Post on 30-Nov-2021
i
TESIS
ANALISIS KEBUTUHAN PRASARANA PERSAMPAHAN DI KOTA LUWUK
INFRASTRUCTURE NEEDS ANALYSIS OF MUNICIPAL SOLID WASTE
IN LUWUK
Oleh :
NURWAHDANIAR M DG MASIKKI P2800210503
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK PERENCANAAN PRASARANA
PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
ANALISIS KEBUTUHAN PRASARANA PERSAMPAHAN DI KOTA
LUWUK
disusun dan diajukan oleh
NURWAHDANIAR M. DG MASIKKI
P2800210503
DISETUJUI
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
Prof. Dr. Ir. Mary Selintung., M.Sc Dr.Ir. Ria Wikantari, M.Arch
Ketua Anggota
MENGETAHUI
Ketua Program Studi Magister Teknik Perencanaan Prasarana
Prof. Dr. Ir. H. M. Ramli Rahim, M.Eng
Nip. 19531111 198003 1 009
iii
PERNYATAAN KEASLIAN USULAN PENELITIAN
Nama : NURWAHDANIAR M DG MASIKKI
Nim : P2800210503
Program Studi : Magister Teknik Perencanaan Prasarana
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa usulan penelitian yang
berjudul “ANALISIS KEBUTUHAN PRASARANA PERSAMPAHAN DI
KOTA LUWUK” adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal yang bukan
karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukan dalam
daftar pustaka
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya diatas tidak
benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik,.
Makassar, 1 Agustus 2013
Yang membuat pernyataan,
NURWAHDANIAR M DG MASIKKI
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT
karena atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya lah sehingga penulis
diberikan kekuatan, kesehatan, dan pengetahuan untuk menyelesaikan
penulisan dan penyusunan tesis ini.
Penulis menyadari,bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan
dan bukan merupakan suatu yang instant. Ini buah dari suatu proses yang
relatif panjang, menyita segenap tenaga dan fikiran. Tanpa segenap
motivasi, kesabaran, kerja keras, dan do’a, mustahil penulis sanggup
untuk menjalani tahap demi tahap dalam penyelesaian tesis ini, karena
begitu banyaknya tantangan, baik dari segi kemampuan penulis, bahasa,
literatur maupun waktu yang tersedia. Akan tetapi berkat petunjuk dan
arahan dari para pembimbing serta pihak-pihak yang mendukung dan
memberi semangat dalam segala hal terhadap penyusunan sehingga tesis
ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, perkenankan penulis dengan
penuh keikhlasan menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya serta rasa hormat saya kepada kedua orang tua
penulis, Ayahanda Drs. H. Mahmud Dg Masikki dan Ibunda Hj Rostini
Hamid yang telah mengasuh dan mendidik penulis dengan penuh kasih
dan cinta serta doa yang tiada henti, suami terkasih Andry, ST yang
v
banyak memberikan motivasi yang sangat besar dan doa, anak-anakku
tercinta, Reza Syavira Aurannisa Putri, Muh.Rizky Syahriza Putra, Muh.
Nur Raditya Putra, Nur Ramadhani Putri dan saudara-saudari dari penulis,
adinda Dewi Kartini M, Skom, Hasan Baswan M, SSTP.,M.Si, Nuralim,
SE, Paty Pratiwi, SKm, Ibu Maemuna Dg Masikki, bapak/ibu mertua serta
keluargaku yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
kesemuanya saya banggakan dan sayangi atas segala doa, motivasi,
dukungan baik moril maupun materi yang sangat besar yang telah
diberikan kepada penulis.
Alhamdullilah atas bimbingan dan banyaknya waktu yang
diluangkan dalam mengarahkan penulis, untuk itu dengan segala
keikhlasan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Mary Selintung, MSc selaku
pembimbing I dan Ibu Dr. Ir. Ria Wikantari, M.Arch selaku Pembimbing II
pada Tesis Penulis, terima kasih atas perhatian, waktu, bimbingan bekal
ilmu dan arahan serta motivasi yang tiada henti dan sangat berharga
hingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini. Begitu pula ucapan terima
kasih Penulis kepada, Ibu Prof. Dr. Ir. Shirly Wunas, DEA, Bapak Prof. Ir.
Bambang Heryanto, M.Sc., Ph. D, dan Bapak Baharuddin Hamzah, ST.,
M.Arch., Ph.D, selaku tim penguji yang telah meluangkan waktu,
memberikan kritikan, arahan dan masukan yang memotivasi Penulis demi
penyempurnaan tesis ini.
vi
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Idrus A. Paturussi, Sp.B, Sp.Bo, selaku Rektor
Universitas Hasanuddin beserta seluruh Pembantu Rektor Universitas
Hasanuddin.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Mursalim, M.S., selaku Direktur Program Pasca
Sarjana Universitas Hasanuddin, beserta Asisten Direktur.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. H. M. Ramli Rahim, M. Eng, selaku Ketua Program
Studi Magister Teknik Perencanaan Prasarana Pasca Sarjana
Universitas Hasanuddin.
4. Para Guru Besar dan Dosen Pengajar pada Program Studi Magister
Teknik Perencanaan Prasarana Universitas Hasanuddin yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu, atas bekal ilmu, motivasi, dan
perhatian hingga Penulis dapat melewati tahap-tahap penyelesaian
studi ini.
5. Seluruh staf pengelola Magister Teknik Perencanaan Prasarana
Universitas Hasanuddin yang telah menyediakan fasilitas dan
pelayanan yang sangat baik selama menempuh program studi ini.
6. Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Banggai serta
staf Bidang kebersihan atas segala pelayanan dengan meluangkan
waktu, pemikiran dan saran untuk menerima penulis dengan baik
selama proses penelitian.
vii
7. Rekan Kantor Kelurahan Simpong atas pengertian dan sumbangsih
pemikiran selama proses penyelesaian tesis ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman
seperjuangan yang telah banyak menemani, membantu dan memberikan
dukungan kepada penulis selama penulis menempuh pendidikan Program
Magister Teknik Perencanaan angkatan 2010 yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaan, kerja sama,
dukungan, doa, perhatian serta bantuannya kepada Penulis selama ini
dengan tetap semangat menjalin rasa persaudaraan sekarang dan
selamanya. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini,
semoga budi baik dan segala bantuan yang diberikan dibalas setimpal
oleh Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan bahkan sepenuhnya merupakan kelemahan dan
tanggung jawab Penulis. Untuk itu saran dan kritik yang membangun dari
pembaca sangat diharapkan sebagai kontribusi pemikiran demi
penyempurnaan tesis ini.
Terakhir, perkenankan Penulis memohon doa restu dari para
pembaca agar tesis ini dapat memberikan manfaat yang positif dalam
menganalisis kebutuhan prasarana persampahan di Kota Luwuk
viii
selanjutnya dan semoga tesis ini dapat diterima sebagai karya yang
bernilai ibadah di sisi Allah SWT, Amin.
Makassar, 1 Agustus 2013
Penulis
Nurwahdaniar M. Dg Masikki
ix
ABSTRAK
Nurwahdaniar M. Dg Masikki. Analisis Kebutuhan Prasarana Persampahan di Kota Luwuk
(dibimbing oleh Mary Selintung dan Ria Wikantari).
Persoalan sampah sangat berkaitan dengan pola hidup serta budaya masyarakat itu
sendiri. Persoalan sampah adalah suatu permasalahan yang sangat problematik bukan saja di
Kabupaten Banggai, bahkan diseluruh dunia masalah sampah sudah menjadi masalah
internasional. Kota Luwuk yang merupakan ibukota kabupaten Banggai, sebagai kota yang sedang
tumbuh juga diperhadapkan dengan masalah persampahan yang tentunya berkenaan dengan
keasrian dan keindahan serta kebersihan kota. Ketersedian Prasarana persampahan untuk sampah
domestik dan komersil di Kota Luwuk saat ini belum memadai.
Penelitian ini bertujuan (1) Menelaah ketersediaan prasarana untuk sampah domestik dan
komersil di Kota Luwuk, (2) Menguraikan arahan pengembangan prasarana untuk sampah
domestik dan komersil di Kota Luwuk yang meliputi lahan TPS, alat angkut, pola pengangkutan,
berikut kebutuhan lahan TPA yang mengakomodasi sampah domestik dan komersil untuk 10
tahun kedepan.
Penelitian ini bersifat deskiptif kuantitatif, yaitu metode yang membandingkan persamaan
dan perbedaan gejala gejala tertentu secara kuantitatif yang mengukur, dan menampilkan fakta
melalui teknik survey, wawancara dan lainnya
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap tahunnya terjadi penambahan prasarana
persampahan meliputi penambahan TPS, Penambahan alat angkut, penambahan lahan TPA, dan
pengembangan pola pengangkutan.
Kesimpulannya bahwa pertama Ketersediaan prasarana sampah domestik dan komersil
yang meliputi a) TPS pasangan batu dan konteiner 3 m³ yang ada di Kota Luwuk saat ini belum
memadai, dimana ketersediaan prasarana tersebut tidak merata atau tidak disesuaikan dengan
jumlah penduduk yang ada di lokasi penempatan TPS, b) Ketersediaan jumlah kendaraan
pengangkut untuk kegiatan pengumpulan dan pengangkutan sampah domestik dan komersil di
Kota Luwuk saat ini bila dilihat dari jumlah ketersediaan alat angkut sudah memenuhi
kebutuhan.Akan tetapi bila dilihat dari kondisi fisik alat angkut ada beberapa alat angkut sampah
yang tidak layak untuk digunakan lagi, c) Pola pengangkutan yang digunakan saat ini door to door
langsung ke TPA dan dari TPS ke TPA sudah maksimal digunakan, d) Untuk lahan TPA yang ada
saat ini sudah tidak memenuhi syarat untuk dijadikan TPA, kedua arahan pengembangan
pemenuhan prasarana persampahan untuk sampah domestik dan komersil di Kota Luwuk 10 tahun
yang akan datang meliputi a) Penambahan prasarana TPS , bila dilihat dari hasil analisis
kebutuhan akan TPS setiap tahunnya bertambah hingga 10 tahun ke depan, b) Penambahan alat
angkut , bila dilihat dari hasil analisis terjadi penambahan mobil angkutan setiap tahunnya dimana
kebutuhan dump truck 10 unit sampai 14 unit untuk 10 tahun ke depan, c) Pola pengangkutan yang
digunakan saat ini perlu dikembangkan dengan memberikan pelatihan pada pekerja pengangkut
sampah tentang cara pengangkutan sampah yang baik dan benar, d) Penambahan Lahan TPA
setiap tahunnya meningkat dimana hasil proyeksi menunjukkan kebutuhan TPA dari luasan 3 ha -
4,5 ha hingga 10 tahun mendatang disesuaikan dengan volume sampah yang meningkat setiap
tahunnya.
Kata Kunci: Prasarana, sampah domestik, sampah komersil
x
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN JUDUL
.........................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN
..............................................................................
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN USULAN PENELITIAN
......................
KATA PENGANTAR
......................................................................................
DAFTAR ISI
...................................................................................................
DAFTAR TABEL
............................................................................................
DAFTAR GAMBAR
.........................................................................................
i
ii
iii
iv
ix
x
xi
BAB I. PENDAHULUAN
...........................................................................
A. Latar Belakang
..........................................................................
B. Masalah Pokok
.........................................................................
C. Tujuan Penelitian
......................................................................
D. Manfaat penelitian
....................................................................
E. Sistematika
...............................................................................
1
1
5
6
6
7
BAB
II.
TINJAUAN PUSTAKA
..................................................................
9
9
xi
A. Pengertian Sampah
..................................................................
B. Sumber Sampah
.......................................................................
C. Klasifikasi Sampah
....................................................................
D. Timbulan Sampah
.....................................................................
E. Pengelolaan Sampah
.................................................................
1. Pewadahan
..........................................................................
2. Pengumpulan
......................................................................
3. Pemindahan
.........................................................................
4. Pengangkutan
......................................................................
5. Pengolahan
.........................................................................
6. Pembuangan Akhir Sampah
................................................
F. Prasarana Persampahan
.........................................................
G. Pelayanan Sampah
....................................................................
H. Penanganan Sampah
................................................................
I. Kerangka Pikir
...........................................................................
12
17
20
23
28
32
36
38
44
45
48
51
52
53
xii
BAB
III.
BAB
IV.
BAB
V.
METODE PENELITIAN
.................................................................
A. Pendekatan Penelitian
..............................................................
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
.....................................................
C. Jenis dan Sumber Data
............................................................
a. Data Primer
.........................................................................
b. Data Sekunder
....................................................................
D. Analisis Data
............................................................................
E. Teknik Pengumpulan Data
........................................................
F. Variabel Penelitian
.....................................................................
G. Definisi Operasional
...................................................................
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
..................................
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
.......................................
B. Kondisi Prasarana Sampah Kota Luwuk
.................................
C. Gambaran umum Lokasi Penelitian
.........................................
D. Ketersediaan Prasarana Persampahan di kota Luwuk
............
56
56
56
59
59
60
61
61
63
64
68
68
72
75
81
91
104
104
105
xiii
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
E. Kebutuhan Prasarana Persampahan
PENUTUP
......................................................................................
A. Kesimpulan
...............................................................................
B. Saran
........................................................................................
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1. Besaran Timbulan Sampah berdasarkan klasifikasi kota............
2. Kebutuhan Data Primer dan Data Sekunder ..............................
3. Variabel penelitian .......................................................................
4. Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk
menurut desa/kelurahan dikecamatan Luwuk tahun 2007-2011
......................................................................................................
5. Luas wilayah dan jumlah penduduk menurut kelurahan..........
6. Data Existing Pewadahan TPS di Kota Luwuk..........................
7. Kondisi eksisting Prasarana Pengangkutan Sampah di Kota
Luwuk............................................................................................
8. Kondisi eksisting Prasarana TPA di Kota Luwuk ........................
9. Proyeksi Pertumbuhan jumlah penduduk tahun 2012-2021........
10. Proyeksi pertumbuhan timbulan sampah tahun 2012-2021 .......
11. Pertumbuhan timbulan sampah pemukiman, pasar, pertokoan,
hotel dan restoran, fasilitas umum, sapuan jalan serta kawasan
industri tahun 2012-2021 .............................................................
12. Proyeksi pertumbuhan kebutuhan TPS tahun 2012-2021 ...........
13. Proyeksi kebutuhan dump truck di Kota Luwuk tahun 2012-
2021..............................................................................................
14. Proyeksi kebutuhan amroll truck di kota Luwuk tahun 2012-
2021..............................................................................................
21
60
63
71
72
84
86
90
91
92
93
94
96
94
xvi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 1. Diagram pengelolaan sampah ....................................................
2. Sistem tahapan pewadahan sampah ..........................................
3. Sistem tahapahan pengangkutan sampah ..................................
4. Jenis Tahapan pemindahan Sampah ..........................................
5. Diagram alir pola pengangkutan individual ..................................
6. Diagram alir pengankutan sistem konteiner cara 1 ......................
7. Diagram alir pengangkutan sistem konteiner cara 2 ....................
8. Diagram alir pengangkutan sistem konteiner cara 3 ....................
9. Peralatan pengangkutan yang sering digunakan .........................
10. Teknik pengolahan sampah .........................................................
11. Pengolahan sampah pola controlled landfill ................................
12. Pengolahan sampah pola sanitary landfill ...................................
13. Kerangka Pikir ..............................................................................
14. Peta Administrasi Kabupaten Banggai .......................................
15. Peta Lokasi Penelitian ................................................................
16. Sampah yang dibuang dialiran sungai dan laut ...........................
17. Peta Pelayanan sampah di Kota Luwuk ......................................
18. Peta Propinsi Sulawesi Tengah ..................................................
19. Sampah pemukiman ....................................................................
20. Sampah Pasar .............................................................................
21. Pewadahan Sampah ....................................................................
28
32
36
38
39
40
41
42
44
45
46
47
55
57
58
59
67
68
82
82
83
xvii
22. TPS/Transfer Depo permanen dibeberapa titik kota Luwuk ........
23. TPS pasangan batu (tembok) disalah satu sudut Kota Luwuk ...
24. Alat angkut Sampah yang ada di kota Luwuk ..............................
25. Peta Lokasi TPA Bunga ...............................................................
26. TPA Mololuntun ...........................................................................
27. TPA Mololuntun ...........................................................................
85
85
86
88
89
89
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sampah merupakan produk limbah atau buangan yang
merupakan problem yang cukup serius khususnya bagi masyarakat
perkotaan dikarenakan jumlah sampah yang diproduksi oleh masyarakat
perkotaan cukup besar dibanding dengan masyarakat pedesaan, oleh
karena hal tersebut maka diperlukan suatu upaya guna menangani
masalah kebersihan lingkungan yang tentunya melibatkan pihak yang
terkait.
Permasalahan lingkungan yang umum terjadi di perkotaan
adalah pengelolaan sampah perkotaan yang kurang baik. Sampah yang
merupakan bagian sisa aktifitas manusia perlu dikelola dengan baik agar
tidak menimbulkan berbagai permasalahan terhadap kehidupan manusia
maupun gangguan pada lingkungan seperti pencemaran lingkungan,
penyebaran penyakit, menurunnya estetika dan sebagai pembawa
penyakit. Pengelolaan sampah di kota-kota di Indonesia sampai saat ini
belum mencapai hasil yang optimal. Berbagai kendala masih dihadapi
dalam melaksanakan pengelolaan sampah tersebut baik kendala
ekonomi, sosial budaya maupun penerapan teknologi (Nuryani, 2003).
1
2
Menurut Nurmandi (1999), pertumbuhan kota yang tidak selaras
dengan tuntutan pemenuhan kebutuhan masyarakat kota juga akan
berdampak pada menurunnya optimasi pelayanan prasarana kota. Hal
tersebut dikarenakan peningkatan aktifitas masyarakat di perkotaan akan
berpengaruh pada kuantitas maupun kualitas limbah yang dihasilkan
sehingga pada akhirnya apabila tidak dikelola dengan baik dapat
menimbulkan dampak negatif berupa penurunan kualitas lingkungan. Dari
data Kementerian Lingkungan Hidup, di Indonesia sekitar 15-20 % dari
limbah sampah dibuang secara baik dan tepat sisanya dibuang ke sungai
sehingga menimbulkan masalah banjir. Diperkirakan 85 % dari kota-kota
kecil dan lebih dari 50 % kota berukuran menengah secara resmi
membuang limbahnya ke tempat-tempat terbuka.
Persoalan sampah sangat berkaitan dengan pola hidup serta
budaya masyarakat itu sendiri. Olehnya penanggulangan sampah bukan
hanya urusan pemerintah semata akan tetapi penanganannya
membutuhkan keterlibatan atau partisipasi masyarakat secara luas.
Dalam penanganan sampah dapat diasumsikan bahwa laju
produksi sampah tidak sebanding dengan proses penanganannya. Hal
tersebut tentu memacu pemerintah daerah untuk lebih awal memikirkan
bagaimana strategi yang efisien dalam menanggulangi masalah
persampahan. Masalah persampahan terjadi antara lain karena
semrawutnya pola permukiman dan pesatnya pertambahan jumlah
penduduk . Maka salah satu aspek yang sedang diupayakan adalah
3
prasarana yang memadai sebagai media utama untuk pengelolaan
persampahan.
Persoalan sampah adalah suatu permasalahan yang sangat
problematik bukan saja di Kabupaten Banggai, bahkan di seluruh dunia
masalah sampah sudah menjadi masalah internasional. Lembaga
Swadaya Masyarakat dunia yang dikenal dengan nama ”Green
Peacess” sudah sejak lama memerangi masalah sampah. Di Indonesia
masalah sampah sudah sangat membebani pemerintah pusat, bahkan di
Pulau Jawa kawasan penduduk dibebaskan oleh pemerintah hanya
untuk tempat pembuangan sampah.
Kota Luwuk yang merupakan Ibukota Kabupaten Banggai,
sebagai kota yang sedang tumbuh juga diperhadapkan dengan masalah
persampahan yang yang tentunya berkenaan dengan keasrian dan
keindahan serta kebersihan kota.
Pertumbuhan dan perkembangan Kota Luwuk saat ini yang
cukup pesat menuntut adanya penyediaan sarana dan prasarana kota
yang semakin baik dan memadai. Salah satu penyediaan sarana dan
prasarana perkotaan diwujudkan dengan adanya pengelolaan
persampahan suatu kota. Pengelolaan persampahan ditujukan untuk
menanggulangi dan mencegah pencemaran lingkungan baik yang
ditimbulkan oleh sampah domestik maupun non domestik, sehingga
pengelolaan dan penyediaan sarana secara optimal akan dapat
menciptakan lingkungan hidup perkotaan yang sehat dan nyaman.
4
Pemerintah Kabupaten dalam Penanganan masalah kebersihan
sudah ditugaskan pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang sesuai dengan
Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2004 tentang susunan organisasi dan
tata kerja dinas-dinas daerah Kabupaten Banggai. Dimana salah satu
tugas pokok dan fungsinya Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang
mengemban tugas pelayanan kepada masyarakat khususnya dibidang
kebersihan. Namun Kenyataannya masih banyak sampah yang tidak
terangkut pada TPA, tetapi sisa sampah tersebut dibuang disungai,
saluran – saluran air, dan bahkan ada yang dibakar.
Dalam operasional persampahan itu sendiri sangatlah erat
kaitannya dengan kebutuhan akan sarana dan prasarana yang memadai
antara lain pewadahan, alat angkut, Tempat Pembuangan Sementara
(TPS) serta ketersediaan lahan TPA. Khususnya di Kota Luwuk yang
akhir-akhir ini mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat
ditandai mulai munculnya permukiman yang semakin padat, membuat
perubahan gaya hidup masyarakat, perubahan tata guna lahan,
pertumbuhan penduduk karena migrasi dari daerah lain ke Kota Luwuk
serta dampak-dampak lain. Hal-hal tersebut tentu saja mempengaruhi
adanya pertambahan timbulan sampah yang dihasilkan baik sampah
domestik maupun sampah komersil. Terutama sampah domestik dan
komersil merupakan hal yang lebih mengarah ke individu masing-masing
merupakan penyumbang terbesar dari sampah yang masuk ke TPA.
5
Jumlah timbulan sampah dikota Luwuk dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Berdasarkan data Dinas cipta Karya dan Tata Ruang jumlah
sampah yang dihasilkan oleh setiap rumah tangga dan kemampuan
prasarana angkutan yang terbatas, sangat dimungkinkan sampah yang
tidak terangkut ke TPA akan berserakan ke TPS, saluran air, sungai serta
lahan-lahan kosong ataupun dibakar. Pertambahan jumlah sampah yang
tidak diimbangi dengan pengelolaan yang ramah lingkungan akan
menyebabkan terjadinya perusakan dan pencemaran lingkungan (Tuti
Kustiah, 2005). Lebih jauh lagi, penanganan sampah yang tidak
komprehensif akan memicu terjadinya masalah sosial, seperti amuk
massa, bentrok antar warga, pemblokiran fasilitas TPA (Hadi, 2004)
Ketersediaan prasarana dalam rangka pengelolaan kebersihan
dan persampahan merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki. Mengingat
pengelolaan kebersihan dan persampahan merupakan suatu proses
manajemen yang harus direncanakan, dilaksanakan dan dikontrol dengan
baik, maka prasarana sangat menunjang kinerja pengelolaan
persampahan. Dinas Cipta Karya dan Tata ruang sebagai penanggung
jawab akan masalah kebersihan kota perlu mengadakan revisi ulang
dalam hal penanganan kebersihan, dimana alat angkut atau armada yang
dimiliki cukup tetapi belum dapat mengangkut sampah secara
keseluruhan. Untuk itu, penelitian ini penting karena masalah
ketersediaan prasarana sampah sangat menunjang fungsi dan tugas
6
pengelolaan kebersihan dan persampahan yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Kota Luwuk.
B.. Masalah Pokok
Berdasarkan uraian latar belakang , maka penelitian ini
difokuskan pada masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana ketersediaan prasarana untuk sampah di Kota Luwuk ?
2. Bagaimana arahan pengembangan prasarana persampahan di Kota
Luwuk untuk memenuhi kebutuhan 10 tahun ke depan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk :
1. Menelaah ketersediaan prasarana sampah di Kota Luwuk.
2. Menguraikan arahan pengembangan prasarana untuk sampah di Kota
Luwuk yang meliputi lahan TPS, alat angkut , pola pengangkutan,
berikut kebutuhan lahan TPA yang mengakomodasi sampah untuk 10
tahun kedepan.
7
D. Manfaat Penelitian
Studi penelitian terhadap kebutuhan prasarana persampahan
diharapkan akan memberikan masukan dan pembangunan, manfaat-
manfaat tersebut sebagai berikut :
1. Manfaat Akademis
Diharapkan dapat memberikan sumbangan secara teoritis mengenai
analisis kebutuhan prasarana persampahan, meliputi lahan TPS, Alat
angkut serta pola pengangkutan berikut kebutuhan lahan TPA yang
mengakomodasi sampah untuk 10 tahun kedepan.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat menjadi masukan bagi Dinas Cipta Karya dan Tata ruang
(DISCIKTAR) Kota Luwuk untuk evaluasi terhadap kebutuhan
prasarana persampahan dalam menunjang terciptanya kota Luwuk
yang bersih, aman dan rapi (BERAIR).
b. Sebagai bahan pertimbangan bagi DISCIKTAR Kota Luwuk dalam
upaya pemenuhan kebutuhan prasarana sampah .
E. Sistematika
Bagian pertama pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah,
masalah pokok, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika.
8
Bagian kedua kajian teori yang subtansi pokok tajuk penelitian, dalam
kerangka teoritik maupun empiris yang berkenaan dengan penyediaan
prasarana persampahan.
Bab ketiga metode penelitian yang terdiri dari Pendekatan penelitian,
waktu dan lokasi penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan
data, variabel penelitian, definisi operasional.
Bab keempat hasil penelitian dan pembahasan terdiri dari Gambaran
umum wilayah penelitian, kondisi prasarana sampah Kota Luwuk,
Gambaran umum lokasi penelitian, ketersediaan prasarana persampahan
di Kota Luwuk, kebutuhan prasarana persampahan.
Bab kelima penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Sampah
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun
2008 tentang pengelolaan sampah yang dimaksud dengan sampah
adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat. Pengelolaan sampah yang dimaksudkan adalah
kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang
meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Dalam lingkup Pemerintah daerah Kabupaten Banggai yang diatur
dalam Perda No.5 tahun 2000 tentang retribusi pelayanan
persampahan/kebersihan bahwa sampah adalah limbah yang berbentuk
padat atau setengah padat yang berasal dari kegiatan orang pribadi atau
badan yang terdiri dari bahan organik dan anorganik, logam dan
nonlogam yang dapat terbakar tetapi tidak termasuk buangan biologis /
kotoran manusia dan sampah berbahaya.
Menurut Azwar (1990), sampah adalah sesuatu yang tidak
dipergunakan lagi, yang tidak dapat dipakai lagi, yang tidak disenangi dan
harus dibuang, maka sampah tentu saja harus dikelola dengan sebaik-
baiknya, sedemikian rupa sehingga hal-hal yang negatif bagi kehidupan
tidak sampai terjadi.
9
10
Robert J.Kodoatie (2003) mendefinisikan sampah adalah limbah
atau buangan yang bersifat padat, setengah padat yang merupakan hasil
sampingan dari kegiatan perkotaan atau siklus kehidupan manusia,
hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Sampah dalam ilmu kesehatan
lingkungan (refuse) sebenarnya hanya sebagian dari benda atau hal-hal
yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau harus
dibuang, sedemikian rupa sehingga tidak menganggu kelangsungan
hidup. Menurut SK SNI 19-2454-2002, yang dimaksud dengan sampah
adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan anorganik
yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak
membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan.
Menurut Dharma Gunadi (2004) sampah adalah limbah atau buangan
yang bersifat padat,setengah padat yang merupakan produk sampingan
dari kegiatan perkotaan atau siklus kehidupan manusia,hewan,tumbuh-
tumbuhan.
Hadiwiyoto (1983), mendefinisikan sampah sebagai sisa-sisa
bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan baik karena telah diambil
bagian utamanya atau karena pengolahan atau karena sudah sudah tidak
ada manfaatnya yang ditinjau dari segi ekonomis tidak ada harganya dan
dari segi lingkungan dapat menyebabkan gangguan kesehatan atau
gangguan kelestarian.
Secara umum masyarakat mengenal sampah sebagai suatu benda
yang dihasilkan dari berbagai benda yang telah digunakan dan tidak
11
diperlukan lagi oleh manusia. Pengertian sampah dalam modul Materi
Training Untuk Tingkat staf teknis proyek PLP sektor persampahan
(1986) sampah adalah limbah yang yang berbentuk padat dan juga
setengah padat dari bahan organik dan atau anorganik, baik benda logam
maupun bukan logam yang dapat terbakar dan yang tidak dapat terbakar.
Menurut SK SNI T-13-1990-F: 1 sampah adalah limbah yang
bersifat padat terdiri atas bahan organik dan bahan anorganik yang
dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan
lingkungan dan melindungi investasi pembangunan.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang sampah seperti di atas
maka dapat didefinisikan sampah adalah sisa bahan, limbah atau
buangan yang bersifat padat, setengah padat yang merupakan hasil
sampingan dari kegiatan atau siklus kehidupan manusia, hewan maupun
tumbuh-tumbuhan atau yang berasal dari aktivitas kehidupan manusia
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan
rumah tangga. (Japan International Cooperation Agency (JICA)).
Sampah domestik merupakan sampah yang berasal dari
lingkungan permukiman atau perumahan.
Sampah komersil merupakan sampah yang dihasilkan dari
lingkungan kegiatan perdagangan seperti toko, restoran, rumah makan,
warung, pasar dan swalayan.
12
Secara fisik, sampah mengandung bahan-bahan yang masih
berguna, hanya sudah berkurang nilainya. Kurangnya nilai sampah dalam
banyak hal karena kondisi sampah yang tercampur dan komposisinya
tidak diketahui. Jadi pemisahan bahan dalam sampah secara umum akan
meningkatkan nilainya untuk penggunaan lebih lanjut bahan-bahan
sekunder tersebut. Secara umum, meskipun kandungan sampah sangat
heterogen, kandungan bahan organik dalam sampah kota cukup tinggi
yaitu di atas 70%. Keadaan ini memberikan gambaran bahwa potensi
pengolahan sampah organik yang cukup tinggi.
B. Sumber Sampah
Pada dasarnya sumber sampah di hubungkan dengan penggunaan
atau tata guna lahan dimana segala aktifitas keseharian manusia
diseluruh penjuru bumi berlangsung yang tentunya menjadi sumber dari
berbagai jenis sampah hal ini umumnya terjadi pada daerah perkotaan.
Sumber sumber timbulan sampah pada daerah perkotaan antara lain :
1. Rumah tangga
Sampah yang dihasilkan umumnya terdiri dari sisa-sisa kebutuhan
sehari-hari misalnya sisa makanan, kertas,daun sisa pembungkus,
kantong plastik dan lain-lain.
2. Pasar, tempat – tempat komersil
13
Ciri-ciri sampahnya beraneka ragam dimana biasanya volumenya
hampir sama misalnya sisa sayuran, daun bekas bungkusan, sisa
makanan, buah-buahan, kertas, plastik dan lain sebagainya.
3. Pabrik-pabrik atau industri
Industri ini merupakan hasil samping kegiatan industri yang jenisnya
sangat tergantung pada kegiatan industri itu sendiri. Ciri-ciri sampahnya
tidak banyak macam dan jenisnya hal ini tergantung jenis bahan
olahan industri tersebut dan biasanya volume sampahnya tidak merata
dengan kata lain hanya sampah – sampah tertentu yang mempunyai
volume yang besar.
4. Permukiman, kantor, sekolah, institusi, gedung – gedung umum dan
lain-lain.
Sampah yang dihasilkan terdiri dari berbagai macam jenis mulai dari
plastik, sisa makanan, daun-daunan, kaleng dan sebagainya.
5. Jalan, lapangan dan pertamanan
Umumnya sampah yang dihasilkan dari pengguna fasilitas jalan
tersebut dan adapun pada taman sampah yang dihasilkan umumnya
sisa pemangkasan.
6. Parit
Sampah yang dihasilkan terdiri dari sedimen – sedimen yang terbawa
oleh arus air, dedaunan dan buangan manusia.
Berdasarkan SNI 19-3241-1994, sumber sampah dapat dibagi
sebagai berikut :
14
a. Sampah dari kegiatan rumah tangga dan komersil.
b. Sampah Institusional
c. Sampah konstruksi dan penghancuran bangunan
d. Sampah dari kegiatan pelayanan perkotaan
e. Sampah dari pengolahan di pabrik dan residunya
f. Sampah padat industri
g. Sampah Pertanian
Menurut Anggarkusuma, 2010 sumber sampah dibagi menjadi tujuh
macam, yaitu:
1. Daerah pemukiman/rumah tangga, berupa sampah basah/organik.
2. Daerah komersial, meliputi sampah dari pasar, pertokoan, restoran
didominasi sampah organik.
3. Daerah institusional, terdiri atas sampah dari perkantoran, sekolah,
tempat ibadah dan merupakan sampah kering.
4. Daerah terbuka, sampah dari pembersihan jalan, trotoar, taman
merupakan sampah organik dan debu.
5. Daerah industri, sampah dari sisa – sisa kegiatan industri, tergantung
kepada jenis industrinya.
6. Daerah pembangunan, pemugaran dan pembongkaran dan bahan
yang berasal dari kegiatan tersebut diantaranya: pecahan bata, kayu,
besi, dan lain – lain.
7. Rumah sakit/poliklinik, sampah dari sampah kantor, sampah bekas
operasi dan luka.
15
Sampah yang diatur dalam undang-undang pengelolaan sampah
ini adalah sampah domestik yang dihasilkan :
1. Sampah rumah tangga
Sampah rumah tangga biasanya banyak berasal dari sisa sayuran,
buah – buahan, ikan atau daging serta sisa makanan basi. Selain itu
juga dapat terdiri dari plastik pembungkus, kertas, karton, logam dan
sebagainya. Untuk jumlah yang sedikit khususnya sampah organik sisa
kegiatan dapur dan ruang makan, sebaiknya sampah tersebut
dimasukkan ke dalam kantong plastik. Untuk sampah yang kering dapat
disimpan dalam tong. Sampah jenis ini sebaiknya digolongkan lagi atas
yang mudah terbakar dengan yang tidak mudah terbakar.
2. Sampah dari kegiatan komersial
Sampah ini berasal dari berbagai pusat perdagangan, pasar,
pertokoan, hotel, restoran, tempat hiburan. Mengingat keragaman
sampah komersial sangat besar, maka pengumpulan sampah
sebaiknya harus sudah lebih diklasifikasikan lagi. Sampah kertas harus
dikumpulkan bersama dengan karton.Sedangkan sampah kaca dan
gelas menjadi satu. Karet, logam, plastik harus ditempatkan pada
wadah – wadah yang terpisah. Pewadahan khusus secara terklasifikasi
harus dapat dikerjakan oleh restoran – restoran, warung dan pasar
swalayan, sedangkan sampah organik dari pasar yang becek harus
ditangani secara harian. Mengingat kegiatan jasa komersial ini
berlangsung secara sibuk setiap harinya, maka dinas terkait harus
16
melakukan tugasnya selama 24 jam. Selain itu pekerjaan disini tidak
mengenal hari libur. Sampah organik dapat terus diangkut oleh truk
sampah ke tempat penanganan selanjutnya, sedangkan sampah yang
masih dapat didaur ulang oleh industri, misalnya kertas, karet, logam
dan sebagainya dipisah sendiri-sendiri untuk kemudian dijual ke
pedagang pengumpul barang-barang bekas.
3. Sampah dari fasilitas sosial, yaitu sampah dari rumah ibadah,
asrama,rumah tahanan/penjara, sampah domestik rumah sakit, klinik
dan puskesmas.
4. Sampah dari fasilitas umum, yaitu sampah terminal, pelabuhan,
bandara dan halte kendaraan.
5. Sampah domestik berasal dari berbagai industri yang ada dan sangat
beragam dan tergantung pada jenis industrinya itu sendiri. Biasanya
industri mempunyai sarana penampungan dan penanganan
sampahnya dilokasi industri itu sendiri. Secara teoritis sampah industri
lebih mudah diklasifikasikan sendiri dan biasanya untuk barang –
barang yang masih bernilai ekonomi sudah ada jalur pemasarannya.
Namum demikian, untuk komoditi-komoditi agroindustri pengumpulan
sampah dan penangannya harus lebih baik. Semua industri harus
memiliki sarana pengumpul dan pengolahan sampah. Bila tidak minimal
mereka harus memiliki armada pengangkut sendiri, untuk membuang
sampahnya ke lokasi yang telah ditentukan setiap harinya. Mengingat
sampah industri jumlahnya banyak dan sering kali ada yang bersifat
17
racun, maka pengawasan dari departemen yang bersangkutan harus
dilakukan secara ketat dan konsekuen.
6. Sampah dari hasil pembersihan saluran terbuka umum, misalnya dari
sungai, selokan dan lain-lain.
7. Sampah dari fasilitas lainnya, yaitu sampah yang berasal dari
perkantoran maupun sekolahan atau perguruan tinggi umumnya
berbentuk kertas dan karton, oleh karena itu dapat dikumpulkan dalam
karung – karung goni untuk dijual pada pabrik kertas kembali guna
dibuat bubur kertas. Bagi kertas yang bersifat rahasia dapat
dikumpulkan secara terpisah dan dibakar dibak semen.
8. Sampah dari kegiatan pertanian.
9. Sampah domestik yang termasuk bahan berbahaya dan beracun diatur
secara khusus dalam peraturan perundang – undangan lainnya.
C. Klasifikasi Sampah
Berdasarkan SNI 19-3241-1994, tipe atau jenis sampah umum
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Sampah organik basah (garbage), yaitu sampah yang terdiri dari
bahan organik dan mempunyai sifat mudah membusuk.
2. Sampah organik kering (rubbish), yaitu sampah yang susunannya
terdiri dari bahan organik maupun yang cukup kering yang sulit terurai
oleh mikroorganisme sehingga sulit membusuk.
18
3. Sampah yang berukuran besar (bulky waste),dalam kategori ini
termasuk sampah yang berukuran besar dan berat.
4. Sampah abu (ashes), yaitu sampah padat yang berasal dari
pembakaran kayu, batu bara atau insenerator. Ukurannya kecil,
lembut, ringan dan mudah terbawa angin.
5. Sampah berupa lumpur dari pengolahan air bersih dan air limbah.
Lumpur dari kolam pengolahan harus dihindarkan langsung masuk ke
air permukaan.
6. Sampah bangkai binatang (dead animal), yaitu semua sampah yang
berupa bangkai binatang.
7. Sampah sapuan jalan yaitu segala jenis sampah atau kotoran yang
berserakan dijalan karena dibuang oleh pengendara mobil ataupun
masyarakat yang tidak bertanggung jawab.
8. Sampah konstruksi, umumnya berupa logam, beton, kaca, pipa,
plumbing dan kayu.
9. Sampah B3 merupakan buangan berbahaya dan beracun bersifat
toksik karena itu perlu penanganan khusus. Banyak dihasilkan dari
kegiatan industri maupun produk yang dipakai sehari – hari. Semakin
banyak industri yang berdiri semakin beragam limbahnya.
Menurut Anggarkusuma (2010) sampah digolongkan menjadi dua
yaitu:
1. Sampah yang mudah membusuk (garbage).
19
Sampah ini terdiri atas bahan – bahan organik, diantaranya : sisa
makanan, sisa sayuran, sisa buah – buahan, sering disebut dengan
sampah basah.
2. Sampah yang tak dapat/sukar membusuk (rubbish).
Sampah yang terdiri atas bahan organik maupun anorganik,
diantaranya : pecahan botol, kaca, besi, sisa bahan bangunan,
disebut dengan sampah kering.
Kelompok rubbish ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Dapat dibakar (combustible rubbish)
Contoh: kertas, plastik, kayu, kulit, tekstil, karet.
b. Tidak dapat dibakar (non combustible rubbish)
Sampah ini juga dapat dikelompokkan menjadi:
1. Metalic rubbish, terdiri dari sampah besi, timah, seng, aluminium
dan barang – barang yang terbuat dari besi.
2. Non metalic rubbish, misalnya pecahan botol, gelas, tembikar,kaca
dan barang – barang berbahan selain besi.
3. Sampah yang berbentuk partikel halus (ashes and residus).
Sampah yang berasal dari sisa pembakaran kayu, batubara, arang
dan sisa pembakaran lain dari semua bahan yang ada dirumah,
toko, instansi dan industri yang digunakan untuk tujuan memasak,
memanggang ataupun membakar. Contoh: bubuk yang berasal dari
material, abu, api.
20
Berdasarkan teknik pengelolaan dan jenis pemanfaatannya
sampah dapat dibedakan menjadi:
1. Sampah yang dapat dimanfaatkan kembali yaitu: pupuk kompos,
makanan ternak, bubur kertas.
2. Sampah yang dapat dibakar/digunakan untuk bahan bakar yaitu:
briket dan biogas.
3. Harus dibuang karena pertimbangan ekonomis atau berbahaya yaitu:
sampah berbahan bahaya dan beracun (B3) karena sifat dan
jumlahnya secara langsung atau tidak mencemarkan, merusak dan
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan manusia dan mahluk
hidup lainnya.
D. Timbulan Sampah
Pada keadaan dimana suatu negara mempunyai sistem
perekonomian yang baik, negara makmur, produksi meningkat, daya beli
masyarakat meningkat, akan menghasilkan timbulan sampah yang besar.
Sebaliknya pada suatu negara yang sistem perekonomiannya anjlok,
terjadi inflasi, produksi menurun dan daya beli masyarakat menurun akan
menghasilkan timbulan sampah yang menurun pula.
Timbulan sampah adalah banyaknya sampah yang dihasilkan
orang perhari dalam satuan volume atau berat. Jumlah timbulan sampah
yang diperoleh merupakan dasar yang penting dalam menentukan
21
rancangan operasional pengelolaan sampah. Jumlah Timbulan sampah
yang dihasilkan di tentukan oleh jumlah penduduk dan penggunaan lahan.
Data yang diperoleh dari pusat penelitian pengembangan pemukiman
(Fatur Rahman, 1997) diperoleh jumlah timbulan yaitu :
- Daerah pemukiman : 2,25 – 2,50 Liter/orang/hari
- Daerah komersil : 2,50 – 3,00 Liter/orang/hari
- Daerah Pasar : 0,20 – 0,60 Liter/orang/hari
Mengenali jenis dan sumber sampah, disertai dengan data
komposisi dan jumlah sampah yang dibuang merupakan dasar
merancang dan mengoperasikan elemen – elemen penting dalam
pengelolaan sampah.
Berdasarkan SNI 19-3964-1994, spesifikasi sumber sampah
berasal dari:
a. Perumahan
b. Non perumahan
c. Besaran timbulan sampah berdasarkan klasifikasi kota adalah sebagai
berikut :
Tabel 1. Besaran Timbulan sampah berdasarkan klasifikasi kota
No. Klasifikasi Kota Volume (Liter/orang/hari)
Berat (Kg/orang/hari)
1
2
Kota sedang (100.000≤p≥500.000) Kota Kecil (p ≤ 100.000)
2,75- 3,25
2,5 – 2,75
0,70 – 0,8
0,625 – 0,70
Sumber : SNI S-04-1993-03
22
Laju timbulan sampah di Indonesia (Sugita, 2002) dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Berdasarkan kategori kota, terdiri dari :
1. Kota kecil (2,50 -2,75) liter/orang/hari
Timbulan sampah permukaan
% sampah daerah permukiman
% sampah daerah komersial
: 2,0 liter/orang/hari
: (75 – 80)%
: (20 – 25)%
2. Kota sedang/besar (2,75 -3,25) liter/orang/hari
Timbulan sampah permukaan
% sampah daerah permukiman
% sampah daerah komersial
: 2,5 liter/orang/hari
: (65 – 75)%
: (25 – 35)%
b. Berdasarkan sumbernya terdiri dari :
1. Sampah rumah permanen
Sampah rumah permanen : (2,25–2,50)liter/orang/hari
Sampah rumah semi permanen : (2,00 – 2,50)liter/orang/hari
Sampah rumah non permanen : (1,75 - 2,00)liter/orang/hari
2. Sampah non perumahan
Kantor : (0,50 – 0,75)liter/orang/hari
Toko : (2,50 – 3,00)liter/orang/hari
Pasar : (0,20 - 0,60)liter/orang/hari
Jalan : (0,10 – 0,15)liter/orang/hari
23
Menurut Hadi (1998 : 2), timbulan sampah semakin besar di kota –
kota besar di Indonesia terutama disebabkan oleh meningkatnya
jumlah penduduk dan tingkat kesejahteraannya. Selanjutnya
kecenderungan spesifikasi sampah kota menurut Hartoyo (1998),
timbulan sampah cenderung meningkat pada kondisi kepadatan
dan jumlah penduduk tinggi, aktivitas masyarakat kompleks, tingkat
sosial ekonomi tinggi, kapasitas produksi yang tinggi dan
masyarakat di Negara berkembang. Begitu pula tingkat kepadatan
dan komposisi sampah organik/basah cenderung lebih besar/tinggi
pada kondisi aktivitas masyarakat yang kompleks, tingkat sosial
ekonomi yang rendah dan masyarakat kota di negara berkembang.
Menurut Saleh (2000), bahwa kendala dalam menghadapi
tantangan yang ada dewasa ini berkaitan dengan upaya
peningkatan kualitas penanganan sampah antara lain disebabkan
oleh kondisi pengoperasian dan pemeliharaan prasarana angkutan,
pengolahan dan pembuangan akhir telah menurun cukup tajam.
Untuk mengatasi timbulan sampah yang semakin meningkat adalah
diperlukan sarana prasarana pengelolaan sampah yang memadai.
E. Pengelolaan Sampah
Menurut Safrudin (2001) Kebijakan yang diterapkan di Indonesia
dalam mengelola limbah padat perkotaan (sampah) secara formal adalah
24
yang diterapkan oleh Departemen PU (Ditjen Cipta Karya), sebagai
departemen teknis yang membina pengelolaan limbah padat perkotaan
(sampah) di Indonesia.
Pengelolaan sampah ialah usaha mengatur atau mengelola
sampah dari proses pengumpulan, pemisahan, pemindahan sampai
pengolahan dan pembuangan akhir (Cipta Karya, 1993). Pengelolaan
sampah terdiri dari 2 jenis yaitu pengelolaan setempat (individu) dan
pengelolaan terpusat untuk lingkungan atau perkotaan.
Menurut Kodoatie (2003), Sistem pengelolaan sampah perkotaan
pada dasarnya dilihat dari komponen-komponen yang saling mendukung
satu dengan yang lain saling berinteraksi untuk mencapai tujuan yaitu kota
yang bersih sehat dan teratur. Komponen tersebut adalah:
- Aspek teknik operasional (teknik)
- Aspek kelembagaan (institusi).
- Aspek pembiayaan (finansial);
- Aspek hukum dan pengaturan (hukum).
- Aspek peran serta masyarakat.
Karena sistem pengelolaan limbah padat perkotaan harus utuh dan
tidak terpotong rantai ekosistemnya maka diperlukan tindakan
terkoordinatif, sinkronisasi dan simplikasi. Untuk peningkatan penanganan
persampahan banyak hal yang harus ditinjau diantaranya operasional
pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir serta peralatan yang
25
digunakan. Disamping itu yang sangat berperan adalah aspek organisasi
dan manajemen di dalam pengelolaannya.
Menurut SK SNI T-13-1990-F, pada dasarnya sistem pengelolaan
sampah perkotaan dilihat sebagai komponen-komponen subsistem yang
saling mendukung, saling berinteraksi, dan saling berhubungan satu sama
lain.
Teknik operasional persampahan, menurut SK SNI T-13-1990 F
terdiri dari 6 komponen yaitu perwadahan, pengumpulan, pemindahan,
pengangkutan, Institusi Pembiayaan/Finansial, Peran serta masyarakat,
Hukum dan Peraturan
Pengelolaan limbah padat (sampah) terdapat 6 (enam) fungsi
elemen yaitu (1) timbulan sampah, (2) penanganan pada sumber, (3)
pengumpulan sampah dari sumbernya (4) pemisahan dan proses
pengolahan (5) pemindahan dan pengangkutan, (6) Pembuangan
(Tchobagnoglous: 1993)
Menurut Haryono (2004 ), untuk mengukur keberhasilan dalam
mencapai sasaran pengelolaan sampah dapat diukur dengan menghitung
melalui :
1. Perbandingan antara keterangkutan sampah dengan jumlah timbulan
yang dihasilkan oleh suatu kota berdasarkan kondisi wilayah dan
kepadatan penduduk.
2. Perbandingan antara daerah yang dilayani dengan luas daerah yang
seharusnya dilayani.
26
3. Jumlah penduduk yang dilayani harus diimbangi dengan ketersediaan
sarana dan prasarana, personil dan biaya yang dibutuhkan dalam
pengelolaan sampah.
Menurut Ismaria (1992), salah satu faktor penentu baik buruknya
operasi pengelolaan sampah adalah metode operasional yang
dipengaruhi oleh karakteristik komponen operasinya seperti kendaraan,
tenaga operasional serta faktor eksternal lainnya seperti kondisi fisik
wilayah operasi. Secara kuantitatif, efektifitas dan efisiensi operasi
pengelolaan sampah dapat diukur berdasarkan volume yang di tangani.
Bentuk peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah
meliputi peran serta pasif dan peran serta aktif yaitu :
1. Peran serta pasif
a. Sadar akan kebersihan terhadap lingkungan seperti tidak
membuang sampah di sembarang tempat dan penempatan
sampah pada pewadahan yang tertutup.
b. Sadar akan kewajiban membayar retribusi. Masyarakat menyadari
bahwa pengelolaan sampah memerlukan pembiayaan yang besar
dan diantaranya dibebankan kepada masyarakat melalui retribusi.
2. Peran serta aktif
a. Pengumpulan sampah dengan pola komunal, merupakan tindakan
nyata dalam membantu pekerjaan institusi pengelola kebersihan
27
b. Kontrol sosial, dengan saling mengingatkan sesama anggota
masyarakat seperti menegur rekan yang membuang sampah
disembarang tempat.
c. Ikut dalam kegiatan gotong royong untuk kebersihan lingkungan
d. Ikut serta dalam penyediaan sarana kebersihan seperti sarana TPS
(Irman, 2004).
Untuk menentukan kualitas operasional pelayanan didasarkan pada
kriteria penggunaan jenis peralatan, sampah terisolasi dari
lingkungan, frekuensi pelayanan, frekuensi penyapuan lebih sering,
estetika, tipe kota, variasi daerah layanan, pendapatan dari
retribusi, timbulan sampah musiman (SK SNI T-13- 1990 F).
Menurut JICA, peningkatan jumlah sampah di Indonesia
diperkirakan akan bertambah dalam tahun 2020 menjadi lima kali lipat.
Rata-rata produksi sampah tersebut diperkirakan meningkat dari 800 gram
per hari per kapita pada tahun 1995 dan menjadi 910 per hari per kapita
pada tahun 2000. Hal ini disebabkan bukan hanya karena pertambahan
jumlah penduduk tetapi juga karena meningkatnya jumlah timbulan
sampah per kapita yang disebabkan oleh perbaikan tingkat ekonomi dan
kesejahteraan. Sistem pengelolaan sampah dapat dilihat sebagai suatu
sistem dimana didalamnya terdapat komponen – komponen sub sistem
yang saling mendukung antara satu dengan yang lain saling berinteraksi
untuk mencapai tujuan, yaitu kota yang bersih, sehat dan teratur.
28
Keberhasilan dari teknik operasional dalam suatu sistem
pengelolaan sampah ditentukan oleh banyaknya sampah atau volume
sampah yang dapat diangkut ke tempat pembuangan akhir.
Adapun diagram alir pengelolaan persampahan dapat dilihat pada
diagram berikut :
Kegiatan Kegiatan
Pengumpulan Pengangkutan
Gambar 1. Diagram pengelolaan sampah
Sistem pengelolaan sampah dan kegiatan pengelolaan sampah
meliputi :
1. Pewadahan
Pewadahan adalah proses pertama kali penampungan sampah
sebelum dikumpulkan, dipindahkan, diangkut, dibuang ke Tempat
Pembuangan Sementara (TPS) atau ke Tempat Pembuangan Akhir
(TPA).
Tujuan proses pewadahan untuk :
a. Agar sampah tidak berserakan, sehingga lingkungan bersih, sehat
dan mempunyai nilai estetika yang baik.
b. Memudahkan pengangkutan ke tempat selanjutnya.
Menurut SK SNI T-13-1990-F, pewadahan sampah adalah cara
penampungan sampah sementara di masing-masing sumbernya.
PEWADAHAN TPA TPS
29
Untuk mencegah sampah berserakan yang akan memberikan kesan
kotor serta mempermudah proses kegiatan pengumpulan maka dari
sampah yang dihasilkan perlu disediakan tempat untuk
penyimpanan/penampungan sambil menunggu kegiatan
pengumpulan sampah. Namun pendekatan untuk perwadahan
sampah harus mendukung dan sesuai dengan persyaratan sistem
pengelolaan sampah di sumbernya, dan sesuai dengan persyaratan
sistem pengolahan dan pemanfaatan sampah kota yang
direncanakan.
Dalam rangka mendukung program pemilahan di sumbernya,
lembaga pengelola sampah kota perlu memberikan arahan
penggunakan sistem wadah yang memisahkan antara sampah
basah dengan sampah kering yang banyak mengandung material
yang dapat di daur ulang. Yang paling penting dalam membina
pewadahan adalah mendorong masyarakat untuk tertib membuang
sampah pada tempatnya serta tertib memilah sampah. (Cipta Karya,
1993).
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam kegiatan pewadahan
atau penampungan sampah (Tchobanoglous, 1993) adalah:
1. Jenis sarana pewadahan yang digunakan.
2. Lokasi penempatan sarana pewadahan.
3. Kesehatan dan keindahan lingkungan.
4. Metode pengumpulan yang digunakan.
30
Menurut SK SNI T-13-1990-F, persyaratan bahan untuk pewadahan
sampah adalah sebagai berikut:
1. Tidak mudah rusak dan kedap air kecuali kantong plastik atau
kertas.
2. Mudah untuk diperbaiki.
3. Ekonomis, mudah diperoleh/dibuat oleh masyarakat.
4. Mudah dan cepat dikosongkan.
Sedangkan penentuan ukuran volume ditentukan berdasarkan :
1. Jumlah penghuni tiap rumah.
2. Tingkat hidup masyarakat.
3. Frekuensi pengambilan/pengumpulan sampah.
4. Cara pengambilan sampah.
5. Sistem pelayanan (individual atau komunal).
Pola pewadahan sampah dapat dikategorikan menjadi 2 macam,
yaitu:
a. Pola Individual
Pola dimana wadah yang digunakan menampung sampah dari
masing – masing sumber sampah. Kriteria wadah yang
digunakan:
1. Mudah diambil.
2. Terletak dihalaman muka bangkitan sampah kecil (rumah
tangga).
31
3. Terletak dihalaman belakang bila bangkitan sampah besar
(rumah sakit, hotel, restoran dan lain – lain)
b. Pola Komunal
Pola dimana wadah sampah yang digunakan dapat menampung
sampah lebih dari satu sumber sampah. Kriteria wadah yang
digunakan harus:
1. Terletak di lokasi khusus
2. Tidak di tepi jalan protokol
3. Jarak terdekat dengan bangkitan sampah
4. Tidak mengganggu sarana umum
Penempatan, pengisian dan pengosongan wadah dibagi menjadi 3
kelompok berdasar pengguna wadah, yaitu:
1. Wadah untuk individul rumah tangga:
a. Wadah ditempatkan ditempat yang mudah dijangkau penghuni
dan petugas
b. Sampah dibuang ke dalam wadah oleh pemilik sumber sampah
c. Pengosongan wadah dilakukan oleh petugas
d. Wadah yang sudah kosong dikembalikan ke tempat semula
e. Secara periodik wadah dicuci atau dibersihkan
2. Wadah untuk komunal perkotaan
a. Wadah ditempatkan di depan tanpa mengganggu pejalan kaki
b. Sampah yang dibuang ke dalam wadah sebaiknya dalam
32
keadaan terbungkus plastik
c. Wadah komunal dikosongkan oleh petugas
3. Wadah untuk pejalan kaki
Wadah untuk pejalan kaki sebaiknya ditempatkan di tempat yang
strategis contohnya terminal, tempat rekreasi, daerah pertokoan
dan lain-lain.
Gambar 2. Sistem Tahapan pewadahan sampah
2. Pengumpulan
Pengumpulan sampah adalah proses penanganan sampah dengan
cara pengumpulan dari masing-masing sumber sampah untuk
diangkut ke tempat pembuangan sementara atau langsung ke
tempat pembuangan akhir tanpa melalui proses pemindahan. TPS
yang digunakan biasanya kontainer kapasitas 10 m³, 6 m³, 1 m³,
transfer depo, bak pasangan batu bata, drum bekas volume 200 liter,
33
dan lain-lain. TPS-TPS tersebut penempatannya disesuaikan dengan
kondisi lapangan yang ada (SK SNI T-13-1990-F).
Berbagai permasalahan pada kegiatan pengumpulan sampah antara
lain banyaknya timbunan sampah yang terkumpul tapi tidak
tertangani (diangkut/ditanam) sehingga pada saat sampah tersebut
menjadi terdekomposisi dan menimbulkan bau yang akan
mengganggu pernafasan dan mengundang lalat yang merupakan
pembawa dari berbagai jenis penyakit. Tempat sampah yang
memadai menjadi hal yang langka pada kawasan yang padat
penduduknya. Sungai dianggap merupakan salah satu tempat
pembuangan sampah yang paling mudah bagi masyarakat
perkotaan. Hal tersebut dilakukan tanpa memikirkan apa yang akan
terjadi kemudian.
Pola pengumpulan sampah terdiri dari :
1. Pola Individual Langsung, adalah cara pengumpulan sampah dari
rumah-rumah/ sumber sampah dan diangkut langsung ke tempat
pembuangan akhir tanpa melalui proses pemindahan. Pola
individual langsung dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Kondisi topografi bergelombang (rata-rata > 5%) sehingga alat
pengumpul non mesin sulit beroperasi.
b. Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu
pemakai jalan lainnya.
c. Kondisi dan jumlah alat memadai.
34
d. Jumlah timbulan sampah > 0,3 m³/hari
2. Pola Individual Tak Langsung, adalah cara pengumpulan sampah
dari masing-masing sumber sampah dibawa ke lokasi
pemindahan (menggunakan gerobak) untuk kemudian diangkut ke
tempat pembuangan akhir. Dengan persyaratan sebagai berikut :
a. Bagi daerah yang partisipasi masyarakatnya rendah.
b. Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia.
c. Alat pengumpul masih dapat menjangkau secara langsung.
d. Kondisi topografi relatif datar (rata-rata < 5%).
e. Kondisi lebar jalan dapat dilalui alat pengumpul.
f. Organisasi pengelola harus siap dengan sistem pengendalian.
3. Pola Komunal Langsung, adalah cara pengumpulan sampah dari
masing-masing titik wadah komunal dan diangkut langsung ke
tempat pembuangan akhir. Dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Bila alat angkut terbatas.
b. Bila kemampuan pengendalian personil dan peralatan relatif
rendah.
c. Alat pengumpul sulit menjangkau sumber-sumber sampah.
d. Peran serta masyarakat tinggi.
e. Wadah komunal mudah dijangkau alat pengangkut.
f. Untuk permukiman tidak teratur.
4. Pola Komunal Tak Langsung, adalah cara pengumpulan sampah
dari masing-masing titik wadah komunal dibawa ke lokasi
35
pemindahan (menggunakan gerobak) untuk kemudian diangkut ke
tempat pembuangan akhir. Dengan persyaratan sebagi berikut :
a. Peran serta masyarakat tinggi.
b. Penempatan wadah komunal mudah dicapai alat pengumpul.
c. Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia.
d. Kondisi topografi relatif datar (< 5%).
e. Lebar jalan/gang dapat dilalui alat pengumpul.
f. Organisasi pengelola harus ada.
Tata cara operasional pengumpulan harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
1. Ritasi 1-4 rit/hari.
2. Periodesasi 1 hari, 2 hari atau maksimal 3 hari tergantung kondisi
komposisi sampah (semakin besar prosentase sampah organik
maka periodisasi pelayanan maksimal sehari), kapasitas kerja,
desain peralatan dan kualitas pelayanan.
3. Mempunyai daerah pelayanan tertentu dan tetap.
4. Mempunyai petugas pelaksana yang tetap.
5. Pembebanan pekerjaan diusahakan merata dengan kriteria jumlah
sampah terangkut, jarak tempuh dan kondisi daerah.
Pengangkutan sampah umumnya dilakukan dengan menggunakan
gerobak atau truk sampah yang dikelola oleh kelompok masyarakat
maupun dinas kebersihan kota. Beberapa hal yang terjadi pada
pengangkutan sampah tersebut adalah ceceran sampah maupun
36
cairannya sepanjang rute pengangkutan, atau terhalangnya arus
transportasi akibat truk sampah yang digunakan. Pada daerah yang
padat penduduknya TPS sangat kecil dan cukup untuk menampung
sampah yang ditimbulkan.
Gambar 3. Sistem Tahapan Pengangkutan sampah
3. Pemindahan
Pemindahan sampah adalah tahap memindahkan sampah hasil
pengumpulan ke dalam alat pengangkut untuk di bawa ke tempat
pembuangan akhir (SK SNI T-13-1990-F). Operasi pemindahan dan
pengangkutan menjadi diperlukan apabila jarak angkut ke pusat
pemprosesan/TPA sangat jauh sehingga pengangkutan langsung
dari sumber ke TPA dinilai tidak ekonomis. Hal tersebut juga menjadi
37
penting bila tempat pemrosesan berada di tempat yang jauh dan
tidak dapat dijangkau langsung.
Tempat penampungan/pembuangan sementara (TPS) merupakan
istilah yang lebih popular bagi sarana pemindahan dibandingkan
dengan istilah transfer depo. Persyaratan TPS/transfer depo yang
ramah lingkungan adalah :
a. Bentuk fisiknya tertutup dan terawat.
b. TPS dapat berupa pool gerobak atau pool container.
c. Sampah tidak berserakan dan bertumpuk diluar TPS/kontainer.
Untuk menjamin terkontrolnya kebersihan lingkungan di sekitar TPS,
hal-hal yang perlu dilakukan dan diperhatikan adalah :
1. Peran masyarakat tinggi.
2. TPS ditempatkan pada lokasi yang mudah bagi sarana pengumpul
dan pengangkutan untuk masuk dan keluar, tidak mengganggu
pemakai jalan atau sarana umum lainnya.
3. Pengangkutan sampah terjadwal, sehingga waktu kedatangan
gerobak dengan waktu kedatangan truk dapat disesuaikan.
4. Periodisasi pengangkutan 1 hari, 2 hari atau maksimal 3 hari
sekali.
5. Semua sampah terangkut pada proses pengangkutan.
Menurut SK SNI T-13-1990-F, tipe pemindahan sampah
menggunakan tranfer depo antara lain menggunakan Tranfer tipe I
dengan luas lebih dari 200 m² yang merupakan tempat peralatan
38
pengumpul dan pengangkutan sebelum pemindahan serta sebagi
kantor dan bengkel sederhana , tranfer tipe II dengan 40 Luas 60-
200 m²2 yang merupakan tempat pertemuan peralatan pengumpul
dan pengangkutan sebelum tempat pemindahan dan merupakan
tempat parkir Gerobak atau becak sampah. Tranfer tipe III dengan
luas 10-20 m² yang merupakan tempat pertemuan gerobak dan
kontainer (6-10 m³) serta merupakan lokasi penempatan kontainer
komunal (1–10 m³).
Gambar 4. Jenis Tahapan pemindahan sampah
4. Pengangkutan
Pengangkutan sampah adalah tahap membawa sampah dari lokasi
pemindahan atau langsung dari sumber sampah menuju ke tempat
pembuangan akhir (SK SNI T-13-1990-F) . Untuk mengangkut
sampah dari tempat penampungan sementara (TPS) ke tempat
39
pembuangan akhir sampah (TPA), digunakan truk jenis Dump Truck,
Arm Roll Truck, dan jenis Compactor Truck. Frekuensi pengangkutan
dapat bervariasi yaitu untuk daerah-daerah menengah ke atas lebih
sering dibandingkan dengan daerah lainnya, misalnya 2 kali sehari,
sedangkan untuk kawasan lainnya 1 kali sehari . Namun demikian
hendaknya perlu dipahami apabila kurang dari 1 kali sehari menjadi
tidak baik karena sampah yang tinggal lebih dari 1 hari dapat
mengalami proses pembusukan sehingga menimbulkan bau yang
tidak sedap. Pola pengangkutan berdasarkan sistem pengumpulan
sampah, yaitu sebagai berikut:
a. Pengangkutan pada pengumpulan dengan metode individual
langsung
Dalam menggunakan pola ini, kendaraan yang digunakan untuk
pengumpulan langsung digunakan sebagai pengangkut sampah
menuju ke TPA dimana kendaraan dari pool langsung menuju ke
titik pengumpulan (sumber sampah) dan setelah kendaraan penuh
kendaraan langsung menuju ke TPA (dalam satu ritasi). Setelah
dari TPA kendaraan kembali ketitik pengumpulan semula untuk
ritasi berikutnya kemudian setelah penuh kendaraan kembali ke
TPA untuk membuang sampah demikian seterusnya dan akhirnya
dari TPA kendaraan kembali ke pool.
Pool Pengumpulan TPA
40
Gambar 5. Diagram alir pola pengangkutan individual
1. Untuk pengumpulan sampah yang dilakukan berdasarkan sistem
pemindahan (Transfer depo).
a. Kendaraan angkutan keluar dari pool langsung menuju ke
lokasi pemindahan untuk mengangkut sampah langsung ke
TPA.
b. Dari TPA kendaraan tersebut kembali ke Transfer Depo untuk
pengambilan rit berikutnya.
2. Pengumpulan sampah sistim kontainer dilakukan untuk
pembuangan sementara tidak tetap atau dapat dipindahkan,
dengan pola pengangkutannya :
a. Sistem Pengosongan Kontainer Cara I
1) Kendaraan dari pool membawa kontainer kosong menuju
kontainer isi pertama untuk mengangkut sampah ke TPA
2) Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula .
3) Menuju kontainer isi berikutnya untuk diangkut ke TPA,
demikian seterusnya hingga ritasi berakhir dan kendaraan
kembali ke pool.
Isi Kosong
41
Gambar 6. Diagram alir pengangkutan sistem konteiner cara 1
b. Sistem Pengosongan Kontainer Cara II
1) Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk
mengangkut sampah ke TPA.
2) Dari TPA kendaraan tersebut dengan kontainer kosong
menuju ke lokasi kedua untuk menurunkan kontainer kosong
dan membawa kontainer isi untuk diangkut ke TPA, demikian
seterusnya.
3) ada rit terakhir kontainer kosong dari TPA menuju ke lokasi
kontainer pertama.
Isi Kosong
Ke lokasi konteiner
Gambar 7. Diagram alir pengangkutan sistem konteiner cara 2
c. Sistem Pengosongan Kontainer Cara III
1) Kendaraan dari pool membawa kontainer kosong menuju
kontainer isi untuk mengganti/mengambil dan langsung
dibuang ke TPA.
Pool Pool TPA
Pool TPA
42
2) Kendaraan dengan membawa kontainer kosong dari TPA
menuju ke lokasi kontainer berikutnya, demikian seterusnya
hingga rit berakhir.
Kosong isi
Gambar 8. Diagram alir pengangkutan sistem konteiner cara 3
d. Sistem Kontainer Tetap, biasanya untuk container kecil serta
alat angkut berupa truk kompaktor dengan proses sebagai
berikut:
1) Kendaraan dari pool menuju kontainer pertama, sampah
dituangkan ke dalam truk kompaktor dan meletakkannya
container yang kosong.;
2) Kendaraan menuju kontainer berikutnya sehingga truk
penuh, untuk kemudian langsung ke TPA.
3) Demikian seterusnya hingga rit terakhir.
Frekuensi pengangkutan perlu ditetapkan dengan teratur, disamping
untuk memberikan gambaran kualitas pelayanan, juga untuk
menetapkan jumlah kebutuhan tenaga dan peralatan, sehingga biaya
Pool Pool
TPA
43
operasi dapat diperkirakan. Frekuensi pelayanan yang teratur akan
memudahkan bagi para petugas untuk melaksanakan kegiatannya.
Frekuensi pelayanan dapat dilakukan 3 hari sekali atau maksimal 2
kali seminggu. Meskipun pelayanan yang lebih sering dilakukan
adalah baik, namun biaya operasional akan menjadi lebih tinggi
sehingga frekuensi pelayanan harus diambil yang optimum dengan
memperhatikan kemampuan memberikan pelayanan, jumlah volume
sampah, dan komposisi sampah (Irman, 2002).
Perencanaan frekuensi pengangkutan sampah dapat bervariasi
tergantung kebutuhan misalnya satu sampai dua hari sekali dan
maksimal tiga hari sekali, tergantung dari komposisi sampah yang
dihasilkan dimana semakin besar prosentase sampah organik
semakin kecil periodesasi pengangkutan. Hal ini dikarenakan
sampah organik lebih cepat membusuk sehingga dapat
menimbulkan gangguan lingkungan di sekitar TPS. Makin sering
frekuensi pengangkutan maka semakin baik, namun biasanya biaya
operasinya akan lebih mahal. Penentuan frekuensi pengangkutan
juga akan bergantung dari jumlah timbulan sampah dengan
kapasitas truk pengangkut yang melayani (Tchobanoglous,1993)
Banyaknya sampah yang harus diangkut akan memerlukan banyak
truk pengangkut, dengan keterbatasan jumlah truk yang dimiliki dinas
Cipta Karya dan Tata Ruang, ritasi truk pengangkut menjadi lebih
tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan biaya perawatan truk
44
pengangkut akan meningkat dan masa pakai kendaraan pengangkut
akan semakin pendek. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah
waktu tempuh ke TPA, jarak tempuh dan kondisi jalan yang kurang
memadai menyebabkan waktu tempuh menjadi lama.
Menurut SK SNI T-12-1991-03, setiap 2.000 rumah dibutuhkan alat
pengumpul yang berupa gerobak sampah atau becak sampah
sebanyak 16 buah, 1 truck sampah atau arm roll truck dengan 3
kontainer sebanyak 1 unit, kebutuhan transfer depo sebanyak 1 unit.
Gambar 9. Peralatan pengangkutan yang sering digunakan
5. Pengolahan
Menurut SK SNI T-133-1990-F, pengolahan sampah adalah suatu
upaya untuk mengurangi volume sampah dari lokasi pemindahan
atau langsung dari sumber sampah menuju ke tempat pembuangan
45
akhir. Teknik-teknik pengolahan sampah dapat berupa
pengomposan, pembakaran, daur ulang dan pemadatan.
Gambar 10. Teknik Pengolahan Sampah
6. Pembuangan Akhir Sampah
Pembuangan akhir sampah adalah tempat untuk mengkarantina
(menyingkirkan) sampah kota sehingga aman. Tempat pembuangan
akhir sampah merupakan terminal terakhir dari proses pewadahan,
pengumpulan, pengangkutan yang diproses lebih lanjut dengan
pemusnahan. Dalam pemusnahan dikenal berbagai metode antara
lain adalah landfill. Landfill merupakan fasilitas fisik yang digunakan
untuk residu buangan padat di permukaan tanah, cara pengolahan
sampah sistem landfill tersebut diantaranya :
Pengumpulan
Pemindahan
Bangkitan Sampah
Pemilahan, pewadahan dan pengolahan di sumber
Pemilahan dan Pengolahan
Pembuangan Akhir
Pengangkutan
46
a. Lahan urugan terbuka atau open dumping (tidak dianjurkan)
merupakan sistem yang tertua yang dikenal manusia dalam
sistem pembuangan sampah, dimana sampah hanya dibuang
atau ditimbun di suatu tempat tanpa dilakukan penutupan dengan
tanah sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap
lingkungan seperti perkembangan vektor penyakit, bau,
pencemaran air permukaan dan air tanah, dan rentan terhadap
bahaya kebakaran.
b. Lahan urugan terkendali atau Controlled Landfill yaitu lahan urug
terbuka sementara dengan selalu dikompaksi tiap tebal lapisan
sampah setebal 60 cm dan diurug dengan lapisan tanah kedap
air (10-20 cm) dalam tiap periode 7 hari atau setelah mencapai
tahap tertentu.
Gambar 11. Pengolahan sampah pola controlled landfill
47
Dalam pelaksanaan pola controolled landfill dibutuhkan fasilitas
antara lain :
1. Saluran drainase untuk mengendalikan aliran lindi
2. Saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan
3. Pos pengendalian operasional
4. Fasilitas pengendalian gas metan
5. Alat berat
c. Lahan urugan penyehatan atau Sanitary Landfill yaitu caranya
hampir sama dengan di atas, hanya dilengkapi dengan sarana dan
prasarana pengendalian drainase, dan pengolahan leachate (air
luruhan sampah) serta proses pemilahan sampah yang tidak bisa
diolah dengan sistem controlled landfill seperti plastik dan
sejenisnya. Disamping itu perlu juga dilengkapi sarana pengendalian
pembuangan gas yang ditimbulkan oleh fermentasi dari sampah
(Irman, 2003).
Gambar 12. Pengolahan sampah pola sanitary landfill
48
Semakin banyaknya volume sampah yang dibuang akan
memerlukan TPA yang lebih luas. Sebagai konsekuensinya
diperlukan tanah yang luas sebagai tempat pembuangan dan tanah
penimbun sampah di TPA. Para ahli lingkungan merekomendasikan
agar pengelolaan TPA menggunakan sistem sanitary landfill, namun
demikian dari sekian banyak TPA yang ada, umumnya
menggunakan sistem open dumping atau conttrolled dumping. Baru
sedikit kota yang telah menerapkan sistem sanitary landfill.
Penanganan TPA yang tidak bijaksana tersebut menyebabkan
terjadinya kerusakan lingkungan karena bau yang ditimbulkan dari
sampah yang terdekomposisi, selain itu tanah maupun air
permukaan dan air bawah tanah terkontaminasi oleh cairan lindi
yang timbul karena TPA tidak dilengkapi dengan kolam pengolah
lindi.
F. Prasarana Persampahan
Dalam Undang – undang No. 1 Tahun 2011, tentang perumahan dan
kawasan permukiman, memberi pengertian bahwa prasarana adalah
kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar
tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman dan
nyaman.
49
Prasarana persampahan adalah semua peralatan dan bangunan
penunjangnya yang berfungsi dalam pengelolaan sampah mulai dari
sumber timbulan sampah sampai pengolahan akhir.
Menurut Kodoatie (2003), infrastruktur dikatakan merupakan
pendukung utama fungsi – fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat, maka infrastruktur secara lebih jelas
merupakan fasilitas-fasilitas dan struktur-struktur fisik yang dibangun guna
berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi menunjuk pada suatu
keberlangsungan dan keberlanjutan aktivitas masyarakat dimana
infrastruktur fisik mewadahi interaksi antara aktivitas manusia dengan
lingkungannya.
Beberapa panduan praktis untuk pengumpulan sampah rumah
tangga dikemukakan dibawah ini :
1. Kantong plastik
Kantong plastik dengan kapasitas antara 7 hingga 10 liter, yang
mampu menyimpan timbulan sampah dari satu keluarga dengan 6
anggota keluarga dengan sistem pengumpulan harian. Kantong
plastik sebaiknya digunakan sebagai wadah sampah yang mudah
membusuk. Kantong ini dan isinya dibuang sekaligus ke tempat
penampungan sementara setiap hari. Keuntungan kantong plastik
adalah ringan, isinya tidak banyak sehingga membuangnya mudag
dan dapat dilakukan setiap hari, serta dapat diikat secara rapat agar
tidak menimbulkan bau. Di negara – negara maju ukuran kantong
50
plastik yang digunakan telah standar, karena telah dikombinasikan
dengan kaki logam yang dapat menopang kantong plastik untuk
berdiri, dengan mulut kantong yang terbuka lebar. Ukuran kantong
tersebut kira-kira panjang 70 cm, lebar 50 cm dan dapat menampung
sampah 20 – 30 kg. Kantong plastik ini cukup kuat, umumnya
berwarna gelap.
2. Keranjang sampah plastik
Wadah ini sebetulnya bersifat praktis, akan tetapi hanya dapat
berfungsi baik untuk mengumpulkan bahan kering seperti kertas,
kaca, gelas, kayu dan sebagainya. Seandainya juga akan digunakan
untuk tempat mengumpulkan sampah basah (organik), maka bagian
dalamnya dialasi kantong plastik. Sampah dengan demikian masuk
dalam kantong plastik, tanpa mengotori keranjang plastiknya.
Kantong plastik tersebut kemudian diikat dan diangkut ketempat
penampungan sampah sementara.
3. Tong sampah
Wadah ini mempunyai sifat tahan lama, namun kurang praktis, berat
dan biasa bersifat stasioner karena ditanam ditanah. Tong sampah
biasanya terbuat dari potongan bekas drum. Sebaiknya sampah
yang dibuang disini adalah kertas dan karton yang dapat dibakar,
Karena tong kuat dari api. Tetapi bila tong disimpan dalam rumah
sebaiknya tidak dilakukan proses pembakaran, karena asap dan
debunya sangat mengganggu. Hal lain lagi, sebaiknya tong tidak
51
ditempatkan secara terbuka, karena akan mudah terkena hujan dan
bau busuknya menyebar, selain itu dikerubuti lalat, anjing dan
kucing.
4. Bak sampah
Wadah ini bersifat sangat tahan lama, tahan api, dapat dirancang
bangun sebaik mungkin, akan tetapi stasioner. Hampir sama
fungsinya dengan tong sampah, harus ditutup dan sebaiknya tidak
ditempatkan di atas parit depan rumah untuk menghindari banjir.
Untuk perumahan dengan luas pekarangan yang sempit dan padat
penduduknya, wadah ini sifatnya kurang tepat. Untuk keluarga
dengan jumlah anggota yang banyak harus diusahakan membuang
sampah diluar rumah. Sampah juga tidak boleh dibuang tanpa
bungkus karena akan menyulitkan pembuangannya.
G. Pelayanan Sampah
Menurut P3KT dalam Waluyo (2003), kriteria untuk menentukan
pelayanan sampah adalah sebagai berikut :
1. Daerah permukiman
a. Daerah dengan tingkat kepadatan > 150 jiwa/ha memerlukan
tingkat layanan 100 %.
b. Daerah dengan kepadatan penduduk 100 – 150 jiwa/ha
memerlukan tingkat layanan 75 %.
52
c. Daerah dengan tingkat kepadatan penduduk 50-100 ha/jiwa
memerlukan tingkat layanan 50 %.
2. Daerah komersial pada umumnya sampah dengan tingkat layanan
80 %.
3. Jalan protokol dan taman memiliki tingkat layanan 100 %.
4. Pasar harus memiliki tingkat pelayanan 100 %.
Menurut SK-SNI T-13-1990-F, tolok ukur menentukan skala
prioritas pelayanan pengelolaan sampah harus mempertimbangkan
kerawanan sanitasi dan potensi ekonominya. Sebagai contoh untuk
lingkungan kumuh, perumahan tidak teratur ataupun permukiman
pinggiran sungai yang memiliki kerawanan sanitasi tinggi.
Menurut Rinaldi Mirsa (2011) sesuai MDGS bahwa target
pelayanan persampahan sampai pada tahun 2015 adalah reduksi
setengahnya dari presentase yang belum dilayani sehingga presentase
pelayanan sampai dengan tahun 2015 adalah tergantung dari tingkat
pelayanan yang telah ada, serta terkait juga dengan perubahan pola dan
kebiasaan masyarakat dalam memahami pengelolaan dan pemanfaatan
sampah yang timbul.
H. Penanganan Sampah
Banyak cara yang dapat digunakan untuk menanggulangi penumpukan
sampah dan salah satunya dengan menggunakan prinsip 4R, yaitu :
53
1. Reduce (Mengurangi)
Sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material yang kita
pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin
banyak sampah yang dihasilkan.
2. Reuse (Memakai kembali)
Pilihlah barang – barang yang bisa dipakai kembali. Hindari
pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai,buang). Hal
ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia
menjadi sampah.
3. Recycle (Mendaur kembali)
Barang – barang yang sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang.
Tidak semua barang bisa didaur ulang.
4. Replace (Mengganti)
Gantilah barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan
barang yang lebih tahan lama, misalnya ganti kantong plastik kita
dengan keranjang bila berbelanja dan jangan menggunakan
styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa didegradasi secara
alami.
I. Kerangka Pikir
Persampahan merupakan isu penting dalam masalah lingkungan
perkotaan yang dihadapi sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk
54
dan peningkatan aktivitas pembangunan. Peningkatan volume sampah
berkembang secara eksponensial yang belum dibarengi dengan
peningkatan pendapatan Pemerintah Daerah yang sepadan untuk
pengelolaan sampah kota. Hal lain berkaitan dengan semakin sulit dan
mahalnya untuk mendapatkan lokasi TPA sampah, juga letaknya yang
semakin jauh telah memperpanjang transportasi dan meningkatkan biaya
pengangkutannya.
Sampah padat, salah satu jenis sampah, merupakan material yang
terus menerus meningkat dan dibuang oleh masyarakat. Sampah adalah
segala bentuk limbah yang ditimbulkan dari kegiatan manusia maupun
binatang yang biasanya berbentuk padat dan secara umum sudah
dibuang, tidak bermanfaat atau tidak dibutuhkan lagi (Theisen, 1997).
Timbulan sampah tidak dapat dihentikan, akan tetapi harus
dikelola, dikurangi atau diminimalisasi secara baik. Pembiayaan dalam
pengelolaan sampah harus secara efektif dikelola oleh Pemerintah
Daerah. Karena pada umumnya, pengelolaan sampah memerlukan
anggaran/biaya yang besar, terutama untuk biaya teknik operasional dari
pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan sampai di tempat
pembuangan akhir.
Analisis kebutuhan prasarana persampahan sangat penting
dilakukan mengingat Kota Luwuk mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang sangat pesat, sehingga membutuhkan penanganan
dan pengelolaan sampah yang optimal, salah satunya adalah prasarana
55
yang memadai. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kerangka Pikir
berikut ini :
Gambar 13. Kerangka Pikir
Persoalan sampah di Kota Luwuk disebabkan oleh : - Pertumbuhan penduduk yang
meningkat
- Perekonomian yang
meningkat
- Laju Produksi Sampah Yang
meningkat tidak diiringi
peningkatan prasarana
persampahan
Masalah persampahan di kota Luwuk menyebabkan: - Sampah yang tidak
tertampung berserakan di
sekitar TPS
- Pengangkutan sampah yang
dilakukan tidak setiap hari
menyebabkan bau busuk
- Lahan TPA yang tidak layak
Pemenuhan prasarana sampah yang meliputi : - Lahan TPS
- Alat angkut
- Pola pengangkutan
- Lahan TPA
Existing Prasarana Persampahan di Kota Luwuk : - Jumlah Prasarana yang masih
terbatas
- Pola Pengangkutan sampah masih
belum memadai
- Lahan TPA yang sudah hampir
melebihi kapasitas tampung
Kebutuhan Prasarana Persampahan di kota Luwuk 10 tahun ke depan : - Lahan TPS
- Alat Angkut
- Pola Pengangkutan
- Lahan TPA
56
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan
kuantitatif yang berkaitan dengan pengumpulan data untuk memberikan gambaran
atau penegasan suatu konsep atau suatu gejala, juga menjawab pertanyaan-
pertanyaan sehubungan dengan status subjek penelitian. Penelitian deskriptif
memiliki metode yang mengarah pada studi komparatif yaitu membandingkan
persamaan dan perbedaan gejala-gejala tertentu, studi kuantitatif yang mengukur
dan menampilkan fakta melalui teknik survey, kuesioner, wawancara dan lain-lain
serta bisa juga menjadi sebuah study korelasional satu unsur dengan unsur
lainnya.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian yang penulis laksanakan dalam waktu 2 bulan, Bulan mei – juli
2013 mulai dari seminar usulan penelitian sampai menyelesaikan laporan
tesis.
56
57
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian pada kawasan permukiman kota Kecamatan Luwuk yang
terdiri dari: Kelurahan Tanjung Tuwis, Kelurahan Tombang Permai,
Kelurahan Maahas, Kelurahan Kompo, Kelurahan Jole, Kelurahan
Simpong, Kelurahan Hanga-hanga, Kelurahan Karaton, Kelurahan Luwuk,
Kelurahan Soho, dan Kelurahan Bungin. Adapun lokasi penelitian dapat
dilihat pada gambar 14 dan gambar 15 berikut ini :
Gambar 14. Peta Administrasi Kabupaten Banggai
(Sumber Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Banggai)
Lokasi
Peneliti
anan
58
A.
B. Gambar 15. Peta lokasi penelitian
(Sumber Foto satelit)
Gambar 16. Sampah yang dibuang dialiran sungai dan laut
Lokasi
Penelitian
an
59
Sumber : Dokumentasi pribadi Pemilihan lokasi ini atas dasar pertimbangan bahwa penduduk di daerah ini
padat dan pemenuhan prasarana sampah yang ada belum memenuhi tingkat
layanan sehingga kadang kala masyarakat terpaksa harus membuang
sampah di aliran sungai maupun laut, hal ini dapat menimbulkan dampak
terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat, seperti terlihat dalam gambar
16.
C. Jenis dan Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder.
1. Data Primer
Data primer adalah data yang dihimpun langsung dan diperoleh dari hasil
survei terhadap kondisi eksisting prasarana persampahan yang tersedia,
sistem yang dipakai dalam pengelolaan sampah dan luasan prasarana
persampahan yang ada
Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung
melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan pegawai Disciktar dan
masyarakat.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh melalui studi dokumen terhadap literatur, peraturan
pemerintah, kebijakan pemerintah dan berbagai sumber tertulis lainnya
60
,antara lain adalah data kependudukan, peta administrasi, plot peta prasarana
persampahan, jumlah dan prasarana pengelolaan sampah.
Data sekunder dalam penelitian ini berasal dari data yang diperoleh dari
laporan kegiatan dari dinas terkait yaitu Disciktar dan BPS.
Kebutuhan data primer dan data sekunder dapat dilihat pada tabel 2 berikut
:
Tabel 2 . Kebutuhan Data Primer dan Data Sekunder
N
o Tujuan Penelitian Kebutuhan Data
Sumber/
Jenis Data
Teknik
Pengumpulan
Data
Metode
Analisis
1.
Analisis Tingkat
kebutuhanPrasarana
Persampahan
- Lahan TPS - Alat Angkut - Lahan TPA - Waktu/rute/sistem
pengangkutan
- Data Disciktar
- Data Disciktar
- Data Disciktar
- Pengamatan
- Wawancara
dengan Pegawai
Disciktar
- Observasi
Analisis
Deskriptif
2. Merumuskan
Arahan
Pengembangan
Prasarana
Persampahan
- Proyeksi Jumlah Penduduk
- Proyeksi jumlah Lahan TPS
- Proyeksi Jumlah Truk Sampah dan sistem pengangkutan
- Proyeksi luasan Lahan TPA
- Pemilihan sistem pengangkutan
- Data penduduk
BPS
- Analisis jumlah
lahan TPS
- Analisis Jumlah
Truk
pengangkutan
- Analisis Luasan
lahan TPA
- pembandingan
sistem
pengangkutan
Skala pelayanan
SNI -03-3241-
1994
Analisis
Standar
Pelayanan
D. Analisis Data
Tahapan analisis dan pembahasan untuk merencanakan kebutuhan
prasarana persampahan sampai 10 tahun ke depan. Adapun tahapan
yang dilakukan:
61
1. Proyeksi penduduk dengan memilih salah satu dari 3 metode
(Aritmatik, Geometrik dan Least Square) sampai 10 tahun ke depan.
2. Menganalisis kebutuhan TPS beserta kontainer (memakai metode
SNI).
3. Menganalisis kebutuhan alat angkut .
4. Menganalisis pola pengangkutan dalam hal ini menghitung ritasi alat
angkut yang ada (memakai metode SNI).
5. Menganalisis ketersediaan lahan TPA yang ada (memakai metode
SNI).
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan berhadapan secara langsung dengan yang
diwawancarai tetapi dapat juga diberikan daftar pertanyaan dahulu
untuk dijawab pada kesempatan lain. Wawancara merupakan alat re-
cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang
diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara yang digunakan dalam
penelitian kuantitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara
mendalam (in-depth interview) adalah proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dan cara tanya jawab sambil
bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang
62
yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman
wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam
kehidupan sosial yang relatif lama (Noor, 2011).
Wawancara yang peneliti lakukan yaitu melakukan tanya jawab
langsung dengan pegawai DISCIKTAR.
2. Observasi dilapangan.
3. Dokumentasi berupa foto yang diambil langsung dilokasi penelitian.
63
F. Variabel Penelitian
Tabel 3. Variabel penelitian
Tujuan Variabel Sub Variabel Parameter Analisis Sumber Data
Menelaah ketersediaan
prasarana untuk sampah
domestik dan komersil
Menguraikan arahan
pengembangan prasarana
persampahan untuk
sampah domestik dan
komersil untuk 10 tahun
ke depan
Jumlah prasarana sampah
Pola pengangkutan
Jumlah penduduk
Jumlah timbulan
Sampah
Jumlah kebutuhan prasarana sampah
Pola pengangkutan sampah yang efisien
TPS
Alat Angkut
Lahan TPA
Pola pengangkutan
Proyeksi jumlah penduduk
10 tahun ke depan
Proyeksi jumlah timbulan
sampah 10 tahun ke depan
Proyeksi jumlah kebutuhan
prasarana sampah 10 tahun
kedepan
- Jenis TPS
- Jumlah TPS
- Kapasitas TPS
- Jumlah alat angkut
- Kapasitas alat angkut
- Keadaan fisik alat angkut
- Jarak Lahan TPA
- Kapasitas Lahan TPA
- Membandingkan dengan pola
yang ada saat ini.
- Menghitung ritasi alat angkut.
- Hasil analisis proyeksi jumlah
penduduk
- Hasil analisis jumlah timbulan
sampah
- Hasil analisis jumlah
kebutuhan prasarana sampah
- Hasil perbandingan pola yang
ada
Analisis kebutuhan TPS
Analisis kebutuhan alat
angkut
Analisis kebutuhan lahan
TPA
Analisis pola
pengangkutan
Observasi
Disciktar
BPS
Observasi
64
G. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan bagian yang mendefinisikan sebuah konsep
atau variabel agar dapat diukur, dengan cara melihat pada dimensi (indikator) dari
suatu konsep atau variabel (Noor, 2011).
Defenisi operasional dimaksudkan sebagai upaya untuk mempermudah
mendefenisikan suatu pengertian yang berkaitan dengan topik penelitian. Terdapat
beberapa istilah yang berkaitan dengan topik penelitian ini:
1. Jumlah prasarana persampahan adalah banyaknya semua peralatan
dan bangunan penunjangnya yang berfungsi dalam pengelolaan
sampah mulai dari sumber timbulan sampah sampai pengolahan
akhir. Yang dinyatakan dalam satuan buah.
a. TPS adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat
pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan
sampah terpadu. Yang dinyatakan dalam satuan buah.
b. Alat angkut adalah sesuatu yang digunakan untuk membawa
muatan dari satu tempat ke tempat lain. Yang dinyatakan dalam
satuan unit.
c. Lahan TPA adalah tempat untuk memproses dan mengembalikan
sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan
lingkungan. Yang dinyatakan dalam satuan Hektare (Ha).
65
2. Pola pengangkutan adalah cara tahapan membawa sampah dari
lokasi pemindahan atau langsung dari sumber sampah menuju ke
tempat pembuangan akhir. Yang dinyatakan dalam satuan ritasi.
3. Jumlah penduduk adalah suatu yang menunjukkan kepadatan atau
banyaknya orang pada suatu wilayah
- Proyeksi jumlah penduduk adalah untuk mengetahui
perkembangan jumlah penduduk dimasa yang akan datang,
berdasarkan data yang telah ada. Yang dinyatakan daalam satuan
jiwa.
4. Jumlah timbulan sampah adalah banyaknya sampah yang
dihasilkan selama setahun dinyatakan dalam meter kubik.
- Proyeksi jumlah timbulan sampah adalah untuk mengetahui
perkembangan jumlah timbulan sampah dimasa yang akan datang.
Yang dinyatakan dalam satuan meter kubik.
5. Jumlah kebutuhan prasarana sampah adalah banyaknya prasarana
sampah yang dibutuhkan. Yang dinyatakan dalam satuan buah.
- Proyeksi jumlah kebutuhan prasarana sampah adalah untuk
mengetahui jumlah kebutuhan prasarana sampah dimasa yang
akan datang. Yang dinyatakan dalam satuan buah.
6. Daya tampung TPS adalah daya tampung seluruh TPS yang ada di
masing-masing kelurahan, dinyatakan dalam satuan kubik.
66
7. Pengangkutan sampah adalah tahap membawa sampah dari lokasi
pemindahan atau langsung dari sumber sampah menuju ke tempat
pembuangan akhir.
8. Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk dibagi luas
wilayah(km²), diukur dalam jiwa/km².
Peta lokasi pelayanan sampah di Kota Luwuk dapat dilihat pada gambar 17.
67
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Letak wilayah penelitian berada di Kota Luwuk yang merupakan Ibukota
Kabupaten Banggai. Kota Luwuk berada pada wilayah Kecamatan Luwuk
Kabupaten Banggai yang termasuk dalam wilayah Propinsi Sulawesi Tengah yang
terletak diujung timur Pulau Sulawesi seperti terlihat pada gambar 18 .
Gambar 18. Propinsi Sulawesi Tengah
(Sumber Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Banggai)
67
68
Adapun keadaan geografi, hidrologi, klimatologi, topografi dan demografi
dari Kota Luwuk sebagai berikut :
1. Geografi
Letak geografi Kota Luwuk berada pada posisi 0º30’ - 2º20’ Lintang
Selatan dan 112º. 23’ -124º20’ Bujur Timur. Kota Luwuk memiliki luas
wilayah seluas 514,80 km² atau 51,840 ha, 5,63 % wilayah Kabupaten
Banggai yang berbatasan dengan sebelah Utara berbatasan dengan wilayah
Kecamatan Pagimana, sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kecamatan
Pagimana dan Kecamatan Kintom, sebelah Selatan berbatasan dengan
wilayah Kecamatan Kintom dan Selat Peling, sebelah timur berbatasan
dengan wilayah Kecamatan Luwuk Timur yang terdiri dari 23 kelurahan,
14 desa (BPS Banggai 2012).
2. Hidrologi dan Klimatologi
Kota Luwuk terletak dikaki perbukitan yang memanjang dari selatan, barat
daya dan timur laut. Keadaan morfologi pada dataran yang sempit serta
jarak dari perbukitan ke pantai yang relatif dekat yang menyebabkan pola
sungai melebar dan pendek.
Berdasarkan keadaan cuaca serta curah hujan, Kota Luwuk termasuk daerah
yang beriklim sedang hingga tropis. Suhu udara rata-rata 27,6ºC yang
berkisar antara 25,9ºC pada Bulan Juli dan 28,9ºC pada Bulan Nopember.
Tempat-tempat yang letaknya berdekatan dengan pantai mempunyai suhu
udara rata-rata sebesar 79,7 persen yang bervariasi antara 76 persen pada
Bulan Oktober dan 83 persen pada Bulan Juni, sedangkan rata-rata
69
kecepatan angin sebesar 5 knot. Sebagian besar kelurahan/desa di
Kecamatan Luwuk merupakan Kelurahan/desa pesisir yang jumlahnya
mencapai 24 kelurahan/desa.
Musim hujan tahunan berlangsung dari Bulan Oktober sampai dengan Bulan
April dimana curah hujan tertinggi terjadi pada bulan april 77,9 mm/hari
dan musim kemarau berlangsung dari Bulan April sampai dengan Bulan
Oktober dimana curah hujan terendah pada Bulan Agustus sebesar 24
mm/hari (BPS Banggai 2012).
3. Topografi
Wilayah Kota Luwuk memiliki dataran rendah yang terletak pada
bagian selatan, sedangkan pada bagian utara dataran tinggi dan
bergunung dimana ketinggian dari permukaan air laut berkisar antara
500 m sampai dengan 700 m (BPS Banggai 2012).
4. Demografi
Penduduk di Kecamatan Luwuk pada akhir tahun 2011 tercatat
sejumlah 75.271 jiwa dengan luas wilayah 518,40 km² dengan
kepadatan penduduk sebesar 145,20 penduduk/km², dapat dilihat
pada tabel 4.
70
Tabel 4. Luas wilayah, Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk menurut
desa/kelurahan diKecamatan Luwuk tahun 2007-2011
No Desa/Kelurahan Jumlah
Penduduk
Luas Wilayah (Km²)
Kepadatan Penduduk (jiwa/km²)
1 2 3 4 5
01 Nambo Padang 619 15,50 39,94 02 Nambo
Lempekdapat kita liat
780 8,30 93,98
03 Koyoan 643 18,50 34,76
04 Bubung 857 60,00 14,28
05 Maahas 3.134 9,50 329,89
06 Simpong 4.580 0,60 7.633,33
07 Hanga-Hanga 3.176 4,90 648,16
08 Tontouan 1.886 25,60 73,67
09 Luwuk 7.897 2,30 3.433,48
10 Baru 3.016 1,12 2.692,86
11 Soho 2.674 1,18 2.266,10
12 Bungin 4.023 4,50 894,00
13 Lumpoknyo 1.336 30,70 43,52
14 Kilongan 3.381 6,60 512,27
15 Bumi Beringin 528 28,50 18,53
16 Boyou 1.104 24,30 45,43
17 Biak 2.324 15,50 149,94
18 Bunga 1.460 30,65 47,63
19 Kamumu 642 68,80 9,33
20 Salodik 754 28,30 26,64
21 Awu 1.033 3,00 344,33
22 Tanjung Tuwis 1.713 7,30 234,66
23 Karaton 5.018 0,80 6.272,50
24 Kilongan Permai 3.240 5,40 600,00
25 Keleke 1.817 1,14 1.593,86
26 Bungin Timur 3.057 3,30 926,36
27 Mangkio Baru 3.769 2,18 1.728,90
28 Bukit Mambual 770 7,10 108,45
29 Tombang Permai
942 24,90 37,83
30 Kompo 2.089 0,45 4.642,22
31 Jole 2.404 0,45 5.342,22
32 Hanga-Hanga Permai
1.308 4,60 284,35
33 Nambo Bosaa 784 14,50 54,07
34 Nambo Lempek Baru
761 6,40 118,91
35 Lenyek 498 21,70 22,95
36 Koyoan Permai 539 16,50 32,67
37 Buon Mandiri 715 13,33 53,64
Jumlah 75.271 518,40 145,20 (Sumber data BPS Kabupaten Banggai 2012)
71
Sedangkan untuk daerah penelitian dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini :
Tabel 5. Luas wilayah dan jumlah penduduk menurut kelurahan
No Kelurahan Luas Wilayah(Ha) Penduduk Tahun 2011
1 Tanjung Tuis 7,3 1.713 2 Tombang Permai 24,9 942
3 Maahas 9,5 3.134
4 Kompo 0,45 2.089
5 Jole 0,45 2.404
6 Simpong 0,6 4.580
7 Hanga-hanga 4,9 3.176
8 Karaton 0,8 5.018
9 Luwuk 2,3 7.897
10 Baru 1,12 3.016
11 Soho 1,18 2.674
12 Bungin 4,5 4.023 (Sumber data BPS kabupaten Banggai 2012)
Kota Luwuk mempunyai motto “Luwuk Berair” dengan arti kota yang
Bersih, Aman, Indah dan Rapi. Sedikit dataran rendah yang terdapat dibibir pantai
menjadi sentra kota, pemerintahan dan pemukiman penduduk. Sedangkan tak jauh
dibelakang kota adalah dataran tinggi/pegunungan yang hijau dan subur.
D. Kondisi Prasarana Sampah Kota Luwuk
Berdasarkan wawancara kepada Kepala Bidang Kebersihan Dinas
Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Banggai (2013) bahwa
penyebaran prasarana persampahan di Kota Luwuk lebih difokuskan pada
kawasan pusat kota, pusat perekonomian dan ruas jalan utama. Hal ini
72
didasarkan pada pertimbangan ruas jalan utama lebih sering dilalui oleh
kendaraan dan volume pejalan kaki tinggi.
Menurut hasil pengamatan, seiring dengan perkembangan Kota
Luwuk dengan semakin bertambahnya penduduk dan masuknya
pendatang di Kota Luwuk mengakibatkan semakin banyak pula rumah
yang dibangun sehingga perumahan penduduk semakin padat dan
pekarangan menjadi sempit bahkan ada yang tidak memiliki halaman
rumah lagi. Sampah yang dihasilkan juga semakin banyak, sementara
lahan yang biasanya dapat dipakai untuk membuang sampah
(pekarangan) tidak ada lagi. Jarak atau letak TPS yang disiapkan
pemerintah berada jauh dari pemukiman masyarakat yang
mengakibatkan masyarakat bingung harus menempatkan sampahnya
dimana. Tidak dapat dielakkan lagi masyarakat membuang sampahnya
pada lahan-lahan kosong milik orang lain atau di tepi jalan, bahkan juga
membuangnya di sungai dan laut. Kebiasaan membakar sampah secara
bebas memang sudah membudaya di masyarakat Kota Luwuk. Mereka
belum menyadari bahwa jenis sampah saat ini berbeda dengan sampah
zaman dulu, yang di dominasi sampah seperti plastik, karet, logam, kaca
dan sebagianya. Apabila sampah tersebut dibakar maka akan
mengeluarkan gas beracun yang dapat membahayakan kesehatan
masyarakat yang menghirupnya dan memperburuk kualitas lingkungan
udara.
73
Pemahaman masyarakat Kota Luwuk terhadap konsep 3R, yaitu
reuse (memakai kembali barang bekas yang masih bisa dipakai), reduce
(berusaha mengurangi sampah) dan recycle (mendaur ulang sampah
agar dapat dimanfaatkan) juga masih rendah. Akibatnya produksi sampah
yang dihasilkan oleh masyarakat semakin melimpah dan menumpuk
dimana-mana. TPA-TPA liar bermunculan dan menjamur dimana-mana.
Bahkan penanganan sampah yang dilakukan pemerintah Kabupaten
Banggai secara umum masih berorientasi konsumtif dan masih sebatas
memindahkan sampah ke tempat lain (TPA). Padahal keberadaan TPA
lebih sering menimbulkan masalah bagi masyarakat sekitarnya dan
mencemari lingkungan (air, tanah dan udara)
Adapun hasil pengamatan tentang kondisi umum prasarana
persampahan di Kota Luwuk diantaranya :
1. Penyediaan prasarana sampah khususnya TPS masih terbatas dan
hanya berada di area tertentu saja dan sebarannya tidak merata
disetiap kelurahan yang kami lakukan penelitian.
2. Kondisi alat angkut yang dimiliki Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang
lebih banyak yang sudah tidak layak pakai.
3. Pola pengangkutan dan frekuensi pengangkutan yang tidak setiap
hari dilakukan untuk wilayah selain pusat kota dan jalan utama.
4. Kondisi TPA yang ada saat ini sudah tidak layak untuk dijadikan TPA
dan perlu untuk di relokasi.
74
1. Sistem Pengelolaan Sampah di Kota Luwuk
a. Sistem Kelembagaan
Instansi yang menangani persampahan adalah Dinas Cipta Karya dan
Tata Ruang. Khusus untuk masalah sampah, kewenangan ada di
Bidang Kebersihan, DISCIKTAR Kota Luwuk. Tugas bidang ini
adalah melaksanakan pengelolaan kebersihan. Sedangkan fungsinya
adalah merencanakan dan memantau pembersihan dan pengangkutan
sampah. Saat ini, jumlah personil di bidang kebersihan sebanyak 97
orang. Tugas pokok seksi pembersihan adalah mengawasi dan
mengelola pembersihan sampah, termasuk juga mengumpulkan,
memanfaatkan dan memusnahkan sampah. Sedangkan tugas pokok
seksi pengangkutan adalah mengangkut sampah dari Tempat
Penampungan Sementara (TPS) ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
b. Sistem Teknik Operasional
Sampai saat ini bagian kebersihan, Disciktar Kota Luwuk melayani
semua kelurahan dan desa yang ada di Kota Luwuk, sebanyak 19
kelurahan yang tersebar di 3 kecamatan. Akan tetapi tingkat pelayanan
yang diberikan berbeda-beda, tergantung kondisi wilayahnya. Tingkat
pelayanan yang rendah ada di daerah-daerah yang sulit untuk
dijangkau dengan sarana prasarana persampahan yang ada, seperti di
daerah bantaran sungai atau daerah dengan kemiringan lahan yang
cukup tinggi (Disciktar Luwuk, 2013).
75
Berdasarkan luas daerah pelayanan, jangkauan pelayanan pengelolaan
sampah di Kota Luwuk mencapai ± 40,7 ha atau 78 % dari luas Kota
Luwuk. Hal ini berarti ada 22% wilayah di Kota Luwuk yang belum
mendapatkan layanan persampahan. Daerah pelayanan sampah
dikawasan domestik dibagi menjadi 12 (Dua belas) sektor pelayanan,
yaitu sektor Tombang Permai, Maahas, Kompo, jole, Simpong ,
Hanga-hanga, Karaton, Luwuk, Baru, Soho, Bungin, Kilongan.
Sedangkan daerah pelayanan sampah dikawasan komersil dibagi
menjadi 2 (Dua) sektor pelayanan yaitu sektor Pasar Simpong dan
sektor Luwuk Shopping Mall (Disciktar Kota Luwuk, 2013).
Secara keseluruhan daerah pelayanan sistem persampahan di Kota
Luwuk tercantum dalam gambar 17.
E. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Adapun gambaran umum lokasi penelitian adalah :
1. Kelurahan Tanjung Tuis
Kelurahan ini terletak diporos jalan Dr Moh. Hatta, yang menghubungkan
jalan menuju Bandara S.A. Amir, dengan luas wilayah 7,3 Ha, jumlah
penduduk 1.713 Jiwa dan kepadatan penduduk 234,66 jiwa/km² (Data BPS,
Luwuk dalam angka 2012). Kelurahan Tanjung Tuis didominasi dengan
rumah penduduk, dimana untuk wilayah Kelurahan Tanjung Tuis tidak
memiliki TPS baik berupa bak sampah maupun konteiner sampah. Letak
76
Kelurahan yang berada dipesisir pantai mengakibatkan lebih banyak
aktivitas pembuangan sampah dibakar sendiri, ditimbun/ dibuang di tanah
kosong bahkan ada masyarakat yang membuang sampahnya ke laut. Rute
pengangkutan sampah tidak sampai ke wilayah Kelurahan Tanjung Tuis.
2. Kelurahan Tombang Permai
Kelurahan ini terdapat kompleks perumahan BTN Kilo 5. Dengan
luas wilayah 24, 9 Ha, jumlah penduduk 942 jiwa dan kepadatan
penduduk 37,83 jiwa/km² (Data BPS, Luwuk dalam angka 2012).
Kelurahan Tombang Permai didominasi dengan rumah penduduk
dan pusat perkantoran dan pendidikan dimana untuk wilayah
kelurahan Tanjung Tuis tidak memiliki TPS baik berupa bak sampah
maupun konteiner sampah.Kelurahan Tombang Permai dilewati rute
pengangkutan sampah karena pusat perkantoran pemerintahan
khususnya perkantoran Bupati Kepala Daerah berpusat di
Kelurahan Tombang Permai. Frekuensi pengangkutan sampah tidak
setiap hari dilakukan. Masyarakat lebih banyak membuang sampah
di tanah kosong yang banyak terdapat disekitar wilayah pemukiman.
Bahkan masyarakat ada yang membuang sampahnya di Laut yang
berada didepan perumahan.
3. Kelurahan Maahas
Kelurahan ini didominasi perumahan penduduk dan pertokoan.
Dengan luas wilayah 9,5 Ha, jumlah penduduk 3.134 jiwa dan
kepadatan penduduk 329,89 jiwa/km² (Data BPS, Luwuk dalam
77
angka 2012). Untuk wilayah Kelurahan Maahas tidak memiliki TPS
baik berupa bak sampah maupun konteiner sampah. Kelurahan
Maahas dilewati rute pengangkutan sampah. Frekuensi
pengangkutan sampah tidak setiap hari dilakukan. Masyarakat lebih
banyak membuang sampah di tanah kosong yang ada disekitar
wilayah pemukiman. Bahkan masyarakat ada yang membuang
sampahnya di Laut yang berada tepat di belakang rumah penduduk.
4. Kelurahan Kompo
Kelurahan ini yang didominasi perumahan penduduk dan pertokoan.
Dengan luas wilayah 0,45 Ha, jumlah penduduk 2.089 jiwa dan
kepadatan penduduk 4.642,22 jiwa/km² (Data BPS, Luwuk dalam
angka 2012). Untuk wilayah Kelurahan Kompo tidak memiliki TPS
baik berupa bak sampah maupun konteiner sampah. Kelurahan
Kompo dilewati rute pengangkutan sampah. Frekuensi
pengangkutan sampah tidak setiap hari dilakukan. Masyarakat lebih
banyak membuang sampah di tanah kosong yang ada disekitar
wilayah pemukiman.
5. Kelurahan Jole
Kelurahan ini yang didominasi perumahan penduduk dan pertokoan.
Dengan luas wilayah 0,45 Ha, jumlah penduduk 2.404 jiwa dan
kepadatan penduduk 5.342,22 jiwa/km² (Data BPS, Luwuk dalam
angka 2012). Untuk wilayah Kelurahan Jole tidak memiliki TPS baik
berupa bak sampah maupun konteiner sampah. Kelurahan Jole
78
dilewati rute pengangkutan sampah. Frekuensi pengangkutan
sampah tidak setiap hari dilakukan. Masyarakat lebih banyak
membuang sampah di tanah kosong yang ada disekitar wilayah
pemukiman.
6. Kelurahan Simpong
Kelurahan ini yang di dominasi perumahan penduduk dan pertokoan
serta pasar. Dengan luas wilayah 0,6 Ha, jumlah penduduk 4.580
jiwa dan kepadatan penduduk 7.633,33 jiwa/km² (Data BPS, Luwuk
dalam angka 2012). Untuk wilayah Kelurahan Simpong memiliki TPS
berupa konteiner sampah yang diletakkan di Pasar Simpong 4 buah
konteiner, Jl. Jend. Sudirman 2 buah konteiner, Jl. P. Samosir 1
buah konteiner, Jl. P. Nias 2 buah konteiner. Kelurahan Simpong
dilewati rute pengangkutan sampah. Frekuensi pengangkutan
sampah untuk sampah Pasar dilakukan setiap hari dan untuk
sampah perumahan disesuaikan dengan banyaknya timbulan
sampah yang ada yang artinya tidak setiap hari pengangkutan.
Akibat pengangkutan sampah penduduk yang tidak dilakukan setiap
hari mengakibatkan masyarakat cenderung membuang sampah di
tanah kosong yang ada disekitar wilayah pemukiman bahkan ke
sungai yang ada di Kelurahan Simpong.
7. Kelurahan Hanga-hanga
Kelurahan ini yang didominasi perumahan penduduk. Dengan luas
wilayah 4,9 Ha, jumlah penduduk 3.176 jiwa dan kepadatan
79
penduduk 284,35 jiwa/km² (Data BPS, Luwuk dalam angka 2012).
Untuk wilayah Kelurahan Hanga-hanga tidak memiliki TPS baik
berupa bak sampah maupun konteiner sampah. Kelurahan Hanga-
hanga dilewati rute pengangkutan sampah. Frekuensi pengangkutan
sampah tidak setiap hari dilakukan. Masyarakat cenderung
membuang sampah di tanah kosong dan jurang-jurang yang ada
disekitar wilayah pemukiman.
8. Kelurahan Karaton
Kelurahan ini yang didominasi perumahan penduduk, perkantoran
dan pendidikan. Dengan luas wilayah 0,8 Ha, jumlah penduduk
5.018 jiwa dan kepadatan penduduk 6.272,50 jiwa/km² (Data BPS,
Luwuk dalam angka 2012). Untuk wilayah Kelurahan Karaton tidak
memiliki TPS baik berupa konteiner sampah, bak sampah ada
dibeberapa area khususnya di depan sekolah yang dibuat atas
inisiatif masing-masing sekolah. Kelurahan Karaton dilewati rute
pengangkutan sampah. Frekuensi pengangkutan sampah setiap hari
dilakukan mengingat wilayah ini merupakan jalan utama yang ada
dikota Luwuk.
9. Kelurahan Luwuk
Kelurahan ini yang didominasi perumahan penduduk, perkantoran
dan pertokoan. Dengan luas wilayah 2,3 Ha, jumlah penduduk
7.897 jiwa dan kepadatan penduduk 3.433,48 jiwa/km² (Data BPS,
Luwuk dalam angka 2012). Untuk wilayah Kelurahan Luwuk memiliki
80
TPS berupa konteiner sampah, yang diletakkan di area Luwuk
Shopping Mall sebanyak 4 buah.Kelurahan Luwuk dilewati rute
pengangkutan sampah. Frekuensi pengangkutan sampah setiap hari
dilakukan mengingat wilayah ini merupakan pusat kota.
10. Kelurahan Baru
Kelurahan ini yang didominasi perumahan penduduk, perkantoran
dan pendidikan. Dengan luas wilayah 1,12 Ha, jumlah penduduk
3.016 jiwa dan kepadatan penduduk 2.692,86 jiwa/km² (Data BPS,
Luwuk dalam angka 2012). Untuk wilayah Kelurahan Baru tidak
memiliki TPS baik berupa konteiner sampah , bak sampah ada
dibeberapa area khususnya di depan sekolah yang dibuat atas
inisiatif masing-masing sekolah. Kelurahan Baru dilewati rute
pengangkutan sampah. Frekuensi pengangkutan sampah tidak
setiap hari dilakukan. Masyarakat cenderung membuang sampah di
tanah kosong dan di selokan ada disekitar wilayah pemukiman.
11. Kelurahan Soho
Kelurahan ini yang didominasi perumahan penduduk, perkantoran
dan pendidikan. Dengan luas wilayah 1,18 Ha, jumlah penduduk
2.674 jiwa dan kepadatan penduduk 2.266,10 jiwa/km² (Data BPS,
Luwuk dalam angka 2012). Untuk wilayah Kelurahan Soho memiliki
TPS berupa konteiner sampah yang diletakkan di Jl. Sungai Batui
sebanyak 1 buah, bak sampah ada dibeberapa area khususnya di
depan sekolah yang dibuat atas inisiatif masing-masing sekolah.
81
Kelurahan Soho dilewati rute pengangkutan sampah. Frekuensi
pengangkutan sampah tidak setiap hari dilakukan. Masyarakat
cenderung membuang sampah di tanah kosong dan di selokan ada
disekitar wilayah pemukiman.
12. Kelurahan Bungin
Kelurahan ini yang didominasi perumahan penduduk, perkantoran
dan pendidikan. Dengan luas wilayah 4,5 Ha, jumlah penduduk
4.023 jiwa dan kepadatan penduduk 894 jiwa/km² (Data BPS,
Luwuk dalam angka 2012). Untuk wilayah Kelurahan Bungin tidak
memiliki TPS berupa kontainer sampah , bak sampah ada
dibeberapa area khususnya di depan sekolah yang dibuat atas
inisiatif masing-masing sekolah. Kelurahan Bungin dilewati rute
pengangkutan sampah. Frekuensi pengangkutan sampah setiap hari
dilakukan. Akan tetapi masyarakat masih juga membuang sampah di
tanah kosong dan di selokan ada disekitar wilayah pemukiman
bahkan membuangnya di laut.
F. Ketersediaan Prasarana Persampahan di Kota Luwuk
Sistem pengelolaan sampah Kota Luwuk saat ini belum cukup memadai
sehingga perlu peningkatan khususnya pada peningkatan prasarana sampah.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang dan
82
pengamatan di lapangan keadaan teknis operasional dapat ditinjau dari sub-sub
operasional yang meliputi :
1. Timbulan sampah
Timbulan atau produksi sampah yang ada di Kota Luwuk bersumber
dari berbagai kawasan yaitu permukiman, pasar, hotel dan restoran,
fasilitas umum, sapuan jalan dan saluran, kawasan industri.
Gambar 19. Sampah pemukiman Sumber : Dokumentasi pribadi
a. Timbulan Sampah Domestik
Timbulan sampah domestik merupakan sampah yang dihasilkan
pada daerah permukiman. Sampah domestik adalah sampah
rumah tangga berasal dari hasil kegiatan sehari-hari dalam rumah
tangga. Dari data yang ada di Dinas Cipta Karya dan Tata ruang
83
diperoleh 52,82% dari timbulan sampah adalah sampah daerah
permukiman.
b. Timbulan sampah Komersil
Gambar 20. Sampah pasar Sumber : Dokumentasi pribadi
Timbulan sampah komersil merupakan sampah yang dihasilkan dari
pasar, hotel dan restoran, fasilitas umum, sapuan jalan dan saluran. Dari
data yang ada di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang diperoleh 17,38 %
sampah pasar, 15,20% sampah pertokoan, 8,82 % sampah hotel dan
restoran, 2,17% sampah fasilitas umum, 2,17 sampah sapuan
jalan/saluran .
2. Pewadahan
84
Gambar 21 Pewadahan sampah Sumber : Dokumentasi Pribadi
Pewadahan sampah dikota Luwuk beragam, seperti pada kawasan
permukiman, kawasan komersial , dapat di temui tong-tong sampah
yang terbuat dari kayu, karet ban bekas, drum dan pasangan batu
(tembok).
Dari hasil observasi diketahui bahwa pewadahan pada umumnya
dilakukan tanpa pemisahan jenis sampah menjadi organik dan an-organik,
namun sudah ada yang menyisihkan barang bekas untuk dijual atau
diserahkan pada pengumpul barang-barang bekas. Pemerintah sebenarnya
sudah berusaha untuk menyediakan wadah sampah terpisah di pinggir-pinggir
jalan untuk pejalan kaki. Akan tetapi kurangnya edukasi kepada pejalan kaki
menyebabkan mereka masih
mencampur antara sampah organik dan sampah anorganiknya.
85
Khusus pada pewadahan transfer depo (TPS) untuk sampah domestik
terbuat dari bak semen yang letaknya terdapat di:
- Jl. Rajawali tepatnya ditanah kosong berdekatan dengan sungai
kecil, letak TPS ± 20 m dari rumah penduduk yang menimbulkan
bau dan banyak kerumunan lalat. Volume penampungan TPS batu
ini sebanyak 3 m³ kondisinya sudah setengah hancur
mengakibatkan sampah berhamburan disekitar tanah kosong dan
sebagian terbuang ke sungai.
- Jl. Sandakan letak TPS ± 30 m dari rumah penduduk kondisinya
setengah hancur, sehingga sampah sudah tidak diletakkan dalam
bak tetapi dibuang disekitar bak yang merupakan tanah kosong.
- Jl. R.A.Kartini berada tepat didepan rumah penduduk kondisinya
sudah hancur sehingga sampah berserakan disekitar TPS dan
sampah yang lainnya jatuh ke selokan dekat TPS.
Hasil pengamatan untuk TPS konteiner ± 5 m³ kondisinya sudah tidak layak
pakai, kondisi seng plat sudah hancur.
Hasil pengamatan untuk TPS konteiner ± 8 m³ untuk sampah domestik
letaknya terdapat di:dimakan kyang mana TPS dan konteiner dengan
volume sampah yang dapat dimuat Letak TPS konteiner mudah dicapai
radius pencapaian ke tempat TPS ± 100 meter.
- Jl. P. Samosir tepat berada disamping KOMPI Luwuk dengan
jarak jangkau ± 100 m.
- Jl. P. Nias jarak jangkau TPS ± 150m
86
- Jl. Jend. Sudirman jarak jangkau TPS ± 100 m
- Jl. Sungai Batui jarak jangkau TPS ± 300 m dari pemukiman
penduduk
Hasil pengamatan untuk TPS konteiner ± 8 m³ untuk sampah komersil
letaknya di:
- Sektor pasar Simpong jarak jangkau ± 200 m
- Sektor Luwuk Shopping Mall (LSM) ± 300 m
Untuk kedua sektor ini jumlah TPS yang ada tidak mampu menampung
timbulan sampah yang dihasilkan dari pasar dan LSM sehingga sebagian
sampah berserakan dipinggir jalan dan sebagian terbuang ke laut.
Data pewadahan TPS yang ada di Kota Luwuk saat ini dapat dilihat
pada tabel 6.
Lokasi TPS kontainer yang ada di Kota Luwuk :
- Jalan P. Samosir 1 buah
- Jalan P. Nias 2 buah
- Jalan Jend. Sudirman 2 buah
- Kompleks Pasar Simpong 4 buah
- Kompleks Luwuk Shopping Mall 4 buah
- Jalan sungai Batui 1 buah
Tabel 6. Data existing pewadahan TPS di Kota Luwuk
No Pewadahan Kapasitas Jumlah Kondisi
1 Kontainer 5 m³ 3 buah 3 tidak Layak
87
2
3
Kontainer
Bak sampah
8 m³
3 m³
14 buah
4 buah
10 layak, 4 tidak layak
4 tidak layak
Sumber : Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (2013)
Gambar 22. TPS Container di beberapa titik kota Luwuk Sumber Dokumentasi pribadi
88
Gambar 23. TPS pasangan batu (tembok) disalah satu sudut kota Luwuk
Sumber : Dokumentasi pribadi Berikut ini dipaparkan karakteristik sarana pemindahan sampah yang ada
saat ini di Kota Luwuk:
1. Tempat Pembuangan Sementara (TPS), yaitu bak dengan konstruksi
dari bata tanpa atap yang diberi lubang pintu dengan atau tanpa pintu.
Ukuran rata-rata 3 m3. Penempatannya diupayakan dekat dengan sumber
timbulan sampah. Penggunaan TPS pada umumnya tidak disukai karena
alasan lingkungan, estetika, dan operasional yang tidak praktis (perlu waktu
yang relatif cukup lama dan banyak tenaga).
2. Container, yaitu bak dengan konstruksi dari kayu, besi atau baja
yang diberi pintu dan jendela, dengan volume 6 m3. Karakteristik
container adalah : cocok pada sumber sampah yang besar, dapat
diletakkan pada banyak tempat dan dapat dipindah-pindahkan,
89
memerlukan lahan penempatan yang luas, operasional pemindahan
dan pengangkutan mudah dan cepat.
Dalam prakteknya, sarana ini belum digunakan dengan benar.
Pemindahan sampah dari gerobak masih sulit dilakukan karena
desain bak yang kurang nyaman digunakan. Sehingga petugas
membongkar sampah di luar bak, akibatnya lokasi container menjadi
kotor dan tidak sehat. Diperlukan evaluasi untuk perbaikan rancang
bangun container.
3. Pengumpulan dan Pengangkutan
Tahap berikutnya setelah pewadahan adalah tahap pengumpulan. Operasional
pengumpulan sampah rumah tangga dari sumber yang terjadi di Kota Luwuk
dilakukan dengan banyak cara. Berdasarkan sarana pemindahan yang
digunakan, seperti: TPS, container, dikenal beberapa pola operasional
pengumpulan / pemindahan yaitu: pola individual langsung, pola individual
tidak langsung, pola komunal langsung dan pola komunal tidak langsung.
Berdasarkan data Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang sampah yang dihasilkan
di Kota Luwuk pada tahun 2011 adalah 177,5 m³/hari. Jumlah sampah yang
terangkut dan terkelola oleh sistem 158 m³/hari atau sekitar 89 % dari total
timbulan sampah, sehingga terdapat 19,5 m³/hari atau 11 % sampah yang
tidak terangkut ke TPA. Adapun kondisi prasarana pengangkutan sampah di
Kota Luwuk dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Kondisi eksisting prasarana pengangkutan sampah di Kota Luwuk
90
No Jenis Angkutan Volume Jumlah Kondisi
1 Dump truk 8 m3 7 3 Baik,4 tidak layak
2 Arm Roll Truck 8 m3 2 baik
3 Gerobak tarik 1 m3 41
Sumber : Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (2013)
Gambar 24. Alat angkut sampah yang ada dikota Luwuk Sumber : Dokumentasi pribadi
Keberhasilan penanganan sampah bisa dilihat dari efektivitas dan efisiensi
pengangkutan sampah dari sumber ke TPS/A. Pengangkutan tidak boleh
ditunda karena hal ini akan menambah beban pengangkutan berikutnya dan
beresiko menimbulkan gangguan kenyamanan lingkungan di sekitar tempat
91
penyimpanan. Tahap ini istimewa karena banyak porsi biaya, waktu, tenaga,
dan koordinasi
dibutuhkan. Evaluasi dan perencanaan terhadap jenis sarana, jadwal operasi,
dan rute pengangkutan merupakan hal penting dalam pengangkutan. Ada
beberapa jenis sarana pengangkutan sampah yang digunakan di Kota Luwuk,
yaitu:
a. Dump Truck. Kendaraan ini merupakan modifikasi dari truck biasa,
bak truck dapat digerakkan secara hidrolik sehingga proses
bongkar sampah bisa efektif, sedangkan lama operasionalisasi
sama dengan truck biasa. Bak terbuat dari baja dengan kapasitas
bervariasi 8 m3, harganya relatif lebih mahal dari truck biasa
dengan kapasitas operasional adalah 2-3 rit perhari. Jenis
kendaraan ini digunakan pada pola operasional sistem door to
door, jemput bola, dan juga sistem TPS atau container yang
berfungsi sebagai TPS.
b. Arm-Roll Truck. Yaitu truck tanpa bak dengan lengan hidrolik untuk
menggerakkan container. Dengan kendaraan ini, operasi pengangkutan
dan pembuangan sampah menjadi lebih praktis. Bentuk dan ukurannya
bervariasi menurut container. Harga kendaraan relatif lebih mahal dari
dump truck. Kapasitas operasional adalah 4-6 rit perhari, tergantung pada
jarak pengangkutan. Jenis kendaraan ini digunakan pada pola operasional
sistem container.
92
c. Lain-lain (mobil pick-up, motor roda 3 dan sepeda sampah. Sarana
pengangkutan lainnya yang biasa digunakan untuk pengangkutan sampah
di Kota Luwuk adalah mobil jenis pick-up, motor roda 3 yang biasanya
digunakan secara insidental dan untuk melayani sampah pada wilayah
yang sulit dijangkau kendaraan pengangkut sampah pada umumnya.
4. Frekuensi pengangkutan sampah di Kota Luwuk tidak setiap untuk
setiap area pengangkutan. Untuk jalan Sam Ratulangi, jalan Jend. A.
Yani, jalan Jend. Sudirman, kompleks Pasar Simpong, Luwuk
Shopping Mall pengangkutan dilakukan setiap harinya, sedangkan
untuk area jalan lainnya pengangkutan tidak dilakukan setiap hari,
tetapi disesuaikan dengan banyaknya timbulan sampah yang
dihasilkan. Setelah mengangkut sampah dan membawanya ke TPA
truk pengangkutan sampah sering digunakan tidak sesuai fungsinya
yakni mengangkut sampah, sehingga mengakibatkan sering terjadi
kerusakan mobil yang mana hal ini berpengaruh pada
pengangkutan sampah menjadi tidak tepat waktu.
5. Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Sistem pengelolaan sampah di Kota Luwuk berakhir di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA). Sampah dari Kota Luwuk, baik sampah
organik maupun sampah anorganik, bahkan sampah B3 (Bahan
Buangan Berbahaya), dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah
Akhir (TPA).
93
Lokasi TPA berada di Jalan Trans Sulawesi tepatnya di Desa
Mololuntun berjarak 12 km dari Kota Luwuk dengan kondisi akses
jalan menanjak dengan luas lahan TPA ± 1 ha. Dimana areal yang
terpakai ±0,75 ha yang tersisa ± 0,25 ha. Jarak TPA ke
permukiman terdekat ± 1km serta jarak TPA ke sungai/pantai
terdekat ± 150 m. Kondisi eksisting TPA di Kota Luwuk status lokasi
TPA adalah hanya sementara menunggu hasil Amdal untuk
pembuatan TPA baru.
Pengolahan sampah yang dilakukan pada saat ini disamping
menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan, yang merugikan
bagi masyarakat di Kecamatan Luwuk, juga memerlukan biaya
operasi dan pemeliharaan yang cukup besar, karena jarak angkut
sampah dari pusat wilayah pelayanan di Kota Luwuk ke TPA
Mololuntun jauh. Tingginya biaya operasional mengakibatkan
Disciktar tidak mampu menyediakan biaya operasi yang diperlukan
secara memadai untuk mengoperasikan TPA Mololuntun secara
sanitary landfill.
Cara pengolahan di TPA ini masih menggunakan sistem open
dumping. Akibat pengoperasian TPA secara open dumping ini
mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan yang pada
akhirnya menimbulkan kerugian pada masyarakat (social cost).
Kerugian tersebut antara lain adalah terjadinya gangguan
kesehatan seperti terjadinya iritasi saluran pernafasan atas (ISPA),
94
penyakit diare serta hilangnya kenyamanan lingkungan akibat bau
busuk yang menyengat di sepanjang waktu, yang diterima oleh
masyarakat yang bermukim di sekitar TPA hingga radius 5 Km dari
TPA Mololuntun.
Masalah tersebut seharusnya tidak perlu terjadi jika dilakukan
pengelolaan dan pengolahan sampah secara terintegrasi dan
ramah lingkungan. Mengingat pengolahan sampah dapat dilakukan
dengan berbagai teknologi seperti sanitary landfill, composting,
incineration (pembakaran dengan temperatur tinggi) ataupun
pyrolisis. Namun demikian penggunaan dari masing-masing
teknologi tersebut memiliki keuntungan dan kerugian, baik ditinjau
dari aspek lingkungan, ekonomi maupun sosial.
Penggunaan satu teknologi yang dipilih mungkin saja
menguntungkan bagi suatu kota, namun dapat pula kombinasi dari
penggunaan ketiga teknologi tersebut lebih menguntungkan. Hal ini
bergantung pada situasi dan kondisi dari masing-masing kota.
Namun yang menjadi permasalahan seberapa besar volume
sampah yang harus diolah oleh masing-masing teknologi tersebut
secara berkelanjutan, masih harus dilakukan penelitian dengan
menggunakan model optimasi teknologi pengolahan sampah yang
dipergunakan
Di TPA Mololuntun belum ada instalasi pembakaran sampah dan
belum ada instalasi daur ulang sampah. Pembuangan sampah
95
perhari ke TPA yang dilakukan oleh armrol truck dan dump truck
dilakukan sebanyak satu kali yaitu pada pagi Jam 06.00 WITA s/d
12.00 WITA. Pada pagi hari armada yang bekerja sebanyak 5
armada yang terdiri dari 2 armrol dan 3 dump truck dan setiap
armada melakukan ritasi sebanyak 1 kali.
Untuk mengatasi permasalahan status TPA yang masih belum
permanen, Pemerintah Kota Luwuk sebenarnya telah menyiapkan
lahan seluas 5 hektar di Desa Bunga, untuk dijadikan TPA baru.
Lahan tersebut merupakan lahan kosong yang tidak produktif
sehingga cocok untuk digunakan sebagai tempat penampungan
sampah. Adapun letak TPA Bunga dapat dilihat pada gambar 25.
Gambar 25 .Peta Lokasi TPA Bunga
(Sumber Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang 2013
Lokasi TPA
yang baru
96
Gambar 26. Kondisi TPA Mololuntun
Sumber : Dokumentasi pribadi
Gambar 27. TPA Mololuntun Sumber : Dokumentasi pribadi
97
Kondisi eksisting prasarana TPA di Kota Luwuk dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Kondisi eksisting prasarana TPA di Kota Luwuk
No Jenis Prasarana Jumlah Kondisi
1
Bulldozer 1 unit rusak
Sumber : Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (2013)
5 Kebutuhan Prasarana Persampahan
Untuk menghitung tingkat kebutuhan prasarana persampahan di
Kota Luwuk 10 tahun ke depan tidak lepas dari jumlah penduduk dan
jumlah timbulan sampah yang dihasilkan . Besarnya timbulan sampah di
Kota Luwuk di dasarkan atas jumlah penduduk dan tata guna lahan,
dimana timbulan sampah adalah merupakan produk dari penduduk itu
sendiri oleh karena hal tersebut maka dalam menghitung besarnya
timbulan sampah tentulah dipengaruhi oleh jumlah atau banyaknya
penduduk dalam suatu wilayah. Sehingga untuk memperoleh nilai
kebutuhan tersebut maka di hitung dengan cara :
1. Proyeksi Jumlah Penduduk
Proyeksi jumlah penduduk Kota Luwuk dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
Pn Po + Ka (Tn – To)
Ka =
98
Dimana :
Pn
Po
Tn
To
Ka
P1
P2
T1
T2
= Jumlah penduduk pada tahun ke n
= Jumlah penduduk pada tahun dasar
= Tahun ke n
= Tahun dasar
= Konstanta arithmatik
= Jumlah penduduk yang diketahui pada tahun ke 1
= Jumlah penduduk yang diketahui pada tahun terakhir
= Tahun ke I yang diketahui
= Tahun ke II yang diketahui
Tabel 9 : Proyeksi pertumbuhan jumlah penduduk tahun 2012 – 2021
Tahun Jumlah penduduk (Jiwa)
r
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
78.304
81.460
84.743
88.158
91.711
95.407
99.252
103.252
107.413
111.741
0,040 %
0,040 %
0,040 %
0,040 %
0,040 %
0,040 %
0,040 %
0,040 %
0,040 %
0,040 %
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai r = 0,040 % , dapat diketahui jumlah
penduduk pada tahun 2012. Dengan menggunakan rumus Pn = Po (1 +r)¹
diperoleh jumlah penduduk ditahun 2012 sebesar 78.304 jiwa. Hasil
99
proyeksi jumlah penduduk di tahun 2012 sampai tahun 2021dapat dilihat
pada tabel 9 .
2. Proyeksi Jumlah Timbulan sampah
Asumsi jumlah timbulan sampah untuk kota Luwuk 2,5 Ltr/org/hari,
jumlah penduduk pada tahun 2011 adalah 75.271 jiwa diperoleh
jumlah timbulan sampah yang dihasilkan setiap hari pada tahun 2011
sebesar 188,18 m³/ hari. Hasil proyeksi jumlah timbulan sampah di
tahun 2012 sampai tahun 2021dapat dilihat pada tabel 10 .
Tabel 10 : Proyeksi pertumbuhan timbulan sampah Tahun 2012 – 2021
Tahun Jumlah penduduk
(Jiwa) Timbulan
sampah/hari (m³)
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
78.304
81.460
84.743
88.158
91.711
95.407
99.252
103.252
107.413
111.741
195,761
203,650
211,857
220,395
229,277
238,517
248,129
258,129
268,531
279,353
Dari tabel 10 terlihat bahwa pertambahan jumlah penduduk semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Demikian juga halnya dengan jumlah
sampah yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penduduk Kota
Luwuk pada tahun 2012 sebanyak 78.304 jiwa, dan pada tahun 2012 sudah
mencapai 111.741 jiwa, dengan rata-rata pertumbuhan penduduknya 0,04%
100
per tahun. Pertambahan jumlah penduduk tersebut ternyata berkorelasi
positif terhadap jumlah timbulan sampah yang dihasilkan. Pada tahun 2012
jumlah sampah yang dihasilkan sebanyak 195,761 m³ per tahun dan pada
tahun 2021 sudah mencapai 279,353 m³.
Tabel 11. Pertumbuhan timbulan sampah pemukiman, pasar, pertokoan, hotel dan restoran, fasilitas umum, sapuan jalan serta kawasan industri Tahun 2012-2021
Tahun Pemukiman
m³/hari Pasar m³/hari
Pertokoan m³/hari
Hotel & restoran m³/hari
Fasilitas umum m³/hari
Sapuan jalan
m³/hari
Industri m³/hari
2012 103,401 34,023
29,756
17,266
4,248
4,248
2,819
2013 107,568
35,394
30,955
17,962
4,419
4,419
2,933
2014 111,903
36,821 32,202 18,686 4,597 4,597 3,051
2015 116,413
38,305
33,500 19,439 4,783 4,783 3,174
2016 121,104
39,848 34,850 20,222 4,795 4,795 3,302
2017 125,985 41,454 36,255 21,037 5,176 5,176 3,435
2018 131,062 43,125 37,716 21,885 5,384 5,384 3,573
2019 136,344 44,863 39,236 22,767 5,601 5,601 3,717
2020 141,838 46,671 40,817 23,684 5,827 5,827 3,867
2021 147,554 48,552 42,462 24,639 6,062 6,062 4,023
Dari hasil pengamatan dilapangan serta data yang ada di Dinas
Cipta Karya dan Tata ruang diperoleh 52,82% dari timbulan sampah
adalah sampah daerah pemukiman, 17,38 % sampah pasar, 15,20%
sampah pertokoan, 8,82 % sampah hotel dan restoran, 2,17%
sampah fasilitas umum, 2,17 sampah sapuan jalan/saluran dan
produksi sampah yang terkecil adalah sampah kawasan industri 1,44
%. Jadi produksi sampah daerah pemukiman adalah: 103,401
101
m³/hari. Untuk timbulan sampah pasar, pertokoan, hotel dan
restoran, fasilitas umum, sapuan jalan dan kawasan industri dapat
dilihat pada tabel 11.
A. Kebutuhan TPS
Setelah diketahui proyeksi jumlah penduduk dan timbulan sampah
diperoleh angka kebutuhan TPS untuk Kota Luwuk dengan
menggunakan rumus :
Kebutuhan wadah =
Dimana volume TPS adalah 3 m³, jadi diperoleh jumlah kebutuhan
TPS untuk tahun 2012 sampai tahun 2021 seperti terlihat pada tabel
12 berikut :
Tabel 12. Proyeksi Pertumbuhan kebutuhan TPS di Kota Luwuk tahun 2012-2021
Tahun
Timbulan sampah
non pasar (m³)
Kapasitas (m³)
Kebutuhan TPS
2012 288,121 3 96
2013 299,732 3 100
2014 311,812 3 104
2015 324,378 3 108
2016 337,450 3 112
2017 351,049 3 117
2018 365,197 3 122
2019 379,914 3 127
2020 395,225 3 132
137 2021 411,152 3 137
102
B. Kebutuhan Alat Angkut
Untuk menghitung Kebutuhan akan jumlah alat angkut dump truck di
peroleh dengan cara :
- Kapasitas Dump truck
- Kapasitas TPS
- Waktu Muat
- Jarak rata-rata TPS-TPA
- Waktu manuver
- Waktu membuang
- Kecepatan dump truck rata-rata
- Waktu berhenti
- Waktu operasi dump truck
= 6 m³
= 3 m³
= 20 menit
= 12 km
= 5 menit
= 6 menit
= 30 km/jam
= 5 menit
= 7 jam
Perhitungan :
- Waktu muat
- Waktu tempuh PP 12/30 x 1 jam
- Waktu Manuver
- Waktu membuang
- Waktu berhenti
Jumlah
= 20 menit
= 24 menit
= 5 menit
= 6 menit
= 5 menit
= 60 menit
Jadi untuk satu dump truck perhari dapat mengangkut sampah sebanyak
: x 1 rit = 7 / 2 = 3,5 ≈ 3 rit/hari.
Volume sampah yang diangkut dump truck ke TPA perhari :
103
4 x 6 m³ = 24 m³ dengan persentasi pengangkutan = 80 % sehingga
diperoleh kebutuhan dump truck dikota Luwuk pada tahun 2012
sebanyak :
= x presentasi pengangkutan
= x 80 %
= 9,60 ≈ 10 unit
Tabel 13. Proyeksi kebutuhan dump truck di Kota Luwuk tahun 2012-2021
Tahun
Volume sampah
yang diangkut
(m³ / hari)
Timbulan sampah
non pasar (m³)
Kebutuhan
Dump truck
(unit)
2012 24 288,121 10
2013 24 299,732 10
2014 24 311,812 10
2015 24 324,378 11
2016 24 337,450 11
2017 24 351,049 12
2018 24 365,197 12
2019 24 379,914 13
2020 24 395,225 13
2021 24 411,152 14
Dari hasil perhitungan diperoleh hasil satu dump truck perhari dapat
mengangkut sampah sebanyak 7 rit/hari dengan volume sampah yang
diangkut dump truck ke TPA perhari adalah 24 m³ dan presentasi
pengangkutan 80% sehingga diperoleh kebutuhan dump truck di Kota
Luwuk untuk tahun 2012 sebanyak 10 buah dump truck. Hasil perhitungan
104
proyeksi kebutuhan dump truck tahun berikutnya, dapat dilihat pada tabel
13.
Untuk menghitung Kebutuhan akan jumlah alat angkut armroll truck
di peroleh dengan cara :
- Kapasitas Armroll truck
- Waktu muat konteiner
- Jarak rata-rata TPS-TPA
- Waktu manuver
- Waktu membuang
- Kecepatan dump truck rata-rata
- Waktu berhenti
- Waktu operasi dump truck
= 6 m³
= 20 menit
= 12 km
= 8 menit
= 15 menit
= 30 km/jam
= 5 menit
= 7 Jam
Perhitungan :
- Waktu muat
- Waktu tempuh PP 12/30 x 1 jam
- Waktu Manuver
- Waktu membuang
- Waktu berhenti
Jumlah
= 20 menit
= 24 menit
= 8 menit
= 15 menit
= 5 menit
= 72 menit
Jadi untuk satu dump truck perhari dapat mengangkut sampah sebanyak
: x 1 rit = 5,8 / 2 = 2,9 ≈ 3 rit /hari.
Volume sampah yang diangkut armroll truck ke TPA perhari :
105
4 x 6 m³ = 24 m³ dengan persentasi pengangkutan = 100 %
sehingga diperoleh kebutuhan armroll truck dikota Luwuk pada
tahun 2012 sebanyak :
= x presentasi pengangkutan
= x 100 %
= 1,41 ≈ 1 unit
Dari hasil perhitungan diperoleh hasil satu armroll truck perhari dapat
mengangkut sampah sebanyak 6 rit/hari dengan volume sampah yang
diangkut dump truck ke TPA perhari adalah 24 m³ dan presentasi
pengangkutan 100% sehingga diperoleh kebutuhan armroll truck di Kota
Luwuk untuk tahun 2012 sebanyak 1 buah. Hasil perhitungan proyeksi
kebutuhan armroll truck tahun berikutnya, dapat dilihat pada tabel 14.
Tabel 14. Proyeksi kebutuhan armroll truck di Kota Luwuk untuk tahun
2012-2021
Tahun
Volume sampah
yang diangkut
(m³ / hari)
Timbulan
sampah pasar
(m³)
Kebutuhan
armroll truck
(unit)
2012 24 34,023 1
2013 24 35,394 1
2014 24 36,821 2
2015 24 38,305 2
2016 24 39,848 2
2017 24 41,454 2
2018 24 43,125 2
2019 24 44,863 2
2020 24 46,671 2
2021 24 48,552 2
106
C. Kebutuhan Lahan TPA
Hasil analisis proyeksi kebutuhan luas TPA di Kota Luwuk untuk tahun
2012 sampai tahun 2021 dapat dilihat pada tabel 15 berikut :
Tabel 15. Analisis kebutuhan luas TPA tahun 2012 – 2021 :
Tahun Timbulan sampah (m³/hari)
Volume sampah pertahun
(m³)
Volume sampah padat
(m³/hari)
Kebutuhan TPA (ha)
2012 288,121 105.164,21 63.098,525 3,155
2013 299,732 109.402,33 65.641,395 3,282
2014 311,812 113.811,24 68.268,744 3,414
2015 324,378 118.397,83 71.038,699 3,552
2016 337,450 123.169,27 73.901,559 3,695
2017 351,049 128.132,99 76.879,792 3,844
2018 365.197 133.296,75 79.978,047 3,999
2019 379,914 138.668,60 83.201,163 4,160
2020 395,225 144.256,95 86.554,170 4,328
2021 411,152 150.070,50 90.042,303 4,502
D. Pengumpulan
Pola pengumpulan yang digunakan pada penelitian ini disesuaikan dengan
karakteristik daerah dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
1. Kepadatan Penduduk
2. Kondisi Jalan
3. Tingkat sosial ekonomi penduduk
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan untuk daerah untuk daerah
pemukiman di Kota Luwuk digunakan pola komunal langsung
dimana pengumpulan sampah dilakukan oleh individu-individu
penghasil sampah ke tempat pembuangan sampah komunal atau
107
tempat penampungan sementara (TPS) yang telah disediakan
berupa konteiner, sedangkan TPS yang terbuat dari pasangan batu
bata dengan kapasitas atau daya tampung 3 - 5 m³ lebih banyak
yang kondisinya sudah rusak. Peran serta masyarakat sangat
diharapkan dalam pelaksanaan pola pengumpulan komunal
langsung yang dimaksud.
E. Pengangkutan
Pola pengangkutan sampah yang digunakan di Kota Luwuk terdiri
dari pola:
1. Door to door langsung ke TPA
2. Dari TPS ke TPA
Diangkut dengan menggunakan alat angkut berupa mobil dump truck dan
armroll truck yang tentunya disesuaikan dengan volume timbulan sampah
pada wilayah-wilayah pelayanan yang dituju untuk kemudian dibawa ke
TPA.
Adapun pola pengangkutan armroll truck adalah pola atau sistem
pengosongan konteiner dengan proses sebagai berikut :
a. Kendaraan dari pool dengan membawa konteiner kosong
menuju kelokasi konteiner berisi untuk mengganti/mengambil
dan langsung membawanya ke TPA
b. Kendaraan dengan membawa konteiner kosong dari TPA
menuju konteiner berikutnya
c. Demikian seterusnya sampai dengan rit terakhir
108
F. Analisis Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) Kota Luwuk yang ada saat ini tidak memenuhi
spesifikasi yang diisyarakatkan dalam SK SNI T – 13 – 1990 .
Adapun persyaratan yang dimaksud antara lain:
1. Sudah tercakup dalam perencanaan tata ruang kota dan daerah
2. Jenis tanah kedap air
3. Daerah yang tidak produktif untuk pertanian
4. Dapat dipakai minimal 5 sampai 10 tahun
5. Tidak membahayakan/mencemarkan sumber air
6. Jarak dari daerah pusat pelayanan ± 10 km
7. Daerah yang bebas dari banjir
Ada sejumlah indikator untuk melihat bahwa Pemerintah Kota Luwuk
mulai menemui berbagai permasalahan dalam pengelolaan sampah,
antara lain sebagai berikut :
1. Volume sampah yang semakin meningkat dari tahun ke tahun seiring
dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk Kota Luwuk.
Pertambahan jumlah penduduk dan pertambahan jumlah sampah
dapat dilihat pada tabel10.
2. Biaya operasional pengelolaan sampah yang semakin meningkat.
Sementara pendapatan dalam bentuk retribusi masih sangat kecil
dan tidak sebanding dengan besaran anggaran yang digunakan
untuk pengelolaan sampah. Bagi Pemerintah Kota Luwuk, biaya ini
seiring dengan peningkatan volume sampah yang dihasilkan
109
masyarakat, Sebagaimana informasi yang disampaikan oleh Kepala
Bidang Kebersihan Disciktar Kota Luwuk.
3. Usia teknis TPA Mololuntun yang akan berakhir pada tahun 2013.
Sistem pengelolaan sampah Kota Luwuk berakhir di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA), yang berlokasi di Desa Mololuntun. TPA ini
akan habis usia teknisnya pada tahun 2013, sedangkan izin amdal untuk
TPA yang baru belum keluar, sebagaimana informasi yang disampaikan
Kepala Bidang Kebersihan Discikta Kota Luwuk.
4. Partisipasi masyarakat yang masih rendah
Partisipasi masyarakat masih rendah, terutama dalam sub sistem teknis
operasional. Masih sedikit masyarakat yang mau mengelola sampahnya di
tingkat sumber (rumah tangga). Sedangkan partisipasi masyarakat dalam
membayar retribusi sudah bagus.
Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat
kebutuhan prasarana persampahan di Kota Luwuk untuk 10 tahun kedepan setiap
tahunnya mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan jumlah timbulan sampah
yang setiap tahunnya juga meningkat. Peningkatan kebutuhan prasarana sampah
setiap tahunnya akan mengakibatkan penambahan biaya pengadaan setiap
tahunnnya oleh Dinas Cipta Cipta Karya dan Tata ruang, dan akan membutuhkan
lahan TPS yang banyak . Olehnya kami memberikan solusi untuk mengatasi hal
tersebut, yakni :
1. Untuk penambahan TPS dapat, dikurangi dengan cara mengajak
masyarakat untuk dapat melakukan pemilahan sampah antara yang
110
organik dan anorganik dengan tujuan untuk sampah organik dapat
dikelola menjadi pupuk dengan cara melakukan komposting,
membuat kompos dengan cara Takakura, biopori sedangkan untuk
sampah anorganik dapat di jual kembali untuk didaur ulang yang
dapat menghasilkan satu produk kembali.
2. Untuk penambahan alat angkut di sesuaikan dengan kondisi truck,
bila kondisi masih layak untuk digunakan maka perlu dilakukan
perubahan ritasi setiap mobil pengangkut. Yang semula hanya satu
kali ritasi dapat ditambah lebih dari satu kali.
3. Untuk lahan TPA selayaknya TPA yang ada saat ini sudah harus di
relokasi ke tempat yang baru sehingga pengolahan sampah bisa
dilakukan di kawasan TPA yang baru sesuai dengan sistem sanitary
landfill.
4. Pola pengangkutan sampah yang ada saat ini perlu dikembangkan.
Untuk wilayah pemukiman yang tidak dapat dilalui mobil pengangkut
sampah dapat diguanakan gerobak sampah atau motor yang
mempunyai bak sampah,dan juga dengan memberikan pelatihan
pada para pekerja pengangkut sampah yang ada di Disciktar tentang
cara pengangkutan sampah yang baik dan benar.
Dalam rangka mencari penyelesaian masalah sampah secara tepat,
saat ini di Kota Luwuk telah berdiri satu Bank Sampah yang didirikan
dengan tujuan untuk mengurangi sampah yang selama ini dianggap tidak
mempunyai nilai oleh masyarakat. Kegiatan yang dilakukan oleh Bank
111
Sampah yakni mentransaksikan sampah kering yang sudah dinilai dengan
uang, dengan sistem menabung dan meminjamkan uang berdasarkan
potensi sampah yang ditabung. Selain itu dampak dari kegiatan Bank
Sampah juga pada pengelolaan sampah dengan sistem 3 R. Dengan
kegiatan ini dapat diketahui bahwa ternyata hampir semua sampah dapat
dimanfaatkan atau bernilai ekonomis setelah dilakukan pemilahan. Namun
semua kegiatan untuk mengurangi sampah di kembalikan kepada peran
serta masyarakat, dimana tingkat peran serta masyarakat Kota Luwuk
masih rendah.
Manfaat yang bisa di ambil dari kegiatan 3 R antara lain :
1. Terbentuk kebiasaan mengelola sampah yang benar sejak dini
2. Masyarakat tidak perlu membayar sampah
3. Masyarakat tidak bingung lagi dengan masalah sampah
4. Terciptanya Lingkungan yang sehat
5. Memperpanjang usia TPA
6. Meringankan beban pemerintah dalam pengelolaan sampah
112
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sesuai dengan hasil analisis kebutuhan prasarana persampahan di Kota
Luwuk Kabupaten Banggai, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Ketersediaan prasarana sampah yang meliputi :
a. TPS pasangan batu dan konteiner 3 m³ yang ada di Kota Luwuk
saat ini belum memadai, dimana ketersediaan prasarana tersebut
tidak merata atau tidak disesuaikan dengan jumlah penduduk
yang ada dilokasi penempatan TPS.
b. Ketersediaan jumlah kendaraan pengangkut untuk kegiatan
pengumpulan dan pengangkutan sampah domestik dan komersil
di Kota Luwuk saat ini bila dilihat dari jumlah ketersediaan alat
angkut sudah memenuhi kebutuhan. Akan tetapi bila dilihat dari
kondisi fisik alat angkut ada beberapa alat angkut sampah yang
tidak layak untuk digunakan lagi.
c. Pola pengangkutan yang digunakan saat ini:
3. Door to door langsung ke TPA
4. Dari TPS ke TPA
Untuk area yang bisa dilalui mobil pengangkut sampah, pola ini sudah
maksimal digunakan. Untuk areal yang tidak dapat dilalui mobil
112
113
pengangkut sampah digunakan gerobak sampah dan motor gerobak
sampah.
d. Untuk lahan TPA yang ada saat ini sudah tidak memenuhi syarat
untuk dijadikan TPA.
2. Arahan pengembangan Pemenuhan prasarana persampahan di
Kota Luwuk untuk 10 tahun yang akan datang meliputi :
a. Penambahan prasarana TPS , bila dilihat dari hasil analisis
kebutuhan akan TPS setiap tahunnya bertambah hingga 10
tahun ke depan.
b. Penambahan alat angkut , bila dilihat dari hasil analisis terjadi
penambahan mobil angkutan setiap tahunnya dimana kebutuhan
dump truck 10 unit sampai 14 unit untuk 10 tahun ke depan.
c. Pola pengangkutan yang digunakan saat ini perlu dikembangkan
dengan memberikan pelatihan pada pekerja pengangkut sampah
tentang cara pengangkutan sampah yang baik dan benar.
d. Penambahan Lahan TPA setiap tahunnya meningkat dimana
hasil proyeksi menunjukkan kebutuhan TPA dari luasan 3 ha -
4,5 ha hingga 10 tahun mendatang disesuaikan dengan volume
sampah yang meningkat setiap tahunnya.
114
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan pembahasan, maka kami memberikan saran
khususnya kepada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Banggai dan
masyarakat pada umumnya sebagai berikut :
A. Ketersediaan Prasarana Sampah
1. Diharapkan ketersediaan prasarana sampah yang ada di Kota
Luwuk saat ini perlu dimanfaatkan semaksimal mungkin dalam
upaya meningkatkan pelayanan dibidang kebersihan.
2. Diharapkan peran serta masyarakat dalam pemilahan sampah yang
dipisahkan antara sampah organik dan anorganik untuk
mengurangi jumlah sampah di TPS. Pelaksanaa 3R pada
masyarakat, diperlukan sosialisasi yang gencar agar sampah dapat
dikurangi dibagian hulu.
B. Arahan Pengembangan di sarankan :
1. Penambahan prasarana persampahan tidak harus dilakukan setiap
tahunnya dengan mengingat umur dari setiap prasarana yang
dibuat , penambahan dilakukan apabila prasarana telah tidak
memenuhi nilai kelayakan pakai, sehingga dapat mengurangi
beban anggaran, serta tempat TPS yang banyak akan
mengakibatkan berkurangnya nilai estetika dan juga semakin
kecilnya luasan TPS diakibatkan semakin padatnya penduduk.
115
Dapat pula di atasi dengan mengajak masyarakat untuk dapat memilah
sampah organik dan anorganik sehingga dapat dimanfaatkan seperti
pembuatan kompos dari sampah organik dan pembuatan barang daur
ulang dari sampah anorganik. Letak TPS disesuaikan dengan jumlah
penduduk ada di sekitar lokasi TPS dan harus memperhitungkan jarak ke
TPS sehingga dapat di jangkau oleh penduduk.
2. Pemenuhan pengangkutan sampah dapat dilakukan dengan
penambahan jumlah ritasi pengangkutan. Perlu diadakan
penambahan mobil pengangkut apabila kondisi fisik kendaraan alat
angkut sudah tidak layak untuk digunakan akan tetapi bila masih
layak digunakan maka diperlukan penambahan ritasi dari setiap
alat angkut yang tadinya hanya satu kali ritasi menjadi tiga kali
ritasi sehingga mengurangi beban anggaran pengadaan
kendaraan. Dan perlu pengawasan terhadap pengunaan mobil
pengangkut sampah sehingga tidak digunakan diluar fungsinya.
3. Pola pengangkutan yang ada saat ini perlu ditingkatkan dengan
menambah armada gerobak sampah dan motor pengangkut
sampah untuk dapat mengangkut sampah yang berada ditempat
yang tidak dapat dilalui mobil pengangkut serta memberikan
pelatihan pada para pekerja pengangkut sampah.
4. Pemindahan Lokasi TPA lama ke TPA baru harus segera
dilaksanakan mengingat TPA lama sudah tidak layak pakai. Dan
mengingat sistem pengelolaan sampah yang harus digunakan
117
DAFTAR PUSTAKA
Anggarkusumo, 2010, Jurnal Penggolongan Sampah, Undip, Semarang
Azwar, Azrul, 1990, Pengantar Ilmu Lingkungan, Mutiara Sumber Widya, Jakarta
Badan Standarisasi Nasional, Frekuensi Pengumpulan sampah: SK SNI-T
12-1991-03, Yayasan LPMB Bandung, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta
Badan Standarisasi Nasional, Spesifikasi Timbulan Sampah untuk Kota
Kecil dan Kota Sedang di Indonesia : SK SNI-S 04-1993-03, Yayasan LPMB Bandung, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta
Badan Standarisasi Nasional, Spesifikasi Sumber Sampah : SK SNI-19-
396-1994, Yayasan LPMB Bandung, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta
Badan Standarisasi Nasional, Tata Cara Teknik Pengelolaan Sampah
Perkotaan: SK SNI-T 13-1990-F, Yayasan LPMB Bandung, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta
Badan Standarisasi Nasional, Tata Cara Pengelolaan Sampah di
Permukiman: SK SNI-T 12-1994-03, Yayasan LPMB Bandung, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta
Badan Standarisasi Nasional, Tipe atau jenis sampah: SK SNI-19-3241-
1994, Yayasan LPMB Bandung, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta
_____________. 2012, kecamatan Luwuk dalam Angka BPS, Luwuk,
Bappeda kabupaten Banggai. Faturrahman, 1997, Tesis Evaluasi Kinerja Pengelolaan Infrastruktur Persampahan Kota Cirebon, Cirebon Hadi, W, 1998, Teknologi Pengelolaan Sampah kota Besar Berbagai studi
Kasus di Indonesia, Seminar Nasional Penanganan Sampah Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Surabaya, Surabaya
Haryono, 2002, Kinerja Pelayanan Persampahan di Kota Yogyakarta,
Undip, semarang
118
Irman, 2004, Peran Serta Masyarakat Dalam Teknik Operasional Sampah di Kota Padang, Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota, UNDIP, Semarang.
Ismaria, 1992, Prinsip Dasar Pengukuran Efektifitas Sistem Pengelolaan
Sampah, ITB Bandung. JICA, 2002, Draft Naskah Akademis Rancangan Perundang – undangan
Pengelolaan Sampah. Available at Google, diakses 13 Januari 2013 Kodoatie, Robert J, 2003, Pengantar Manajemen Infrastruktur, Penerbit
Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Nurmandi, Achmad, 1999, Manajemen Perkotaan, Lingkaran Bangsa,
Yogyakarta. Nuryani S, dkk, 2003. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, UGM
Yogayakarta. Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi
Dan Karya Ilmiah.
_________________, Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2004 tentang susunan organisasi dan tata kerja dinas-dinas daerah Kabupaten Banggai
_________________, Peraturan Daerah Kabupaten Banggai No. 5 Tahun
2000, Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan, Banggai Rinaldi Mirsa, 2011, Jurnal Target pelayanan Persampahan USU. Saleh, D, 2000, Kebijakan Umum Penyelenggaraan Prasarana/sarana
Persampahan Modul SW-01, Diklat Manajemen Operasi dan Pemeliharaan Prasarana/Sarana Persampahan, Pusdiklat Dep. Kimbangwil, Bekasi
Sugita, 2002, Jurnal Laju Timbulan Sampah Undip Syafrudin 2001, Pengelolaan Limbah Padat (Sampah) Perkotaan,
Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Undip, Semarang . Syafrudin, CES, Ir. MT, 2004, Model Pengelolaan Sampah Berbasis
Masyarakat (Kajian Awal Untuk Kasus Kota Semarang), Makalah pada Diskusi Interaktif: Pengelolaan Sampah Perkotaan Secara Terpadu, Program Magister Ilmu Lingkungan UNDIP
119
Theisen, H. 1997. Solid waste : Engineering Principles and Management
Issues. Tokyo : Mc-Graw Hill, Kogakusha. Tchobanoglous, G; Theisen, H; Vigil, S.A. 1993. Intregated Solid Waste
Management Engineering Principles and Management Issues, Mc. Graw – Hill, New York
_______________, Undang – undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun
2011, Perumahan dan kawasan permukiman, Jakarta _______________, Undang – undang Republik Indonesia Nomor 18
tahun 2008, Pengelolaan Sampah, Jakarta Waluyo, D, 2003, Evaluasi Sistem Pengelolaan Sampah di Kota
Kebumen, Magister Teknik Lingkungan ITS Surabaya.
120
Lampiran 3. Potret persampahan dikota Luwuk
Sumber : Foto Pribadi
Lampiran 4: Kondisi Kota Luwuk di musim Hujan
123
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai r = 0,040 % sehingga dapat diketahui
jumlah penduduk pada tahun 2012 dengan menggunakan rumus : Pn
= Po (1 +r)¹
P2012 = 75.271 (1 + 0,040)¹
= 78.304 jiwa
1. Jumlah Timbulan sampah
Asumsi jumlah timbulan sampah untuk kota Luwuk = 2,5 Ltr/org/hari
Jumlah penduduk pada tahun 2011 = 75.271 Jiwa
Jadi jumlah timbulan sampah yang dihasilkan setiap hari pada tahun
2011 :
VTS 2011 = 75.271 (0,0025m³)
= 188,18 m³/ hari
Jadi produksi sampah daerah pemukiman adalah:
= 195,761 (52,82%)
= 103,401 m³
124
Perhitungan :
- Waktu muat 1 x 20 menit
- Waktu tempuh (PP) 12 / 30 X 1 jam
- Waktu manuver
- Waktu membuang
- Waktu berhenti
Jumlah
= 20 menit
= 24 menit
= 5 menit
= 6 menit
= 5 menit
= 60 menit
Jadi satu dump truck perhari dapat mengangkut sampah
sebanyak :
= x 1 rit = 7 rit/hari
Volume sampah yang diangkut dump truck ke TPA perhari
adalah :
= 4 x 6 m³ = 24 m³
Presentasi pengangkutan = 80%
Jadi kebutuhan dump truck dikota Luwuk pada tahun 2012
sebanyak :
= x presentasi pengangkutan
= x 80 %
= 9,60 ≈ 10 buah
125
Perhitungan :
- Waktu muat 20 menit
- Waktu tempuh (PP) 24 / 30 X 1 jam
- Waktu manuver
- Waktu membuang
- Waktu berhenti
Jumlah
= 20 menit
= 48 menit
= 8 menit
= 15 menit
= 5 menit
= 96 menit
Jadi satu armroll truck perhari dapat mengangkut sampah sebanyak :
= x 1 rit = 4 rit/hari
Volume sampah yang diangkut armroll truck ke TPA perhari
adalah :
= 4 x 6 m³ = 24 m³
Presentasi pengangkutan = 100%
Jadi kebutuhan armroll truck dikota Luwuk pada tahun 2012
sebanyak :
= x presentasi pengangkutan
= x 100 %
= 1,41 ≈ 1 unit