Reproductive Medicine, 2013; Cunningham, et al., 2014)

    Tabel 1.3 Protokol Pengobatan Kehamilan Ektopik. (Cunningham, et al.,

    2014)

    Kegagalan terapi ditandai dengan meningkat, menetap atau gagal tidak

    terjadi penurunan kadar β -hCG sebesar 15% pada hari ke 4-7 setelah injeksi. Bilaterjadi, dapat dipikirkan perlunya terapi pembedahan. Pengulangan dosis tunggal

    methotrexate (MTX) juga dapat dijadikan pilihan setelah dilakukan evaluasi ulang

    pasien. (American Society for Reproductive Medicine, 2013; Cunningham, et al.,

    2014)

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    23/33

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    24/33

    24

    BAB 2

    LAPORAN KASUS

    Identitas Pasien

    Nama : Ny. E

    No. MR : 213293

    Umur : 36 Tahun

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Pekerjaan : Petani

    Alamat : Air Sikambing

    Agama : Islam

    Suku : Minang

    Status Menikah : Menikah

    Pendidikan Terakhir : Tamat SD

    Tanggal Masuk RS : 24 Mei 2016

    Jam Masuk RS : 14.15 WIB

    AnamnesisSeorang pasien wanita umur 36 tahun datang ke IGD RSUD Dr. M. Zein

    Painan tanggal 24 Mei 2016 pukul 14.15 WIB, rujukan dari puskesmas Air Haji

    dengan diagnosis G 3P2A0H2 gravid ?? + Susp. KET.

    Keluhan Utama

    Perut terasa nyeri sejak ± 3 hari yang lalu.

    Riwayat Penyakit Sekarang

    Perut terasa nyeri sejak ± 3 hari yang lalu, dan meningkat sejak 6 jam yanglalu. Nyeri dirasakan terutama pada bagian perut bawah tengah, menjalar

    ke atas. Nyeri terasa semakin bertambah dengan pergerakan.

    Keluar darah dari kemaluan sejak 6 jam yang lalu, membasahi sehelai

    celana dalam, keluar bongkahan tidak ada

    Riwayat trauma tidak ada Demam tidak ada

    Riwayat keputihan tidak ada

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    25/33

    25

    Tidak haid sejak ± 1,5 bulan yang lalu HPHT: lupa (April 2016) TP: sulit ditentukan Ini merupakan kehamilan ke-3 dengan riwayat SC pada persalinan

    sebelumnya tahun 2008 a.i. letak lintang

    BAB dan BAK tidak ada keluhan Riwayat hamil muda : mual (-), muntah (-), perdarahan (+) Riwayat menstruasi : menarche umur 13 tahun, siklus haid teratur 1 x 30

    hari, lamanya 4-6 hari, banyaknya 2-3 kali ganti pembalut, nyeri (-).

    Riwayat Kehamilan/Abortus/Persalinan: 3/0/2

    1. 2000 / perempuan / 2800 gr / cukup bulan / spontan / bidan / hidup

    2. 2008 / perempuan / 2800 gr / cukup bulan / SC a.i. letak lintang / SpOG di

    RSUD / hidup

    3. Sekarang

    Riwayat Penyakit Dahulu

    Pasien tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM,

    dan hipertensi

    Riwayat Penyakit Keluarga

    Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, penyakit

    menular, atau penyakit kejiwaan.

    Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan & Kebiasaan

    Riwayat Perkawinan : 1 kali tahun 1999 Riwayat Imunisasi : tidak ada Riwayat Kontrasepsi : pil KB tahun 2015, suntik 3 bulan tahun 2009 Riwayat Pendidikan : tamat SD

    Riwayat Pekerjaan : Petani Riwayat Kebiasaan : minum alkohol (-), narkoba (-), merokok (-)

    Pemeriksaan Fisik (20 Mei 2016)

    Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

    Kesadaran : Composmentis kooperatif

    Vital Sign

    TD : 100/70 mmHg

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    26/33

    26

    HR : 104 x/i

    RR : 28 x/i

    T : 37,3 oC

    Berat Badan (sebelum hamil) : 59 kg

    Berat Badan (setelah hamil) : 59 kg

    Tinggi Badan : 160 cm

    BMI : 23,05

    Status Generalisata

    Kepala : bentuk simetris

    Rambut : tidak mudah rontok

    Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),

    pupil isokor ka=ki, refleks cahaya (+/+)

    Hidung : dalam batas normal

    Telinga : dalam batas normal

    Mulut : dalam batas normal

    Leher : JVP 5-2 cm H 2O

    Kelenjar tiroid tidak teraba membesar

    ThoraksParu

    I : paru simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis

    Pa : fremitus kiri = kanan

    Per: sonor

    Au : vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

    Jantung

    I : iktus kordis tidak terlihatPa : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

    Per : batas jantung

    atas: RIC II, kanan: LSD, kiri: 1 jari medial LMCS RIC V

    Au : irama teratur, bising (-), murmur (-)

    Aksila : tidak ada pembesaran KGB

    Abdomen : Status Obstetri

    Genitalia : Status Obstetri

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    27/33

    27

    Anus : tenang

    Inguinal : tidak ada pembesaran KGB

    Ekstremitas : akral hangat, CRT

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    28/33

    28

    Urine

    Makroskopis

    Warna : putih

    Kekeruhan : (-)

    pH : 6,0

    Mikroskopis

    Leukosit : 1-2

    Eritrosit : (-)

    Silinder : (-)

    Kristal : (-)

    Epitel : 1-5

    Kimia

    Protein : (-)

    Glukosa : (-)

    Bilirubin : (-)

    Urobilin : (+) normal

    Plano test : (+)

    USG

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    29/33

    29

    Kesan :

    tampak GS ekstra uterin tampak cairan bebas di dalam rongga abdomen

    Diagnosa Kerja

    Akut Abdomen e.c. KET pada G 3P2A0H2 gravid 6-7 minggu + bekas SC 1 kali +

    Anemia Ringan

    Penatalaksanaan

    - Kontrol KU, VS, PPV, volume urine (balance cairan)

    - Informed Consent

    - Crossmatch

    - IVFD RL 500 cc guyur 1 kolf lanjut IVFD RL 30 tpm

    - Injeksi antibiotik 1 gr (iv) skin test

    - Pasang kateter urin

    - Laparotomi cito

    Follow up24 Mei 2016

    Pukul 16.00 WIB

    Dilakukan laparotomy, ketika fasia dibuka otot dipisahkan, tampak

    peritoneum kemerahan, ketika peritoneum dibuka tampak darah dan

    bekuan darah mengisi rongga abdomen ± 500 cc.

    Dilakukan eksplorasi uterus tampak perdarahan berasal dari ruptur tuba

    kiri. Dilakukan eksplorasi pada tuba kanan, kesan dalam batas normal.

    D/ Ruptur tuba Fallopii pars ampularis sinistra + Anemia ringan

    R/ Salphingektomi sinistra

    Pukul 17.00 WIB

    Laparotomy selesai

    A/ Post salphingektomi sinistra a.i. ruptur tuba Fallopii pars ampularis sinistra +

    Anemia ringan

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    30/33

    30

    P/ Awasi pasca tindakan

    Kontrol KU, VS, PPV, volume urine

    IVFD RL 28 tpm

    Injeksi Ceftriakson 2 x 1 gr (iv)

    Injeksi Gentamisin 2 x 80 mg (iv)

    Cek laboratorium darah rutin post op

    Transfusi jika Hb < 10 g/dl

    25 Mei 2016 (07.00 WIB)

    S/ - Demam (-)

    - BAB (-) dan BAK (+) via kateter 750 cc/24 jam- PPV (-)

    O/ KU : sedang Nadi : 80 x/i

    Kes : CMC Nafas : 20 x/i

    TD : 110/70 mmHg Suhu : 37 oC

    - Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-

    - Abdomen : luka post op tertutup perban, rembesan darah (-),

    FUT tidak terabanyeri luka operasi (+), nyeri lepas (-), defans muskular (-)

    - Genitalia : I : v/u tenang, perdarahan pervaginam (-)

    Pemeriksaan Laboratorium

    Hb : 8,9 g/dl

    A/ Post salphingektomi sinistra a.i. ruptur tuba Fallopii pars ampularis sinistra

    + Anemia ringan dalam perbaikan

    P/ - Kontrol KU, VS, PPV- IVFD RL 20 tpm

    - Injeksi Ceftriakson 2 x 1 gr (iv)

    - Injeksi Gentamisin 2 x 80 mg (iv)

    - Asam Mefenamat tab 3 x 500 mg (po)

    - Vitamin B Kompleks 1 x 1 tab (po)

    - Sulfas Ferosus tab 1 x 300 mg (po)

    R/ Transfusi darah 1 unit PRC

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    31/33

    31

    BAB 3

    DISKUSI

    Seorang pasien, Ny. E, perempuan, umur 36 tahun datang ke IGD RSUD

    Dr. M. Zein Painan tanggal 24 Mei 2016 pukul 14.15 WIB, dengan keluhan perut

    terasa nyeri sejak ± 3 hari yang lalu yang meningkat sejak 6 jam yang lalu.

    Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

    pasien diagnosis sebagai Akut Abdomen e.c. KET pada G 3P2A0H2 gravid 6-7

    minggu + bekas SC 1 kali + Anemia ringan.

    Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan nyeri di seluruh perut yang

    bertambah dengan pergerakan yang disertai keluar darah dari kemaluan. Tidak

    haid sejak ± 1,5 bulan yang lalu. Berdasarkan literatur terdapat trias kehamilan

    ektopik yang ditemukan dari anamnesis pasien, yaitu: terlambatnya haid, nyeri

    perut, dan perdarahan pervaginam / spotting.

    Dari pemeriksaan fisik yang didapatkan konjungtiva anemis. Pada

    abdomen didpatkan tanda akut abdomen. Pada VT didapatkan nyeri goyang portio

    dan penonjolan cavum douglas.

    Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 9,4 g/dl dengan plano test

    positif. Dari USG didapatkan gambaran GS ekstra uterin dan tampak cairan bebas

    di dalam rongga abdomen. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

    pemeriksaan penunjang maka diagnosis kehamilan ektopik terganggu dapat

    ditegakkan.

    Berdasarkan literatur, dalam keadaan tidak adanya USG, pemeriksaan

    sederhana yang penting dan dapat dilakukan adalah kuldosentesis pada forniks

    posterior vagina dengan hasil berupa cairan yang mengandung bekuan darah atau

    cairan berdarah yang tidak membeku (hemoperitoneum).

    Tatalaksana pada pasien ini dinilai sudah tepat. Sebagai tindakan definitif

    dilakukan salphingektomi sinistra a.i. ruptur tuba Fallopii pars ampularis sinistra.

    Post operatif dilakukan pemeriksaan darah rutin, didapatkan Hb 8,9 g/dl dan

    direncanakan transfusi PRC 1 unit/hari hingga Hb 10 gr/dl. Selain itu diberikan

    antibiotik untuk mencegah infeksi. Pemberian roboransia dimaksudkan sebagai

    terapi suportif untuk mempercept penyembuhan dan regenerasi sel yang rusak.

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    32/33

    32

    DAFTAR PUSTAKA

    American Society for Reproductive Medicine. 2013. Medical Treatment of

    Ectopic Pregnancy: a committee opinion , USA: Elsevier Inc.Attar, Erkut. 2004. Endocrinology of Ectopic Pregnancy. Obstetric and

    Gynecology Clinics. Volume 31 number 4 , USA: W.B Saunders CompanyCunningham FG, et al. 2014. Pregnancy Hypertension. dalam: Williams

    Obstetrics 24 rd Edition , USA : The McGraw Hill Companies.Della-Guistina, David; Denny, Mark. 2003. Ectopic Pregnancy. Emergency

    Medicine Clinics of North America. Volume 21 number 3 , USA: W.BSaunders Company

    Depkes RI, 2007. Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu, Jakarta

    Hadijanto, Bantuk. 2010. Ilmu Kebidanan edisi keempat , Jakarta: PT. BinaPustaka Sarwono PrawiroharjoMansjoer, A. dkk. 2001. Mola Hidatidosa. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas

    Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta. Hal265-267

    Martaadisoebrata. D, & Sumapraja, S. 2002. Penyakit Serta Kelainan Plasenta &Selaput Janin. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka SarwonoPrawirohardjo. Jakarta. Hal 341-348.

    Sepilian VP. 2015 Ectopic Pregnancy : http://emedicine.medscape.com/article/2041923-overview

    Sowter, Martin; Farquhar, Cindy. 2004. Ectopic Pregnancy: an update. CurrentOpinion in Obstetrics and Gynecology

    Stenchever. 2001. Ectopic Pregnancy. Comprehensive Gynecology 4 th edition ,USA: Mosby Inc

  • 8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina

    33/33

    Lampiran 1

    Algoritma Evaluasi Wanita dengan Suspek Kehamilan Ektopik.

    (Cunningham, et al., 2014)