INFRASTRUCTURE NEEDS ANALYSIS OF MUNICIPAL SOLID …

142
TESIS ANALISIS KEBUTUHAN PRASARANA PERSAMPAHAN DI KOTA LUWUK INFRASTRUCTURE NEEDS ANALYSIS OF MUNICIPAL SOLID WASTE IN LUWUK Oleh : NURWAHDANIAR M DG MASIKKI P2800210503 PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK PERENCANAAN PRASARANA PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

Transcript of INFRASTRUCTURE NEEDS ANALYSIS OF MUNICIPAL SOLID …

i

TESIS

ANALISIS KEBUTUHAN PRASARANA PERSAMPAHAN DI KOTA LUWUK

INFRASTRUCTURE NEEDS ANALYSIS OF MUNICIPAL SOLID WASTE

IN LUWUK

Oleh :

NURWAHDANIAR M DG MASIKKI P2800210503

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK PERENCANAAN PRASARANA

PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2013

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

ANALISIS KEBUTUHAN PRASARANA PERSAMPAHAN DI KOTA

LUWUK

disusun dan diajukan oleh

NURWAHDANIAR M. DG MASIKKI

P2800210503

DISETUJUI

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Prof. Dr. Ir. Mary Selintung., M.Sc Dr.Ir. Ria Wikantari, M.Arch

Ketua Anggota

MENGETAHUI

Ketua Program Studi Magister Teknik Perencanaan Prasarana

Prof. Dr. Ir. H. M. Ramli Rahim, M.Eng

Nip. 19531111 198003 1 009

iii

PERNYATAAN KEASLIAN USULAN PENELITIAN

Nama : NURWAHDANIAR M DG MASIKKI

Nim : P2800210503

Program Studi : Magister Teknik Perencanaan Prasarana

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa usulan penelitian yang

berjudul “ANALISIS KEBUTUHAN PRASARANA PERSAMPAHAN DI

KOTA LUWUK” adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal yang bukan

karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukan dalam

daftar pustaka

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya diatas tidak

benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik,.

Makassar, 1 Agustus 2013

Yang membuat pernyataan,

NURWAHDANIAR M DG MASIKKI

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT

karena atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya lah sehingga penulis

diberikan kekuatan, kesehatan, dan pengetahuan untuk menyelesaikan

penulisan dan penyusunan tesis ini.

Penulis menyadari,bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan

dan bukan merupakan suatu yang instant. Ini buah dari suatu proses yang

relatif panjang, menyita segenap tenaga dan fikiran. Tanpa segenap

motivasi, kesabaran, kerja keras, dan do’a, mustahil penulis sanggup

untuk menjalani tahap demi tahap dalam penyelesaian tesis ini, karena

begitu banyaknya tantangan, baik dari segi kemampuan penulis, bahasa,

literatur maupun waktu yang tersedia. Akan tetapi berkat petunjuk dan

arahan dari para pembimbing serta pihak-pihak yang mendukung dan

memberi semangat dalam segala hal terhadap penyusunan sehingga tesis

ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, perkenankan penulis dengan

penuh keikhlasan menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang

sebesar-besarnya serta rasa hormat saya kepada kedua orang tua

penulis, Ayahanda Drs. H. Mahmud Dg Masikki dan Ibunda Hj Rostini

Hamid yang telah mengasuh dan mendidik penulis dengan penuh kasih

dan cinta serta doa yang tiada henti, suami terkasih Andry, ST yang

v

banyak memberikan motivasi yang sangat besar dan doa, anak-anakku

tercinta, Reza Syavira Aurannisa Putri, Muh.Rizky Syahriza Putra, Muh.

Nur Raditya Putra, Nur Ramadhani Putri dan saudara-saudari dari penulis,

adinda Dewi Kartini M, Skom, Hasan Baswan M, SSTP.,M.Si, Nuralim,

SE, Paty Pratiwi, SKm, Ibu Maemuna Dg Masikki, bapak/ibu mertua serta

keluargaku yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang

kesemuanya saya banggakan dan sayangi atas segala doa, motivasi,

dukungan baik moril maupun materi yang sangat besar yang telah

diberikan kepada penulis.

Alhamdullilah atas bimbingan dan banyaknya waktu yang

diluangkan dalam mengarahkan penulis, untuk itu dengan segala

keikhlasan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Mary Selintung, MSc selaku

pembimbing I dan Ibu Dr. Ir. Ria Wikantari, M.Arch selaku Pembimbing II

pada Tesis Penulis, terima kasih atas perhatian, waktu, bimbingan bekal

ilmu dan arahan serta motivasi yang tiada henti dan sangat berharga

hingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini. Begitu pula ucapan terima

kasih Penulis kepada, Ibu Prof. Dr. Ir. Shirly Wunas, DEA, Bapak Prof. Ir.

Bambang Heryanto, M.Sc., Ph. D, dan Bapak Baharuddin Hamzah, ST.,

M.Arch., Ph.D, selaku tim penguji yang telah meluangkan waktu,

memberikan kritikan, arahan dan masukan yang memotivasi Penulis demi

penyempurnaan tesis ini.

vi

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Idrus A. Paturussi, Sp.B, Sp.Bo, selaku Rektor

Universitas Hasanuddin beserta seluruh Pembantu Rektor Universitas

Hasanuddin.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Mursalim, M.S., selaku Direktur Program Pasca

Sarjana Universitas Hasanuddin, beserta Asisten Direktur.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. H. M. Ramli Rahim, M. Eng, selaku Ketua Program

Studi Magister Teknik Perencanaan Prasarana Pasca Sarjana

Universitas Hasanuddin.

4. Para Guru Besar dan Dosen Pengajar pada Program Studi Magister

Teknik Perencanaan Prasarana Universitas Hasanuddin yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu, atas bekal ilmu, motivasi, dan

perhatian hingga Penulis dapat melewati tahap-tahap penyelesaian

studi ini.

5. Seluruh staf pengelola Magister Teknik Perencanaan Prasarana

Universitas Hasanuddin yang telah menyediakan fasilitas dan

pelayanan yang sangat baik selama menempuh program studi ini.

6. Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Banggai serta

staf Bidang kebersihan atas segala pelayanan dengan meluangkan

waktu, pemikiran dan saran untuk menerima penulis dengan baik

selama proses penelitian.

vii

7. Rekan Kantor Kelurahan Simpong atas pengertian dan sumbangsih

pemikiran selama proses penyelesaian tesis ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman

seperjuangan yang telah banyak menemani, membantu dan memberikan

dukungan kepada penulis selama penulis menempuh pendidikan Program

Magister Teknik Perencanaan angkatan 2010 yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaan, kerja sama,

dukungan, doa, perhatian serta bantuannya kepada Penulis selama ini

dengan tetap semangat menjalin rasa persaudaraan sekarang dan

selamanya. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini,

semoga budi baik dan segala bantuan yang diberikan dibalas setimpal

oleh Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih banyak kekurangan dan

jauh dari kesempurnaan bahkan sepenuhnya merupakan kelemahan dan

tanggung jawab Penulis. Untuk itu saran dan kritik yang membangun dari

pembaca sangat diharapkan sebagai kontribusi pemikiran demi

penyempurnaan tesis ini.

Terakhir, perkenankan Penulis memohon doa restu dari para

pembaca agar tesis ini dapat memberikan manfaat yang positif dalam

menganalisis kebutuhan prasarana persampahan di Kota Luwuk

viii

selanjutnya dan semoga tesis ini dapat diterima sebagai karya yang

bernilai ibadah di sisi Allah SWT, Amin.

Makassar, 1 Agustus 2013

Penulis

Nurwahdaniar M. Dg Masikki

ix

ABSTRAK

Nurwahdaniar M. Dg Masikki. Analisis Kebutuhan Prasarana Persampahan di Kota Luwuk

(dibimbing oleh Mary Selintung dan Ria Wikantari).

Persoalan sampah sangat berkaitan dengan pola hidup serta budaya masyarakat itu

sendiri. Persoalan sampah adalah suatu permasalahan yang sangat problematik bukan saja di

Kabupaten Banggai, bahkan diseluruh dunia masalah sampah sudah menjadi masalah

internasional. Kota Luwuk yang merupakan ibukota kabupaten Banggai, sebagai kota yang sedang

tumbuh juga diperhadapkan dengan masalah persampahan yang tentunya berkenaan dengan

keasrian dan keindahan serta kebersihan kota. Ketersedian Prasarana persampahan untuk sampah

domestik dan komersil di Kota Luwuk saat ini belum memadai.

Penelitian ini bertujuan (1) Menelaah ketersediaan prasarana untuk sampah domestik dan

komersil di Kota Luwuk, (2) Menguraikan arahan pengembangan prasarana untuk sampah

domestik dan komersil di Kota Luwuk yang meliputi lahan TPS, alat angkut, pola pengangkutan,

berikut kebutuhan lahan TPA yang mengakomodasi sampah domestik dan komersil untuk 10

tahun kedepan.

Penelitian ini bersifat deskiptif kuantitatif, yaitu metode yang membandingkan persamaan

dan perbedaan gejala gejala tertentu secara kuantitatif yang mengukur, dan menampilkan fakta

melalui teknik survey, wawancara dan lainnya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap tahunnya terjadi penambahan prasarana

persampahan meliputi penambahan TPS, Penambahan alat angkut, penambahan lahan TPA, dan

pengembangan pola pengangkutan.

Kesimpulannya bahwa pertama Ketersediaan prasarana sampah domestik dan komersil

yang meliputi a) TPS pasangan batu dan konteiner 3 m³ yang ada di Kota Luwuk saat ini belum

memadai, dimana ketersediaan prasarana tersebut tidak merata atau tidak disesuaikan dengan

jumlah penduduk yang ada di lokasi penempatan TPS, b) Ketersediaan jumlah kendaraan

pengangkut untuk kegiatan pengumpulan dan pengangkutan sampah domestik dan komersil di

Kota Luwuk saat ini bila dilihat dari jumlah ketersediaan alat angkut sudah memenuhi

kebutuhan.Akan tetapi bila dilihat dari kondisi fisik alat angkut ada beberapa alat angkut sampah

yang tidak layak untuk digunakan lagi, c) Pola pengangkutan yang digunakan saat ini door to door

langsung ke TPA dan dari TPS ke TPA sudah maksimal digunakan, d) Untuk lahan TPA yang ada

saat ini sudah tidak memenuhi syarat untuk dijadikan TPA, kedua arahan pengembangan

pemenuhan prasarana persampahan untuk sampah domestik dan komersil di Kota Luwuk 10 tahun

yang akan datang meliputi a) Penambahan prasarana TPS , bila dilihat dari hasil analisis

kebutuhan akan TPS setiap tahunnya bertambah hingga 10 tahun ke depan, b) Penambahan alat

angkut , bila dilihat dari hasil analisis terjadi penambahan mobil angkutan setiap tahunnya dimana

kebutuhan dump truck 10 unit sampai 14 unit untuk 10 tahun ke depan, c) Pola pengangkutan yang

digunakan saat ini perlu dikembangkan dengan memberikan pelatihan pada pekerja pengangkut

sampah tentang cara pengangkutan sampah yang baik dan benar, d) Penambahan Lahan TPA

setiap tahunnya meningkat dimana hasil proyeksi menunjukkan kebutuhan TPA dari luasan 3 ha -

4,5 ha hingga 10 tahun mendatang disesuaikan dengan volume sampah yang meningkat setiap

tahunnya.

Kata Kunci: Prasarana, sampah domestik, sampah komersil

x

DAFTAR ISI Halaman

HALAMAN JUDUL

.........................................................................................

LEMBAR PENGESAHAN

..............................................................................

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN USULAN PENELITIAN

......................

KATA PENGANTAR

......................................................................................

DAFTAR ISI

...................................................................................................

DAFTAR TABEL

............................................................................................

DAFTAR GAMBAR

.........................................................................................

i

ii

iii

iv

ix

x

xi

BAB I. PENDAHULUAN

...........................................................................

A. Latar Belakang

..........................................................................

B. Masalah Pokok

.........................................................................

C. Tujuan Penelitian

......................................................................

D. Manfaat penelitian

....................................................................

E. Sistematika

...............................................................................

1

1

5

6

6

7

BAB

II.

TINJAUAN PUSTAKA

..................................................................

9

9

xi

A. Pengertian Sampah

..................................................................

B. Sumber Sampah

.......................................................................

C. Klasifikasi Sampah

....................................................................

D. Timbulan Sampah

.....................................................................

E. Pengelolaan Sampah

.................................................................

1. Pewadahan

..........................................................................

2. Pengumpulan

......................................................................

3. Pemindahan

.........................................................................

4. Pengangkutan

......................................................................

5. Pengolahan

.........................................................................

6. Pembuangan Akhir Sampah

................................................

F. Prasarana Persampahan

.........................................................

G. Pelayanan Sampah

....................................................................

H. Penanganan Sampah

................................................................

I. Kerangka Pikir

...........................................................................

12

17

20

23

28

32

36

38

44

45

48

51

52

53

xii

BAB

III.

BAB

IV.

BAB

V.

METODE PENELITIAN

.................................................................

A. Pendekatan Penelitian

..............................................................

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

.....................................................

C. Jenis dan Sumber Data

............................................................

a. Data Primer

.........................................................................

b. Data Sekunder

....................................................................

D. Analisis Data

............................................................................

E. Teknik Pengumpulan Data

........................................................

F. Variabel Penelitian

.....................................................................

G. Definisi Operasional

...................................................................

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

..................................

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

.......................................

B. Kondisi Prasarana Sampah Kota Luwuk

.................................

C. Gambaran umum Lokasi Penelitian

.........................................

D. Ketersediaan Prasarana Persampahan di kota Luwuk

............

56

56

56

59

59

60

61

61

63

64

68

68

72

75

81

91

104

104

105

xiii

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

E. Kebutuhan Prasarana Persampahan

PENUTUP

......................................................................................

A. Kesimpulan

...............................................................................

B. Saran

........................................................................................

xiv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Besaran Timbulan Sampah berdasarkan klasifikasi kota............

2. Kebutuhan Data Primer dan Data Sekunder ..............................

3. Variabel penelitian .......................................................................

4. Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk

menurut desa/kelurahan dikecamatan Luwuk tahun 2007-2011

......................................................................................................

5. Luas wilayah dan jumlah penduduk menurut kelurahan..........

6. Data Existing Pewadahan TPS di Kota Luwuk..........................

7. Kondisi eksisting Prasarana Pengangkutan Sampah di Kota

Luwuk............................................................................................

8. Kondisi eksisting Prasarana TPA di Kota Luwuk ........................

9. Proyeksi Pertumbuhan jumlah penduduk tahun 2012-2021........

10. Proyeksi pertumbuhan timbulan sampah tahun 2012-2021 .......

11. Pertumbuhan timbulan sampah pemukiman, pasar, pertokoan,

hotel dan restoran, fasilitas umum, sapuan jalan serta kawasan

industri tahun 2012-2021 .............................................................

12. Proyeksi pertumbuhan kebutuhan TPS tahun 2012-2021 ...........

13. Proyeksi kebutuhan dump truck di Kota Luwuk tahun 2012-

2021..............................................................................................

14. Proyeksi kebutuhan amroll truck di kota Luwuk tahun 2012-

2021..............................................................................................

21

60

63

71

72

84

86

90

91

92

93

94

96

94

xv

15. Analisis kebutuhan luas TPA tahun 2012-2021 ........................ 99

xvi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Diagram pengelolaan sampah ....................................................

2. Sistem tahapan pewadahan sampah ..........................................

3. Sistem tahapahan pengangkutan sampah ..................................

4. Jenis Tahapan pemindahan Sampah ..........................................

5. Diagram alir pola pengangkutan individual ..................................

6. Diagram alir pengankutan sistem konteiner cara 1 ......................

7. Diagram alir pengangkutan sistem konteiner cara 2 ....................

8. Diagram alir pengangkutan sistem konteiner cara 3 ....................

9. Peralatan pengangkutan yang sering digunakan .........................

10. Teknik pengolahan sampah .........................................................

11. Pengolahan sampah pola controlled landfill ................................

12. Pengolahan sampah pola sanitary landfill ...................................

13. Kerangka Pikir ..............................................................................

14. Peta Administrasi Kabupaten Banggai .......................................

15. Peta Lokasi Penelitian ................................................................

16. Sampah yang dibuang dialiran sungai dan laut ...........................

17. Peta Pelayanan sampah di Kota Luwuk ......................................

18. Peta Propinsi Sulawesi Tengah ..................................................

19. Sampah pemukiman ....................................................................

20. Sampah Pasar .............................................................................

21. Pewadahan Sampah ....................................................................

28

32

36

38

39

40

41

42

44

45

46

47

55

57

58

59

67

68

82

82

83

xvii

22. TPS/Transfer Depo permanen dibeberapa titik kota Luwuk ........

23. TPS pasangan batu (tembok) disalah satu sudut Kota Luwuk ...

24. Alat angkut Sampah yang ada di kota Luwuk ..............................

25. Peta Lokasi TPA Bunga ...............................................................

26. TPA Mololuntun ...........................................................................

27. TPA Mololuntun ...........................................................................

85

85

86

88

89

89

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sampah merupakan produk limbah atau buangan yang

merupakan problem yang cukup serius khususnya bagi masyarakat

perkotaan dikarenakan jumlah sampah yang diproduksi oleh masyarakat

perkotaan cukup besar dibanding dengan masyarakat pedesaan, oleh

karena hal tersebut maka diperlukan suatu upaya guna menangani

masalah kebersihan lingkungan yang tentunya melibatkan pihak yang

terkait.

Permasalahan lingkungan yang umum terjadi di perkotaan

adalah pengelolaan sampah perkotaan yang kurang baik. Sampah yang

merupakan bagian sisa aktifitas manusia perlu dikelola dengan baik agar

tidak menimbulkan berbagai permasalahan terhadap kehidupan manusia

maupun gangguan pada lingkungan seperti pencemaran lingkungan,

penyebaran penyakit, menurunnya estetika dan sebagai pembawa

penyakit. Pengelolaan sampah di kota-kota di Indonesia sampai saat ini

belum mencapai hasil yang optimal. Berbagai kendala masih dihadapi

dalam melaksanakan pengelolaan sampah tersebut baik kendala

ekonomi, sosial budaya maupun penerapan teknologi (Nuryani, 2003).

1

2

Menurut Nurmandi (1999), pertumbuhan kota yang tidak selaras

dengan tuntutan pemenuhan kebutuhan masyarakat kota juga akan

berdampak pada menurunnya optimasi pelayanan prasarana kota. Hal

tersebut dikarenakan peningkatan aktifitas masyarakat di perkotaan akan

berpengaruh pada kuantitas maupun kualitas limbah yang dihasilkan

sehingga pada akhirnya apabila tidak dikelola dengan baik dapat

menimbulkan dampak negatif berupa penurunan kualitas lingkungan. Dari

data Kementerian Lingkungan Hidup, di Indonesia sekitar 15-20 % dari

limbah sampah dibuang secara baik dan tepat sisanya dibuang ke sungai

sehingga menimbulkan masalah banjir. Diperkirakan 85 % dari kota-kota

kecil dan lebih dari 50 % kota berukuran menengah secara resmi

membuang limbahnya ke tempat-tempat terbuka.

Persoalan sampah sangat berkaitan dengan pola hidup serta

budaya masyarakat itu sendiri. Olehnya penanggulangan sampah bukan

hanya urusan pemerintah semata akan tetapi penanganannya

membutuhkan keterlibatan atau partisipasi masyarakat secara luas.

Dalam penanganan sampah dapat diasumsikan bahwa laju

produksi sampah tidak sebanding dengan proses penanganannya. Hal

tersebut tentu memacu pemerintah daerah untuk lebih awal memikirkan

bagaimana strategi yang efisien dalam menanggulangi masalah

persampahan. Masalah persampahan terjadi antara lain karena

semrawutnya pola permukiman dan pesatnya pertambahan jumlah

penduduk . Maka salah satu aspek yang sedang diupayakan adalah

3

prasarana yang memadai sebagai media utama untuk pengelolaan

persampahan.

Persoalan sampah adalah suatu permasalahan yang sangat

problematik bukan saja di Kabupaten Banggai, bahkan di seluruh dunia

masalah sampah sudah menjadi masalah internasional. Lembaga

Swadaya Masyarakat dunia yang dikenal dengan nama ”Green

Peacess” sudah sejak lama memerangi masalah sampah. Di Indonesia

masalah sampah sudah sangat membebani pemerintah pusat, bahkan di

Pulau Jawa kawasan penduduk dibebaskan oleh pemerintah hanya

untuk tempat pembuangan sampah.

Kota Luwuk yang merupakan Ibukota Kabupaten Banggai,

sebagai kota yang sedang tumbuh juga diperhadapkan dengan masalah

persampahan yang yang tentunya berkenaan dengan keasrian dan

keindahan serta kebersihan kota.

Pertumbuhan dan perkembangan Kota Luwuk saat ini yang

cukup pesat menuntut adanya penyediaan sarana dan prasarana kota

yang semakin baik dan memadai. Salah satu penyediaan sarana dan

prasarana perkotaan diwujudkan dengan adanya pengelolaan

persampahan suatu kota. Pengelolaan persampahan ditujukan untuk

menanggulangi dan mencegah pencemaran lingkungan baik yang

ditimbulkan oleh sampah domestik maupun non domestik, sehingga

pengelolaan dan penyediaan sarana secara optimal akan dapat

menciptakan lingkungan hidup perkotaan yang sehat dan nyaman.

4

Pemerintah Kabupaten dalam Penanganan masalah kebersihan

sudah ditugaskan pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang sesuai dengan

Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2004 tentang susunan organisasi dan

tata kerja dinas-dinas daerah Kabupaten Banggai. Dimana salah satu

tugas pokok dan fungsinya Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang

mengemban tugas pelayanan kepada masyarakat khususnya dibidang

kebersihan. Namun Kenyataannya masih banyak sampah yang tidak

terangkut pada TPA, tetapi sisa sampah tersebut dibuang disungai,

saluran – saluran air, dan bahkan ada yang dibakar.

Dalam operasional persampahan itu sendiri sangatlah erat

kaitannya dengan kebutuhan akan sarana dan prasarana yang memadai

antara lain pewadahan, alat angkut, Tempat Pembuangan Sementara

(TPS) serta ketersediaan lahan TPA. Khususnya di Kota Luwuk yang

akhir-akhir ini mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat

ditandai mulai munculnya permukiman yang semakin padat, membuat

perubahan gaya hidup masyarakat, perubahan tata guna lahan,

pertumbuhan penduduk karena migrasi dari daerah lain ke Kota Luwuk

serta dampak-dampak lain. Hal-hal tersebut tentu saja mempengaruhi

adanya pertambahan timbulan sampah yang dihasilkan baik sampah

domestik maupun sampah komersil. Terutama sampah domestik dan

komersil merupakan hal yang lebih mengarah ke individu masing-masing

merupakan penyumbang terbesar dari sampah yang masuk ke TPA.

5

Jumlah timbulan sampah dikota Luwuk dari tahun ke tahun semakin

meningkat. Berdasarkan data Dinas cipta Karya dan Tata Ruang jumlah

sampah yang dihasilkan oleh setiap rumah tangga dan kemampuan

prasarana angkutan yang terbatas, sangat dimungkinkan sampah yang

tidak terangkut ke TPA akan berserakan ke TPS, saluran air, sungai serta

lahan-lahan kosong ataupun dibakar. Pertambahan jumlah sampah yang

tidak diimbangi dengan pengelolaan yang ramah lingkungan akan

menyebabkan terjadinya perusakan dan pencemaran lingkungan (Tuti

Kustiah, 2005). Lebih jauh lagi, penanganan sampah yang tidak

komprehensif akan memicu terjadinya masalah sosial, seperti amuk

massa, bentrok antar warga, pemblokiran fasilitas TPA (Hadi, 2004)

Ketersediaan prasarana dalam rangka pengelolaan kebersihan

dan persampahan merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki. Mengingat

pengelolaan kebersihan dan persampahan merupakan suatu proses

manajemen yang harus direncanakan, dilaksanakan dan dikontrol dengan

baik, maka prasarana sangat menunjang kinerja pengelolaan

persampahan. Dinas Cipta Karya dan Tata ruang sebagai penanggung

jawab akan masalah kebersihan kota perlu mengadakan revisi ulang

dalam hal penanganan kebersihan, dimana alat angkut atau armada yang

dimiliki cukup tetapi belum dapat mengangkut sampah secara

keseluruhan. Untuk itu, penelitian ini penting karena masalah

ketersediaan prasarana sampah sangat menunjang fungsi dan tugas

6

pengelolaan kebersihan dan persampahan yang dilaksanakan oleh

Pemerintah Kota Luwuk.

B.. Masalah Pokok

Berdasarkan uraian latar belakang , maka penelitian ini

difokuskan pada masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana ketersediaan prasarana untuk sampah di Kota Luwuk ?

2. Bagaimana arahan pengembangan prasarana persampahan di Kota

Luwuk untuk memenuhi kebutuhan 10 tahun ke depan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk :

1. Menelaah ketersediaan prasarana sampah di Kota Luwuk.

2. Menguraikan arahan pengembangan prasarana untuk sampah di Kota

Luwuk yang meliputi lahan TPS, alat angkut , pola pengangkutan,

berikut kebutuhan lahan TPA yang mengakomodasi sampah untuk 10

tahun kedepan.

7

D. Manfaat Penelitian

Studi penelitian terhadap kebutuhan prasarana persampahan

diharapkan akan memberikan masukan dan pembangunan, manfaat-

manfaat tersebut sebagai berikut :

1. Manfaat Akademis

Diharapkan dapat memberikan sumbangan secara teoritis mengenai

analisis kebutuhan prasarana persampahan, meliputi lahan TPS, Alat

angkut serta pola pengangkutan berikut kebutuhan lahan TPA yang

mengakomodasi sampah untuk 10 tahun kedepan.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat menjadi masukan bagi Dinas Cipta Karya dan Tata ruang

(DISCIKTAR) Kota Luwuk untuk evaluasi terhadap kebutuhan

prasarana persampahan dalam menunjang terciptanya kota Luwuk

yang bersih, aman dan rapi (BERAIR).

b. Sebagai bahan pertimbangan bagi DISCIKTAR Kota Luwuk dalam

upaya pemenuhan kebutuhan prasarana sampah .

E. Sistematika

Bagian pertama pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah,

masalah pokok, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika.

8

Bagian kedua kajian teori yang subtansi pokok tajuk penelitian, dalam

kerangka teoritik maupun empiris yang berkenaan dengan penyediaan

prasarana persampahan.

Bab ketiga metode penelitian yang terdiri dari Pendekatan penelitian,

waktu dan lokasi penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan

data, variabel penelitian, definisi operasional.

Bab keempat hasil penelitian dan pembahasan terdiri dari Gambaran

umum wilayah penelitian, kondisi prasarana sampah Kota Luwuk,

Gambaran umum lokasi penelitian, ketersediaan prasarana persampahan

di Kota Luwuk, kebutuhan prasarana persampahan.

Bab kelima penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Sampah

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun

2008 tentang pengelolaan sampah yang dimaksud dengan sampah

adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang

berbentuk padat. Pengelolaan sampah yang dimaksudkan adalah

kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang

meliputi pengurangan dan penanganan sampah.

Dalam lingkup Pemerintah daerah Kabupaten Banggai yang diatur

dalam Perda No.5 tahun 2000 tentang retribusi pelayanan

persampahan/kebersihan bahwa sampah adalah limbah yang berbentuk

padat atau setengah padat yang berasal dari kegiatan orang pribadi atau

badan yang terdiri dari bahan organik dan anorganik, logam dan

nonlogam yang dapat terbakar tetapi tidak termasuk buangan biologis /

kotoran manusia dan sampah berbahaya.

Menurut Azwar (1990), sampah adalah sesuatu yang tidak

dipergunakan lagi, yang tidak dapat dipakai lagi, yang tidak disenangi dan

harus dibuang, maka sampah tentu saja harus dikelola dengan sebaik-

baiknya, sedemikian rupa sehingga hal-hal yang negatif bagi kehidupan

tidak sampai terjadi.

9

10

Robert J.Kodoatie (2003) mendefinisikan sampah adalah limbah

atau buangan yang bersifat padat, setengah padat yang merupakan hasil

sampingan dari kegiatan perkotaan atau siklus kehidupan manusia,

hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Sampah dalam ilmu kesehatan

lingkungan (refuse) sebenarnya hanya sebagian dari benda atau hal-hal

yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau harus

dibuang, sedemikian rupa sehingga tidak menganggu kelangsungan

hidup. Menurut SK SNI 19-2454-2002, yang dimaksud dengan sampah

adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan anorganik

yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak

membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan.

Menurut Dharma Gunadi (2004) sampah adalah limbah atau buangan

yang bersifat padat,setengah padat yang merupakan produk sampingan

dari kegiatan perkotaan atau siklus kehidupan manusia,hewan,tumbuh-

tumbuhan.

Hadiwiyoto (1983), mendefinisikan sampah sebagai sisa-sisa

bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan baik karena telah diambil

bagian utamanya atau karena pengolahan atau karena sudah sudah tidak

ada manfaatnya yang ditinjau dari segi ekonomis tidak ada harganya dan

dari segi lingkungan dapat menyebabkan gangguan kesehatan atau

gangguan kelestarian.

Secara umum masyarakat mengenal sampah sebagai suatu benda

yang dihasilkan dari berbagai benda yang telah digunakan dan tidak

11

diperlukan lagi oleh manusia. Pengertian sampah dalam modul Materi

Training Untuk Tingkat staf teknis proyek PLP sektor persampahan

(1986) sampah adalah limbah yang yang berbentuk padat dan juga

setengah padat dari bahan organik dan atau anorganik, baik benda logam

maupun bukan logam yang dapat terbakar dan yang tidak dapat terbakar.

Menurut SK SNI T-13-1990-F: 1 sampah adalah limbah yang

bersifat padat terdiri atas bahan organik dan bahan anorganik yang

dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan

lingkungan dan melindungi investasi pembangunan.

Berdasarkan beberapa pengertian tentang sampah seperti di atas

maka dapat didefinisikan sampah adalah sisa bahan, limbah atau

buangan yang bersifat padat, setengah padat yang merupakan hasil

sampingan dari kegiatan atau siklus kehidupan manusia, hewan maupun

tumbuh-tumbuhan atau yang berasal dari aktivitas kehidupan manusia

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan

rumah tangga. (Japan International Cooperation Agency (JICA)).

Sampah domestik merupakan sampah yang berasal dari

lingkungan permukiman atau perumahan.

Sampah komersil merupakan sampah yang dihasilkan dari

lingkungan kegiatan perdagangan seperti toko, restoran, rumah makan,

warung, pasar dan swalayan.

12

Secara fisik, sampah mengandung bahan-bahan yang masih

berguna, hanya sudah berkurang nilainya. Kurangnya nilai sampah dalam

banyak hal karena kondisi sampah yang tercampur dan komposisinya

tidak diketahui. Jadi pemisahan bahan dalam sampah secara umum akan

meningkatkan nilainya untuk penggunaan lebih lanjut bahan-bahan

sekunder tersebut. Secara umum, meskipun kandungan sampah sangat

heterogen, kandungan bahan organik dalam sampah kota cukup tinggi

yaitu di atas 70%. Keadaan ini memberikan gambaran bahwa potensi

pengolahan sampah organik yang cukup tinggi.

B. Sumber Sampah

Pada dasarnya sumber sampah di hubungkan dengan penggunaan

atau tata guna lahan dimana segala aktifitas keseharian manusia

diseluruh penjuru bumi berlangsung yang tentunya menjadi sumber dari

berbagai jenis sampah hal ini umumnya terjadi pada daerah perkotaan.

Sumber sumber timbulan sampah pada daerah perkotaan antara lain :

1. Rumah tangga

Sampah yang dihasilkan umumnya terdiri dari sisa-sisa kebutuhan

sehari-hari misalnya sisa makanan, kertas,daun sisa pembungkus,

kantong plastik dan lain-lain.

2. Pasar, tempat – tempat komersil

13

Ciri-ciri sampahnya beraneka ragam dimana biasanya volumenya

hampir sama misalnya sisa sayuran, daun bekas bungkusan, sisa

makanan, buah-buahan, kertas, plastik dan lain sebagainya.

3. Pabrik-pabrik atau industri

Industri ini merupakan hasil samping kegiatan industri yang jenisnya

sangat tergantung pada kegiatan industri itu sendiri. Ciri-ciri sampahnya

tidak banyak macam dan jenisnya hal ini tergantung jenis bahan

olahan industri tersebut dan biasanya volume sampahnya tidak merata

dengan kata lain hanya sampah – sampah tertentu yang mempunyai

volume yang besar.

4. Permukiman, kantor, sekolah, institusi, gedung – gedung umum dan

lain-lain.

Sampah yang dihasilkan terdiri dari berbagai macam jenis mulai dari

plastik, sisa makanan, daun-daunan, kaleng dan sebagainya.

5. Jalan, lapangan dan pertamanan

Umumnya sampah yang dihasilkan dari pengguna fasilitas jalan

tersebut dan adapun pada taman sampah yang dihasilkan umumnya

sisa pemangkasan.

6. Parit

Sampah yang dihasilkan terdiri dari sedimen – sedimen yang terbawa

oleh arus air, dedaunan dan buangan manusia.

Berdasarkan SNI 19-3241-1994, sumber sampah dapat dibagi

sebagai berikut :

14

a. Sampah dari kegiatan rumah tangga dan komersil.

b. Sampah Institusional

c. Sampah konstruksi dan penghancuran bangunan

d. Sampah dari kegiatan pelayanan perkotaan

e. Sampah dari pengolahan di pabrik dan residunya

f. Sampah padat industri

g. Sampah Pertanian

Menurut Anggarkusuma, 2010 sumber sampah dibagi menjadi tujuh

macam, yaitu:

1. Daerah pemukiman/rumah tangga, berupa sampah basah/organik.

2. Daerah komersial, meliputi sampah dari pasar, pertokoan, restoran

didominasi sampah organik.

3. Daerah institusional, terdiri atas sampah dari perkantoran, sekolah,

tempat ibadah dan merupakan sampah kering.

4. Daerah terbuka, sampah dari pembersihan jalan, trotoar, taman

merupakan sampah organik dan debu.

5. Daerah industri, sampah dari sisa – sisa kegiatan industri, tergantung

kepada jenis industrinya.

6. Daerah pembangunan, pemugaran dan pembongkaran dan bahan

yang berasal dari kegiatan tersebut diantaranya: pecahan bata, kayu,

besi, dan lain – lain.

7. Rumah sakit/poliklinik, sampah dari sampah kantor, sampah bekas

operasi dan luka.

15

Sampah yang diatur dalam undang-undang pengelolaan sampah

ini adalah sampah domestik yang dihasilkan :

1. Sampah rumah tangga

Sampah rumah tangga biasanya banyak berasal dari sisa sayuran,

buah – buahan, ikan atau daging serta sisa makanan basi. Selain itu

juga dapat terdiri dari plastik pembungkus, kertas, karton, logam dan

sebagainya. Untuk jumlah yang sedikit khususnya sampah organik sisa

kegiatan dapur dan ruang makan, sebaiknya sampah tersebut

dimasukkan ke dalam kantong plastik. Untuk sampah yang kering dapat

disimpan dalam tong. Sampah jenis ini sebaiknya digolongkan lagi atas

yang mudah terbakar dengan yang tidak mudah terbakar.

2. Sampah dari kegiatan komersial

Sampah ini berasal dari berbagai pusat perdagangan, pasar,

pertokoan, hotel, restoran, tempat hiburan. Mengingat keragaman

sampah komersial sangat besar, maka pengumpulan sampah

sebaiknya harus sudah lebih diklasifikasikan lagi. Sampah kertas harus

dikumpulkan bersama dengan karton.Sedangkan sampah kaca dan

gelas menjadi satu. Karet, logam, plastik harus ditempatkan pada

wadah – wadah yang terpisah. Pewadahan khusus secara terklasifikasi

harus dapat dikerjakan oleh restoran – restoran, warung dan pasar

swalayan, sedangkan sampah organik dari pasar yang becek harus

ditangani secara harian. Mengingat kegiatan jasa komersial ini

berlangsung secara sibuk setiap harinya, maka dinas terkait harus

16

melakukan tugasnya selama 24 jam. Selain itu pekerjaan disini tidak

mengenal hari libur. Sampah organik dapat terus diangkut oleh truk

sampah ke tempat penanganan selanjutnya, sedangkan sampah yang

masih dapat didaur ulang oleh industri, misalnya kertas, karet, logam

dan sebagainya dipisah sendiri-sendiri untuk kemudian dijual ke

pedagang pengumpul barang-barang bekas.

3. Sampah dari fasilitas sosial, yaitu sampah dari rumah ibadah,

asrama,rumah tahanan/penjara, sampah domestik rumah sakit, klinik

dan puskesmas.

4. Sampah dari fasilitas umum, yaitu sampah terminal, pelabuhan,

bandara dan halte kendaraan.

5. Sampah domestik berasal dari berbagai industri yang ada dan sangat

beragam dan tergantung pada jenis industrinya itu sendiri. Biasanya

industri mempunyai sarana penampungan dan penanganan

sampahnya dilokasi industri itu sendiri. Secara teoritis sampah industri

lebih mudah diklasifikasikan sendiri dan biasanya untuk barang –

barang yang masih bernilai ekonomi sudah ada jalur pemasarannya.

Namum demikian, untuk komoditi-komoditi agroindustri pengumpulan

sampah dan penangannya harus lebih baik. Semua industri harus

memiliki sarana pengumpul dan pengolahan sampah. Bila tidak minimal

mereka harus memiliki armada pengangkut sendiri, untuk membuang

sampahnya ke lokasi yang telah ditentukan setiap harinya. Mengingat

sampah industri jumlahnya banyak dan sering kali ada yang bersifat

17

racun, maka pengawasan dari departemen yang bersangkutan harus

dilakukan secara ketat dan konsekuen.

6. Sampah dari hasil pembersihan saluran terbuka umum, misalnya dari

sungai, selokan dan lain-lain.

7. Sampah dari fasilitas lainnya, yaitu sampah yang berasal dari

perkantoran maupun sekolahan atau perguruan tinggi umumnya

berbentuk kertas dan karton, oleh karena itu dapat dikumpulkan dalam

karung – karung goni untuk dijual pada pabrik kertas kembali guna

dibuat bubur kertas. Bagi kertas yang bersifat rahasia dapat

dikumpulkan secara terpisah dan dibakar dibak semen.

8. Sampah dari kegiatan pertanian.

9. Sampah domestik yang termasuk bahan berbahaya dan beracun diatur

secara khusus dalam peraturan perundang – undangan lainnya.

C. Klasifikasi Sampah

Berdasarkan SNI 19-3241-1994, tipe atau jenis sampah umum

dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Sampah organik basah (garbage), yaitu sampah yang terdiri dari

bahan organik dan mempunyai sifat mudah membusuk.

2. Sampah organik kering (rubbish), yaitu sampah yang susunannya

terdiri dari bahan organik maupun yang cukup kering yang sulit terurai

oleh mikroorganisme sehingga sulit membusuk.

18

3. Sampah yang berukuran besar (bulky waste),dalam kategori ini

termasuk sampah yang berukuran besar dan berat.

4. Sampah abu (ashes), yaitu sampah padat yang berasal dari

pembakaran kayu, batu bara atau insenerator. Ukurannya kecil,

lembut, ringan dan mudah terbawa angin.

5. Sampah berupa lumpur dari pengolahan air bersih dan air limbah.

Lumpur dari kolam pengolahan harus dihindarkan langsung masuk ke

air permukaan.

6. Sampah bangkai binatang (dead animal), yaitu semua sampah yang

berupa bangkai binatang.

7. Sampah sapuan jalan yaitu segala jenis sampah atau kotoran yang

berserakan dijalan karena dibuang oleh pengendara mobil ataupun

masyarakat yang tidak bertanggung jawab.

8. Sampah konstruksi, umumnya berupa logam, beton, kaca, pipa,

plumbing dan kayu.

9. Sampah B3 merupakan buangan berbahaya dan beracun bersifat

toksik karena itu perlu penanganan khusus. Banyak dihasilkan dari

kegiatan industri maupun produk yang dipakai sehari – hari. Semakin

banyak industri yang berdiri semakin beragam limbahnya.

Menurut Anggarkusuma (2010) sampah digolongkan menjadi dua

yaitu:

1. Sampah yang mudah membusuk (garbage).

19

Sampah ini terdiri atas bahan – bahan organik, diantaranya : sisa

makanan, sisa sayuran, sisa buah – buahan, sering disebut dengan

sampah basah.

2. Sampah yang tak dapat/sukar membusuk (rubbish).

Sampah yang terdiri atas bahan organik maupun anorganik,

diantaranya : pecahan botol, kaca, besi, sisa bahan bangunan,

disebut dengan sampah kering.

Kelompok rubbish ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

a. Dapat dibakar (combustible rubbish)

Contoh: kertas, plastik, kayu, kulit, tekstil, karet.

b. Tidak dapat dibakar (non combustible rubbish)

Sampah ini juga dapat dikelompokkan menjadi:

1. Metalic rubbish, terdiri dari sampah besi, timah, seng, aluminium

dan barang – barang yang terbuat dari besi.

2. Non metalic rubbish, misalnya pecahan botol, gelas, tembikar,kaca

dan barang – barang berbahan selain besi.

3. Sampah yang berbentuk partikel halus (ashes and residus).

Sampah yang berasal dari sisa pembakaran kayu, batubara, arang

dan sisa pembakaran lain dari semua bahan yang ada dirumah,

toko, instansi dan industri yang digunakan untuk tujuan memasak,

memanggang ataupun membakar. Contoh: bubuk yang berasal dari

material, abu, api.

20

Berdasarkan teknik pengelolaan dan jenis pemanfaatannya

sampah dapat dibedakan menjadi:

1. Sampah yang dapat dimanfaatkan kembali yaitu: pupuk kompos,

makanan ternak, bubur kertas.

2. Sampah yang dapat dibakar/digunakan untuk bahan bakar yaitu:

briket dan biogas.

3. Harus dibuang karena pertimbangan ekonomis atau berbahaya yaitu:

sampah berbahan bahaya dan beracun (B3) karena sifat dan

jumlahnya secara langsung atau tidak mencemarkan, merusak dan

membahayakan lingkungan hidup, kesehatan manusia dan mahluk

hidup lainnya.

D. Timbulan Sampah

Pada keadaan dimana suatu negara mempunyai sistem

perekonomian yang baik, negara makmur, produksi meningkat, daya beli

masyarakat meningkat, akan menghasilkan timbulan sampah yang besar.

Sebaliknya pada suatu negara yang sistem perekonomiannya anjlok,

terjadi inflasi, produksi menurun dan daya beli masyarakat menurun akan

menghasilkan timbulan sampah yang menurun pula.

Timbulan sampah adalah banyaknya sampah yang dihasilkan

orang perhari dalam satuan volume atau berat. Jumlah timbulan sampah

yang diperoleh merupakan dasar yang penting dalam menentukan

21

rancangan operasional pengelolaan sampah. Jumlah Timbulan sampah

yang dihasilkan di tentukan oleh jumlah penduduk dan penggunaan lahan.

Data yang diperoleh dari pusat penelitian pengembangan pemukiman

(Fatur Rahman, 1997) diperoleh jumlah timbulan yaitu :

- Daerah pemukiman : 2,25 – 2,50 Liter/orang/hari

- Daerah komersil : 2,50 – 3,00 Liter/orang/hari

- Daerah Pasar : 0,20 – 0,60 Liter/orang/hari

Mengenali jenis dan sumber sampah, disertai dengan data

komposisi dan jumlah sampah yang dibuang merupakan dasar

merancang dan mengoperasikan elemen – elemen penting dalam

pengelolaan sampah.

Berdasarkan SNI 19-3964-1994, spesifikasi sumber sampah

berasal dari:

a. Perumahan

b. Non perumahan

c. Besaran timbulan sampah berdasarkan klasifikasi kota adalah sebagai

berikut :

Tabel 1. Besaran Timbulan sampah berdasarkan klasifikasi kota

No. Klasifikasi Kota Volume (Liter/orang/hari)

Berat (Kg/orang/hari)

1

2

Kota sedang (100.000≤p≥500.000) Kota Kecil (p ≤ 100.000)

2,75- 3,25

2,5 – 2,75

0,70 – 0,8

0,625 – 0,70

Sumber : SNI S-04-1993-03

22

Laju timbulan sampah di Indonesia (Sugita, 2002) dapat diuraikan

sebagai berikut:

a. Berdasarkan kategori kota, terdiri dari :

1. Kota kecil (2,50 -2,75) liter/orang/hari

Timbulan sampah permukaan

% sampah daerah permukiman

% sampah daerah komersial

: 2,0 liter/orang/hari

: (75 – 80)%

: (20 – 25)%

2. Kota sedang/besar (2,75 -3,25) liter/orang/hari

Timbulan sampah permukaan

% sampah daerah permukiman

% sampah daerah komersial

: 2,5 liter/orang/hari

: (65 – 75)%

: (25 – 35)%

b. Berdasarkan sumbernya terdiri dari :

1. Sampah rumah permanen

Sampah rumah permanen : (2,25–2,50)liter/orang/hari

Sampah rumah semi permanen : (2,00 – 2,50)liter/orang/hari

Sampah rumah non permanen : (1,75 - 2,00)liter/orang/hari

2. Sampah non perumahan

Kantor : (0,50 – 0,75)liter/orang/hari

Toko : (2,50 – 3,00)liter/orang/hari

Pasar : (0,20 - 0,60)liter/orang/hari

Jalan : (0,10 – 0,15)liter/orang/hari

23

Menurut Hadi (1998 : 2), timbulan sampah semakin besar di kota –

kota besar di Indonesia terutama disebabkan oleh meningkatnya

jumlah penduduk dan tingkat kesejahteraannya. Selanjutnya

kecenderungan spesifikasi sampah kota menurut Hartoyo (1998),

timbulan sampah cenderung meningkat pada kondisi kepadatan

dan jumlah penduduk tinggi, aktivitas masyarakat kompleks, tingkat

sosial ekonomi tinggi, kapasitas produksi yang tinggi dan

masyarakat di Negara berkembang. Begitu pula tingkat kepadatan

dan komposisi sampah organik/basah cenderung lebih besar/tinggi

pada kondisi aktivitas masyarakat yang kompleks, tingkat sosial

ekonomi yang rendah dan masyarakat kota di negara berkembang.

Menurut Saleh (2000), bahwa kendala dalam menghadapi

tantangan yang ada dewasa ini berkaitan dengan upaya

peningkatan kualitas penanganan sampah antara lain disebabkan

oleh kondisi pengoperasian dan pemeliharaan prasarana angkutan,

pengolahan dan pembuangan akhir telah menurun cukup tajam.

Untuk mengatasi timbulan sampah yang semakin meningkat adalah

diperlukan sarana prasarana pengelolaan sampah yang memadai.

E. Pengelolaan Sampah

Menurut Safrudin (2001) Kebijakan yang diterapkan di Indonesia

dalam mengelola limbah padat perkotaan (sampah) secara formal adalah

24

yang diterapkan oleh Departemen PU (Ditjen Cipta Karya), sebagai

departemen teknis yang membina pengelolaan limbah padat perkotaan

(sampah) di Indonesia.

Pengelolaan sampah ialah usaha mengatur atau mengelola

sampah dari proses pengumpulan, pemisahan, pemindahan sampai

pengolahan dan pembuangan akhir (Cipta Karya, 1993). Pengelolaan

sampah terdiri dari 2 jenis yaitu pengelolaan setempat (individu) dan

pengelolaan terpusat untuk lingkungan atau perkotaan.

Menurut Kodoatie (2003), Sistem pengelolaan sampah perkotaan

pada dasarnya dilihat dari komponen-komponen yang saling mendukung

satu dengan yang lain saling berinteraksi untuk mencapai tujuan yaitu kota

yang bersih sehat dan teratur. Komponen tersebut adalah:

- Aspek teknik operasional (teknik)

- Aspek kelembagaan (institusi).

- Aspek pembiayaan (finansial);

- Aspek hukum dan pengaturan (hukum).

- Aspek peran serta masyarakat.

Karena sistem pengelolaan limbah padat perkotaan harus utuh dan

tidak terpotong rantai ekosistemnya maka diperlukan tindakan

terkoordinatif, sinkronisasi dan simplikasi. Untuk peningkatan penanganan

persampahan banyak hal yang harus ditinjau diantaranya operasional

pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir serta peralatan yang

25

digunakan. Disamping itu yang sangat berperan adalah aspek organisasi

dan manajemen di dalam pengelolaannya.

Menurut SK SNI T-13-1990-F, pada dasarnya sistem pengelolaan

sampah perkotaan dilihat sebagai komponen-komponen subsistem yang

saling mendukung, saling berinteraksi, dan saling berhubungan satu sama

lain.

Teknik operasional persampahan, menurut SK SNI T-13-1990 F

terdiri dari 6 komponen yaitu perwadahan, pengumpulan, pemindahan,

pengangkutan, Institusi Pembiayaan/Finansial, Peran serta masyarakat,

Hukum dan Peraturan

Pengelolaan limbah padat (sampah) terdapat 6 (enam) fungsi

elemen yaitu (1) timbulan sampah, (2) penanganan pada sumber, (3)

pengumpulan sampah dari sumbernya (4) pemisahan dan proses

pengolahan (5) pemindahan dan pengangkutan, (6) Pembuangan

(Tchobagnoglous: 1993)

Menurut Haryono (2004 ), untuk mengukur keberhasilan dalam

mencapai sasaran pengelolaan sampah dapat diukur dengan menghitung

melalui :

1. Perbandingan antara keterangkutan sampah dengan jumlah timbulan

yang dihasilkan oleh suatu kota berdasarkan kondisi wilayah dan

kepadatan penduduk.

2. Perbandingan antara daerah yang dilayani dengan luas daerah yang

seharusnya dilayani.

26

3. Jumlah penduduk yang dilayani harus diimbangi dengan ketersediaan

sarana dan prasarana, personil dan biaya yang dibutuhkan dalam

pengelolaan sampah.

Menurut Ismaria (1992), salah satu faktor penentu baik buruknya

operasi pengelolaan sampah adalah metode operasional yang

dipengaruhi oleh karakteristik komponen operasinya seperti kendaraan,

tenaga operasional serta faktor eksternal lainnya seperti kondisi fisik

wilayah operasi. Secara kuantitatif, efektifitas dan efisiensi operasi

pengelolaan sampah dapat diukur berdasarkan volume yang di tangani.

Bentuk peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah

meliputi peran serta pasif dan peran serta aktif yaitu :

1. Peran serta pasif

a. Sadar akan kebersihan terhadap lingkungan seperti tidak

membuang sampah di sembarang tempat dan penempatan

sampah pada pewadahan yang tertutup.

b. Sadar akan kewajiban membayar retribusi. Masyarakat menyadari

bahwa pengelolaan sampah memerlukan pembiayaan yang besar

dan diantaranya dibebankan kepada masyarakat melalui retribusi.

2. Peran serta aktif

a. Pengumpulan sampah dengan pola komunal, merupakan tindakan

nyata dalam membantu pekerjaan institusi pengelola kebersihan

27

b. Kontrol sosial, dengan saling mengingatkan sesama anggota

masyarakat seperti menegur rekan yang membuang sampah

disembarang tempat.

c. Ikut dalam kegiatan gotong royong untuk kebersihan lingkungan

d. Ikut serta dalam penyediaan sarana kebersihan seperti sarana TPS

(Irman, 2004).

Untuk menentukan kualitas operasional pelayanan didasarkan pada

kriteria penggunaan jenis peralatan, sampah terisolasi dari

lingkungan, frekuensi pelayanan, frekuensi penyapuan lebih sering,

estetika, tipe kota, variasi daerah layanan, pendapatan dari

retribusi, timbulan sampah musiman (SK SNI T-13- 1990 F).

Menurut JICA, peningkatan jumlah sampah di Indonesia

diperkirakan akan bertambah dalam tahun 2020 menjadi lima kali lipat.

Rata-rata produksi sampah tersebut diperkirakan meningkat dari 800 gram

per hari per kapita pada tahun 1995 dan menjadi 910 per hari per kapita

pada tahun 2000. Hal ini disebabkan bukan hanya karena pertambahan

jumlah penduduk tetapi juga karena meningkatnya jumlah timbulan

sampah per kapita yang disebabkan oleh perbaikan tingkat ekonomi dan

kesejahteraan. Sistem pengelolaan sampah dapat dilihat sebagai suatu

sistem dimana didalamnya terdapat komponen – komponen sub sistem

yang saling mendukung antara satu dengan yang lain saling berinteraksi

untuk mencapai tujuan, yaitu kota yang bersih, sehat dan teratur.

28

Keberhasilan dari teknik operasional dalam suatu sistem

pengelolaan sampah ditentukan oleh banyaknya sampah atau volume

sampah yang dapat diangkut ke tempat pembuangan akhir.

Adapun diagram alir pengelolaan persampahan dapat dilihat pada

diagram berikut :

Kegiatan Kegiatan

Pengumpulan Pengangkutan

Gambar 1. Diagram pengelolaan sampah

Sistem pengelolaan sampah dan kegiatan pengelolaan sampah

meliputi :

1. Pewadahan

Pewadahan adalah proses pertama kali penampungan sampah

sebelum dikumpulkan, dipindahkan, diangkut, dibuang ke Tempat

Pembuangan Sementara (TPS) atau ke Tempat Pembuangan Akhir

(TPA).

Tujuan proses pewadahan untuk :

a. Agar sampah tidak berserakan, sehingga lingkungan bersih, sehat

dan mempunyai nilai estetika yang baik.

b. Memudahkan pengangkutan ke tempat selanjutnya.

Menurut SK SNI T-13-1990-F, pewadahan sampah adalah cara

penampungan sampah sementara di masing-masing sumbernya.

PEWADAHAN TPA TPS

29

Untuk mencegah sampah berserakan yang akan memberikan kesan

kotor serta mempermudah proses kegiatan pengumpulan maka dari

sampah yang dihasilkan perlu disediakan tempat untuk

penyimpanan/penampungan sambil menunggu kegiatan

pengumpulan sampah. Namun pendekatan untuk perwadahan

sampah harus mendukung dan sesuai dengan persyaratan sistem

pengelolaan sampah di sumbernya, dan sesuai dengan persyaratan

sistem pengolahan dan pemanfaatan sampah kota yang

direncanakan.

Dalam rangka mendukung program pemilahan di sumbernya,

lembaga pengelola sampah kota perlu memberikan arahan

penggunakan sistem wadah yang memisahkan antara sampah

basah dengan sampah kering yang banyak mengandung material

yang dapat di daur ulang. Yang paling penting dalam membina

pewadahan adalah mendorong masyarakat untuk tertib membuang

sampah pada tempatnya serta tertib memilah sampah. (Cipta Karya,

1993).

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam kegiatan pewadahan

atau penampungan sampah (Tchobanoglous, 1993) adalah:

1. Jenis sarana pewadahan yang digunakan.

2. Lokasi penempatan sarana pewadahan.

3. Kesehatan dan keindahan lingkungan.

4. Metode pengumpulan yang digunakan.

30

Menurut SK SNI T-13-1990-F, persyaratan bahan untuk pewadahan

sampah adalah sebagai berikut:

1. Tidak mudah rusak dan kedap air kecuali kantong plastik atau

kertas.

2. Mudah untuk diperbaiki.

3. Ekonomis, mudah diperoleh/dibuat oleh masyarakat.

4. Mudah dan cepat dikosongkan.

Sedangkan penentuan ukuran volume ditentukan berdasarkan :

1. Jumlah penghuni tiap rumah.

2. Tingkat hidup masyarakat.

3. Frekuensi pengambilan/pengumpulan sampah.

4. Cara pengambilan sampah.

5. Sistem pelayanan (individual atau komunal).

Pola pewadahan sampah dapat dikategorikan menjadi 2 macam,

yaitu:

a. Pola Individual

Pola dimana wadah yang digunakan menampung sampah dari

masing – masing sumber sampah. Kriteria wadah yang

digunakan:

1. Mudah diambil.

2. Terletak dihalaman muka bangkitan sampah kecil (rumah

tangga).

31

3. Terletak dihalaman belakang bila bangkitan sampah besar

(rumah sakit, hotel, restoran dan lain – lain)

b. Pola Komunal

Pola dimana wadah sampah yang digunakan dapat menampung

sampah lebih dari satu sumber sampah. Kriteria wadah yang

digunakan harus:

1. Terletak di lokasi khusus

2. Tidak di tepi jalan protokol

3. Jarak terdekat dengan bangkitan sampah

4. Tidak mengganggu sarana umum

Penempatan, pengisian dan pengosongan wadah dibagi menjadi 3

kelompok berdasar pengguna wadah, yaitu:

1. Wadah untuk individul rumah tangga:

a. Wadah ditempatkan ditempat yang mudah dijangkau penghuni

dan petugas

b. Sampah dibuang ke dalam wadah oleh pemilik sumber sampah

c. Pengosongan wadah dilakukan oleh petugas

d. Wadah yang sudah kosong dikembalikan ke tempat semula

e. Secara periodik wadah dicuci atau dibersihkan

2. Wadah untuk komunal perkotaan

a. Wadah ditempatkan di depan tanpa mengganggu pejalan kaki

b. Sampah yang dibuang ke dalam wadah sebaiknya dalam

32

keadaan terbungkus plastik

c. Wadah komunal dikosongkan oleh petugas

3. Wadah untuk pejalan kaki

Wadah untuk pejalan kaki sebaiknya ditempatkan di tempat yang

strategis contohnya terminal, tempat rekreasi, daerah pertokoan

dan lain-lain.

Gambar 2. Sistem Tahapan pewadahan sampah

2. Pengumpulan

Pengumpulan sampah adalah proses penanganan sampah dengan

cara pengumpulan dari masing-masing sumber sampah untuk

diangkut ke tempat pembuangan sementara atau langsung ke

tempat pembuangan akhir tanpa melalui proses pemindahan. TPS

yang digunakan biasanya kontainer kapasitas 10 m³, 6 m³, 1 m³,

transfer depo, bak pasangan batu bata, drum bekas volume 200 liter,

33

dan lain-lain. TPS-TPS tersebut penempatannya disesuaikan dengan

kondisi lapangan yang ada (SK SNI T-13-1990-F).

Berbagai permasalahan pada kegiatan pengumpulan sampah antara

lain banyaknya timbunan sampah yang terkumpul tapi tidak

tertangani (diangkut/ditanam) sehingga pada saat sampah tersebut

menjadi terdekomposisi dan menimbulkan bau yang akan

mengganggu pernafasan dan mengundang lalat yang merupakan

pembawa dari berbagai jenis penyakit. Tempat sampah yang

memadai menjadi hal yang langka pada kawasan yang padat

penduduknya. Sungai dianggap merupakan salah satu tempat

pembuangan sampah yang paling mudah bagi masyarakat

perkotaan. Hal tersebut dilakukan tanpa memikirkan apa yang akan

terjadi kemudian.

Pola pengumpulan sampah terdiri dari :

1. Pola Individual Langsung, adalah cara pengumpulan sampah dari

rumah-rumah/ sumber sampah dan diangkut langsung ke tempat

pembuangan akhir tanpa melalui proses pemindahan. Pola

individual langsung dengan persyaratan sebagai berikut:

a. Kondisi topografi bergelombang (rata-rata > 5%) sehingga alat

pengumpul non mesin sulit beroperasi.

b. Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu

pemakai jalan lainnya.

c. Kondisi dan jumlah alat memadai.

34

d. Jumlah timbulan sampah > 0,3 m³/hari

2. Pola Individual Tak Langsung, adalah cara pengumpulan sampah

dari masing-masing sumber sampah dibawa ke lokasi

pemindahan (menggunakan gerobak) untuk kemudian diangkut ke

tempat pembuangan akhir. Dengan persyaratan sebagai berikut :

a. Bagi daerah yang partisipasi masyarakatnya rendah.

b. Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia.

c. Alat pengumpul masih dapat menjangkau secara langsung.

d. Kondisi topografi relatif datar (rata-rata < 5%).

e. Kondisi lebar jalan dapat dilalui alat pengumpul.

f. Organisasi pengelola harus siap dengan sistem pengendalian.

3. Pola Komunal Langsung, adalah cara pengumpulan sampah dari

masing-masing titik wadah komunal dan diangkut langsung ke

tempat pembuangan akhir. Dengan persyaratan sebagai berikut:

a. Bila alat angkut terbatas.

b. Bila kemampuan pengendalian personil dan peralatan relatif

rendah.

c. Alat pengumpul sulit menjangkau sumber-sumber sampah.

d. Peran serta masyarakat tinggi.

e. Wadah komunal mudah dijangkau alat pengangkut.

f. Untuk permukiman tidak teratur.

4. Pola Komunal Tak Langsung, adalah cara pengumpulan sampah

dari masing-masing titik wadah komunal dibawa ke lokasi

35

pemindahan (menggunakan gerobak) untuk kemudian diangkut ke

tempat pembuangan akhir. Dengan persyaratan sebagi berikut :

a. Peran serta masyarakat tinggi.

b. Penempatan wadah komunal mudah dicapai alat pengumpul.

c. Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia.

d. Kondisi topografi relatif datar (< 5%).

e. Lebar jalan/gang dapat dilalui alat pengumpul.

f. Organisasi pengelola harus ada.

Tata cara operasional pengumpulan harus memperhatikan hal-hal

sebagai berikut :

1. Ritasi 1-4 rit/hari.

2. Periodesasi 1 hari, 2 hari atau maksimal 3 hari tergantung kondisi

komposisi sampah (semakin besar prosentase sampah organik

maka periodisasi pelayanan maksimal sehari), kapasitas kerja,

desain peralatan dan kualitas pelayanan.

3. Mempunyai daerah pelayanan tertentu dan tetap.

4. Mempunyai petugas pelaksana yang tetap.

5. Pembebanan pekerjaan diusahakan merata dengan kriteria jumlah

sampah terangkut, jarak tempuh dan kondisi daerah.

Pengangkutan sampah umumnya dilakukan dengan menggunakan

gerobak atau truk sampah yang dikelola oleh kelompok masyarakat

maupun dinas kebersihan kota. Beberapa hal yang terjadi pada

pengangkutan sampah tersebut adalah ceceran sampah maupun

36

cairannya sepanjang rute pengangkutan, atau terhalangnya arus

transportasi akibat truk sampah yang digunakan. Pada daerah yang

padat penduduknya TPS sangat kecil dan cukup untuk menampung

sampah yang ditimbulkan.

Gambar 3. Sistem Tahapan Pengangkutan sampah

3. Pemindahan

Pemindahan sampah adalah tahap memindahkan sampah hasil

pengumpulan ke dalam alat pengangkut untuk di bawa ke tempat

pembuangan akhir (SK SNI T-13-1990-F). Operasi pemindahan dan

pengangkutan menjadi diperlukan apabila jarak angkut ke pusat

pemprosesan/TPA sangat jauh sehingga pengangkutan langsung

dari sumber ke TPA dinilai tidak ekonomis. Hal tersebut juga menjadi

37

penting bila tempat pemrosesan berada di tempat yang jauh dan

tidak dapat dijangkau langsung.

Tempat penampungan/pembuangan sementara (TPS) merupakan

istilah yang lebih popular bagi sarana pemindahan dibandingkan

dengan istilah transfer depo. Persyaratan TPS/transfer depo yang

ramah lingkungan adalah :

a. Bentuk fisiknya tertutup dan terawat.

b. TPS dapat berupa pool gerobak atau pool container.

c. Sampah tidak berserakan dan bertumpuk diluar TPS/kontainer.

Untuk menjamin terkontrolnya kebersihan lingkungan di sekitar TPS,

hal-hal yang perlu dilakukan dan diperhatikan adalah :

1. Peran masyarakat tinggi.

2. TPS ditempatkan pada lokasi yang mudah bagi sarana pengumpul

dan pengangkutan untuk masuk dan keluar, tidak mengganggu

pemakai jalan atau sarana umum lainnya.

3. Pengangkutan sampah terjadwal, sehingga waktu kedatangan

gerobak dengan waktu kedatangan truk dapat disesuaikan.

4. Periodisasi pengangkutan 1 hari, 2 hari atau maksimal 3 hari

sekali.

5. Semua sampah terangkut pada proses pengangkutan.

Menurut SK SNI T-13-1990-F, tipe pemindahan sampah

menggunakan tranfer depo antara lain menggunakan Tranfer tipe I

dengan luas lebih dari 200 m² yang merupakan tempat peralatan

38

pengumpul dan pengangkutan sebelum pemindahan serta sebagi

kantor dan bengkel sederhana , tranfer tipe II dengan 40 Luas 60-

200 m²2 yang merupakan tempat pertemuan peralatan pengumpul

dan pengangkutan sebelum tempat pemindahan dan merupakan

tempat parkir Gerobak atau becak sampah. Tranfer tipe III dengan

luas 10-20 m² yang merupakan tempat pertemuan gerobak dan

kontainer (6-10 m³) serta merupakan lokasi penempatan kontainer

komunal (1–10 m³).

Gambar 4. Jenis Tahapan pemindahan sampah

4. Pengangkutan

Pengangkutan sampah adalah tahap membawa sampah dari lokasi

pemindahan atau langsung dari sumber sampah menuju ke tempat

pembuangan akhir (SK SNI T-13-1990-F) . Untuk mengangkut

sampah dari tempat penampungan sementara (TPS) ke tempat

39

pembuangan akhir sampah (TPA), digunakan truk jenis Dump Truck,

Arm Roll Truck, dan jenis Compactor Truck. Frekuensi pengangkutan

dapat bervariasi yaitu untuk daerah-daerah menengah ke atas lebih

sering dibandingkan dengan daerah lainnya, misalnya 2 kali sehari,

sedangkan untuk kawasan lainnya 1 kali sehari . Namun demikian

hendaknya perlu dipahami apabila kurang dari 1 kali sehari menjadi

tidak baik karena sampah yang tinggal lebih dari 1 hari dapat

mengalami proses pembusukan sehingga menimbulkan bau yang

tidak sedap. Pola pengangkutan berdasarkan sistem pengumpulan

sampah, yaitu sebagai berikut:

a. Pengangkutan pada pengumpulan dengan metode individual

langsung

Dalam menggunakan pola ini, kendaraan yang digunakan untuk

pengumpulan langsung digunakan sebagai pengangkut sampah

menuju ke TPA dimana kendaraan dari pool langsung menuju ke

titik pengumpulan (sumber sampah) dan setelah kendaraan penuh

kendaraan langsung menuju ke TPA (dalam satu ritasi). Setelah

dari TPA kendaraan kembali ketitik pengumpulan semula untuk

ritasi berikutnya kemudian setelah penuh kendaraan kembali ke

TPA untuk membuang sampah demikian seterusnya dan akhirnya

dari TPA kendaraan kembali ke pool.

Pool Pengumpulan TPA

40

Gambar 5. Diagram alir pola pengangkutan individual

1. Untuk pengumpulan sampah yang dilakukan berdasarkan sistem

pemindahan (Transfer depo).

a. Kendaraan angkutan keluar dari pool langsung menuju ke

lokasi pemindahan untuk mengangkut sampah langsung ke

TPA.

b. Dari TPA kendaraan tersebut kembali ke Transfer Depo untuk

pengambilan rit berikutnya.

2. Pengumpulan sampah sistim kontainer dilakukan untuk

pembuangan sementara tidak tetap atau dapat dipindahkan,

dengan pola pengangkutannya :

a. Sistem Pengosongan Kontainer Cara I

1) Kendaraan dari pool membawa kontainer kosong menuju

kontainer isi pertama untuk mengangkut sampah ke TPA

2) Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula .

3) Menuju kontainer isi berikutnya untuk diangkut ke TPA,

demikian seterusnya hingga ritasi berakhir dan kendaraan

kembali ke pool.

Isi Kosong

41

Gambar 6. Diagram alir pengangkutan sistem konteiner cara 1

b. Sistem Pengosongan Kontainer Cara II

1) Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk

mengangkut sampah ke TPA.

2) Dari TPA kendaraan tersebut dengan kontainer kosong

menuju ke lokasi kedua untuk menurunkan kontainer kosong

dan membawa kontainer isi untuk diangkut ke TPA, demikian

seterusnya.

3) ada rit terakhir kontainer kosong dari TPA menuju ke lokasi

kontainer pertama.

Isi Kosong

Ke lokasi konteiner

Gambar 7. Diagram alir pengangkutan sistem konteiner cara 2

c. Sistem Pengosongan Kontainer Cara III

1) Kendaraan dari pool membawa kontainer kosong menuju

kontainer isi untuk mengganti/mengambil dan langsung

dibuang ke TPA.

Pool Pool TPA

Pool TPA

42

2) Kendaraan dengan membawa kontainer kosong dari TPA

menuju ke lokasi kontainer berikutnya, demikian seterusnya

hingga rit berakhir.

Kosong isi

Gambar 8. Diagram alir pengangkutan sistem konteiner cara 3

d. Sistem Kontainer Tetap, biasanya untuk container kecil serta

alat angkut berupa truk kompaktor dengan proses sebagai

berikut:

1) Kendaraan dari pool menuju kontainer pertama, sampah

dituangkan ke dalam truk kompaktor dan meletakkannya

container yang kosong.;

2) Kendaraan menuju kontainer berikutnya sehingga truk

penuh, untuk kemudian langsung ke TPA.

3) Demikian seterusnya hingga rit terakhir.

Frekuensi pengangkutan perlu ditetapkan dengan teratur, disamping

untuk memberikan gambaran kualitas pelayanan, juga untuk

menetapkan jumlah kebutuhan tenaga dan peralatan, sehingga biaya

Pool Pool

TPA

43

operasi dapat diperkirakan. Frekuensi pelayanan yang teratur akan

memudahkan bagi para petugas untuk melaksanakan kegiatannya.

Frekuensi pelayanan dapat dilakukan 3 hari sekali atau maksimal 2

kali seminggu. Meskipun pelayanan yang lebih sering dilakukan

adalah baik, namun biaya operasional akan menjadi lebih tinggi

sehingga frekuensi pelayanan harus diambil yang optimum dengan

memperhatikan kemampuan memberikan pelayanan, jumlah volume

sampah, dan komposisi sampah (Irman, 2002).

Perencanaan frekuensi pengangkutan sampah dapat bervariasi

tergantung kebutuhan misalnya satu sampai dua hari sekali dan

maksimal tiga hari sekali, tergantung dari komposisi sampah yang

dihasilkan dimana semakin besar prosentase sampah organik

semakin kecil periodesasi pengangkutan. Hal ini dikarenakan

sampah organik lebih cepat membusuk sehingga dapat

menimbulkan gangguan lingkungan di sekitar TPS. Makin sering

frekuensi pengangkutan maka semakin baik, namun biasanya biaya

operasinya akan lebih mahal. Penentuan frekuensi pengangkutan

juga akan bergantung dari jumlah timbulan sampah dengan

kapasitas truk pengangkut yang melayani (Tchobanoglous,1993)

Banyaknya sampah yang harus diangkut akan memerlukan banyak

truk pengangkut, dengan keterbatasan jumlah truk yang dimiliki dinas

Cipta Karya dan Tata Ruang, ritasi truk pengangkut menjadi lebih

tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan biaya perawatan truk

44

pengangkut akan meningkat dan masa pakai kendaraan pengangkut

akan semakin pendek. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah

waktu tempuh ke TPA, jarak tempuh dan kondisi jalan yang kurang

memadai menyebabkan waktu tempuh menjadi lama.

Menurut SK SNI T-12-1991-03, setiap 2.000 rumah dibutuhkan alat

pengumpul yang berupa gerobak sampah atau becak sampah

sebanyak 16 buah, 1 truck sampah atau arm roll truck dengan 3

kontainer sebanyak 1 unit, kebutuhan transfer depo sebanyak 1 unit.

Gambar 9. Peralatan pengangkutan yang sering digunakan

5. Pengolahan

Menurut SK SNI T-133-1990-F, pengolahan sampah adalah suatu

upaya untuk mengurangi volume sampah dari lokasi pemindahan

atau langsung dari sumber sampah menuju ke tempat pembuangan

45

akhir. Teknik-teknik pengolahan sampah dapat berupa

pengomposan, pembakaran, daur ulang dan pemadatan.

Gambar 10. Teknik Pengolahan Sampah

6. Pembuangan Akhir Sampah

Pembuangan akhir sampah adalah tempat untuk mengkarantina

(menyingkirkan) sampah kota sehingga aman. Tempat pembuangan

akhir sampah merupakan terminal terakhir dari proses pewadahan,

pengumpulan, pengangkutan yang diproses lebih lanjut dengan

pemusnahan. Dalam pemusnahan dikenal berbagai metode antara

lain adalah landfill. Landfill merupakan fasilitas fisik yang digunakan

untuk residu buangan padat di permukaan tanah, cara pengolahan

sampah sistem landfill tersebut diantaranya :

Pengumpulan

Pemindahan

Bangkitan Sampah

Pemilahan, pewadahan dan pengolahan di sumber

Pemilahan dan Pengolahan

Pembuangan Akhir

Pengangkutan

46

a. Lahan urugan terbuka atau open dumping (tidak dianjurkan)

merupakan sistem yang tertua yang dikenal manusia dalam

sistem pembuangan sampah, dimana sampah hanya dibuang

atau ditimbun di suatu tempat tanpa dilakukan penutupan dengan

tanah sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap

lingkungan seperti perkembangan vektor penyakit, bau,

pencemaran air permukaan dan air tanah, dan rentan terhadap

bahaya kebakaran.

b. Lahan urugan terkendali atau Controlled Landfill yaitu lahan urug

terbuka sementara dengan selalu dikompaksi tiap tebal lapisan

sampah setebal 60 cm dan diurug dengan lapisan tanah kedap

air (10-20 cm) dalam tiap periode 7 hari atau setelah mencapai

tahap tertentu.

Gambar 11. Pengolahan sampah pola controlled landfill

47

Dalam pelaksanaan pola controolled landfill dibutuhkan fasilitas

antara lain :

1. Saluran drainase untuk mengendalikan aliran lindi

2. Saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan

3. Pos pengendalian operasional

4. Fasilitas pengendalian gas metan

5. Alat berat

c. Lahan urugan penyehatan atau Sanitary Landfill yaitu caranya

hampir sama dengan di atas, hanya dilengkapi dengan sarana dan

prasarana pengendalian drainase, dan pengolahan leachate (air

luruhan sampah) serta proses pemilahan sampah yang tidak bisa

diolah dengan sistem controlled landfill seperti plastik dan

sejenisnya. Disamping itu perlu juga dilengkapi sarana pengendalian

pembuangan gas yang ditimbulkan oleh fermentasi dari sampah

(Irman, 2003).

Gambar 12. Pengolahan sampah pola sanitary landfill

48

Semakin banyaknya volume sampah yang dibuang akan

memerlukan TPA yang lebih luas. Sebagai konsekuensinya

diperlukan tanah yang luas sebagai tempat pembuangan dan tanah

penimbun sampah di TPA. Para ahli lingkungan merekomendasikan

agar pengelolaan TPA menggunakan sistem sanitary landfill, namun

demikian dari sekian banyak TPA yang ada, umumnya

menggunakan sistem open dumping atau conttrolled dumping. Baru

sedikit kota yang telah menerapkan sistem sanitary landfill.

Penanganan TPA yang tidak bijaksana tersebut menyebabkan

terjadinya kerusakan lingkungan karena bau yang ditimbulkan dari

sampah yang terdekomposisi, selain itu tanah maupun air

permukaan dan air bawah tanah terkontaminasi oleh cairan lindi

yang timbul karena TPA tidak dilengkapi dengan kolam pengolah

lindi.

F. Prasarana Persampahan

Dalam Undang – undang No. 1 Tahun 2011, tentang perumahan dan

kawasan permukiman, memberi pengertian bahwa prasarana adalah

kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar

tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman dan

nyaman.

49

Prasarana persampahan adalah semua peralatan dan bangunan

penunjangnya yang berfungsi dalam pengelolaan sampah mulai dari

sumber timbulan sampah sampai pengolahan akhir.

Menurut Kodoatie (2003), infrastruktur dikatakan merupakan

pendukung utama fungsi – fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam

kehidupan sehari-hari masyarakat, maka infrastruktur secara lebih jelas

merupakan fasilitas-fasilitas dan struktur-struktur fisik yang dibangun guna

berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi menunjuk pada suatu

keberlangsungan dan keberlanjutan aktivitas masyarakat dimana

infrastruktur fisik mewadahi interaksi antara aktivitas manusia dengan

lingkungannya.

Beberapa panduan praktis untuk pengumpulan sampah rumah

tangga dikemukakan dibawah ini :

1. Kantong plastik

Kantong plastik dengan kapasitas antara 7 hingga 10 liter, yang

mampu menyimpan timbulan sampah dari satu keluarga dengan 6

anggota keluarga dengan sistem pengumpulan harian. Kantong

plastik sebaiknya digunakan sebagai wadah sampah yang mudah

membusuk. Kantong ini dan isinya dibuang sekaligus ke tempat

penampungan sementara setiap hari. Keuntungan kantong plastik

adalah ringan, isinya tidak banyak sehingga membuangnya mudag

dan dapat dilakukan setiap hari, serta dapat diikat secara rapat agar

tidak menimbulkan bau. Di negara – negara maju ukuran kantong

50

plastik yang digunakan telah standar, karena telah dikombinasikan

dengan kaki logam yang dapat menopang kantong plastik untuk

berdiri, dengan mulut kantong yang terbuka lebar. Ukuran kantong

tersebut kira-kira panjang 70 cm, lebar 50 cm dan dapat menampung

sampah 20 – 30 kg. Kantong plastik ini cukup kuat, umumnya

berwarna gelap.

2. Keranjang sampah plastik

Wadah ini sebetulnya bersifat praktis, akan tetapi hanya dapat

berfungsi baik untuk mengumpulkan bahan kering seperti kertas,

kaca, gelas, kayu dan sebagainya. Seandainya juga akan digunakan

untuk tempat mengumpulkan sampah basah (organik), maka bagian

dalamnya dialasi kantong plastik. Sampah dengan demikian masuk

dalam kantong plastik, tanpa mengotori keranjang plastiknya.

Kantong plastik tersebut kemudian diikat dan diangkut ketempat

penampungan sampah sementara.

3. Tong sampah

Wadah ini mempunyai sifat tahan lama, namun kurang praktis, berat

dan biasa bersifat stasioner karena ditanam ditanah. Tong sampah

biasanya terbuat dari potongan bekas drum. Sebaiknya sampah

yang dibuang disini adalah kertas dan karton yang dapat dibakar,

Karena tong kuat dari api. Tetapi bila tong disimpan dalam rumah

sebaiknya tidak dilakukan proses pembakaran, karena asap dan

debunya sangat mengganggu. Hal lain lagi, sebaiknya tong tidak

51

ditempatkan secara terbuka, karena akan mudah terkena hujan dan

bau busuknya menyebar, selain itu dikerubuti lalat, anjing dan

kucing.

4. Bak sampah

Wadah ini bersifat sangat tahan lama, tahan api, dapat dirancang

bangun sebaik mungkin, akan tetapi stasioner. Hampir sama

fungsinya dengan tong sampah, harus ditutup dan sebaiknya tidak

ditempatkan di atas parit depan rumah untuk menghindari banjir.

Untuk perumahan dengan luas pekarangan yang sempit dan padat

penduduknya, wadah ini sifatnya kurang tepat. Untuk keluarga

dengan jumlah anggota yang banyak harus diusahakan membuang

sampah diluar rumah. Sampah juga tidak boleh dibuang tanpa

bungkus karena akan menyulitkan pembuangannya.

G. Pelayanan Sampah

Menurut P3KT dalam Waluyo (2003), kriteria untuk menentukan

pelayanan sampah adalah sebagai berikut :

1. Daerah permukiman

a. Daerah dengan tingkat kepadatan > 150 jiwa/ha memerlukan

tingkat layanan 100 %.

b. Daerah dengan kepadatan penduduk 100 – 150 jiwa/ha

memerlukan tingkat layanan 75 %.

52

c. Daerah dengan tingkat kepadatan penduduk 50-100 ha/jiwa

memerlukan tingkat layanan 50 %.

2. Daerah komersial pada umumnya sampah dengan tingkat layanan

80 %.

3. Jalan protokol dan taman memiliki tingkat layanan 100 %.

4. Pasar harus memiliki tingkat pelayanan 100 %.

Menurut SK-SNI T-13-1990-F, tolok ukur menentukan skala

prioritas pelayanan pengelolaan sampah harus mempertimbangkan

kerawanan sanitasi dan potensi ekonominya. Sebagai contoh untuk

lingkungan kumuh, perumahan tidak teratur ataupun permukiman

pinggiran sungai yang memiliki kerawanan sanitasi tinggi.

Menurut Rinaldi Mirsa (2011) sesuai MDGS bahwa target

pelayanan persampahan sampai pada tahun 2015 adalah reduksi

setengahnya dari presentase yang belum dilayani sehingga presentase

pelayanan sampai dengan tahun 2015 adalah tergantung dari tingkat

pelayanan yang telah ada, serta terkait juga dengan perubahan pola dan

kebiasaan masyarakat dalam memahami pengelolaan dan pemanfaatan

sampah yang timbul.

H. Penanganan Sampah

Banyak cara yang dapat digunakan untuk menanggulangi penumpukan

sampah dan salah satunya dengan menggunakan prinsip 4R, yaitu :

53

1. Reduce (Mengurangi)

Sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material yang kita

pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin

banyak sampah yang dihasilkan.

2. Reuse (Memakai kembali)

Pilihlah barang – barang yang bisa dipakai kembali. Hindari

pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai,buang). Hal

ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia

menjadi sampah.

3. Recycle (Mendaur kembali)

Barang – barang yang sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang.

Tidak semua barang bisa didaur ulang.

4. Replace (Mengganti)

Gantilah barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan

barang yang lebih tahan lama, misalnya ganti kantong plastik kita

dengan keranjang bila berbelanja dan jangan menggunakan

styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa didegradasi secara

alami.

I. Kerangka Pikir

Persampahan merupakan isu penting dalam masalah lingkungan

perkotaan yang dihadapi sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk

54

dan peningkatan aktivitas pembangunan. Peningkatan volume sampah

berkembang secara eksponensial yang belum dibarengi dengan

peningkatan pendapatan Pemerintah Daerah yang sepadan untuk

pengelolaan sampah kota. Hal lain berkaitan dengan semakin sulit dan

mahalnya untuk mendapatkan lokasi TPA sampah, juga letaknya yang

semakin jauh telah memperpanjang transportasi dan meningkatkan biaya

pengangkutannya.

Sampah padat, salah satu jenis sampah, merupakan material yang

terus menerus meningkat dan dibuang oleh masyarakat. Sampah adalah

segala bentuk limbah yang ditimbulkan dari kegiatan manusia maupun

binatang yang biasanya berbentuk padat dan secara umum sudah

dibuang, tidak bermanfaat atau tidak dibutuhkan lagi (Theisen, 1997).

Timbulan sampah tidak dapat dihentikan, akan tetapi harus

dikelola, dikurangi atau diminimalisasi secara baik. Pembiayaan dalam

pengelolaan sampah harus secara efektif dikelola oleh Pemerintah

Daerah. Karena pada umumnya, pengelolaan sampah memerlukan

anggaran/biaya yang besar, terutama untuk biaya teknik operasional dari

pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan sampai di tempat

pembuangan akhir.

Analisis kebutuhan prasarana persampahan sangat penting

dilakukan mengingat Kota Luwuk mengalami pertumbuhan dan

perkembangan yang sangat pesat, sehingga membutuhkan penanganan

dan pengelolaan sampah yang optimal, salah satunya adalah prasarana

55

yang memadai. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kerangka Pikir

berikut ini :

Gambar 13. Kerangka Pikir

Persoalan sampah di Kota Luwuk disebabkan oleh : - Pertumbuhan penduduk yang

meningkat

- Perekonomian yang

meningkat

- Laju Produksi Sampah Yang

meningkat tidak diiringi

peningkatan prasarana

persampahan

Masalah persampahan di kota Luwuk menyebabkan: - Sampah yang tidak

tertampung berserakan di

sekitar TPS

- Pengangkutan sampah yang

dilakukan tidak setiap hari

menyebabkan bau busuk

- Lahan TPA yang tidak layak

Pemenuhan prasarana sampah yang meliputi : - Lahan TPS

- Alat angkut

- Pola pengangkutan

- Lahan TPA

Existing Prasarana Persampahan di Kota Luwuk : - Jumlah Prasarana yang masih

terbatas

- Pola Pengangkutan sampah masih

belum memadai

- Lahan TPA yang sudah hampir

melebihi kapasitas tampung

Kebutuhan Prasarana Persampahan di kota Luwuk 10 tahun ke depan : - Lahan TPS

- Alat Angkut

- Pola Pengangkutan

- Lahan TPA

56

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

kuantitatif yang berkaitan dengan pengumpulan data untuk memberikan gambaran

atau penegasan suatu konsep atau suatu gejala, juga menjawab pertanyaan-

pertanyaan sehubungan dengan status subjek penelitian. Penelitian deskriptif

memiliki metode yang mengarah pada studi komparatif yaitu membandingkan

persamaan dan perbedaan gejala-gejala tertentu, studi kuantitatif yang mengukur

dan menampilkan fakta melalui teknik survey, kuesioner, wawancara dan lain-lain

serta bisa juga menjadi sebuah study korelasional satu unsur dengan unsur

lainnya.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian yang penulis laksanakan dalam waktu 2 bulan, Bulan mei – juli

2013 mulai dari seminar usulan penelitian sampai menyelesaikan laporan

tesis.

56

57

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian pada kawasan permukiman kota Kecamatan Luwuk yang

terdiri dari: Kelurahan Tanjung Tuwis, Kelurahan Tombang Permai,

Kelurahan Maahas, Kelurahan Kompo, Kelurahan Jole, Kelurahan

Simpong, Kelurahan Hanga-hanga, Kelurahan Karaton, Kelurahan Luwuk,

Kelurahan Soho, dan Kelurahan Bungin. Adapun lokasi penelitian dapat

dilihat pada gambar 14 dan gambar 15 berikut ini :

Gambar 14. Peta Administrasi Kabupaten Banggai

(Sumber Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Banggai)

Lokasi

Peneliti

anan

58

A.

B. Gambar 15. Peta lokasi penelitian

(Sumber Foto satelit)

Gambar 16. Sampah yang dibuang dialiran sungai dan laut

Lokasi

Penelitian

an

59

Sumber : Dokumentasi pribadi Pemilihan lokasi ini atas dasar pertimbangan bahwa penduduk di daerah ini

padat dan pemenuhan prasarana sampah yang ada belum memenuhi tingkat

layanan sehingga kadang kala masyarakat terpaksa harus membuang

sampah di aliran sungai maupun laut, hal ini dapat menimbulkan dampak

terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat, seperti terlihat dalam gambar

16.

C. Jenis dan Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data

sekunder.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang dihimpun langsung dan diperoleh dari hasil

survei terhadap kondisi eksisting prasarana persampahan yang tersedia,

sistem yang dipakai dalam pengelolaan sampah dan luasan prasarana

persampahan yang ada

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung

melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan pegawai Disciktar dan

masyarakat.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui studi dokumen terhadap literatur, peraturan

pemerintah, kebijakan pemerintah dan berbagai sumber tertulis lainnya

60

,antara lain adalah data kependudukan, peta administrasi, plot peta prasarana

persampahan, jumlah dan prasarana pengelolaan sampah.

Data sekunder dalam penelitian ini berasal dari data yang diperoleh dari

laporan kegiatan dari dinas terkait yaitu Disciktar dan BPS.

Kebutuhan data primer dan data sekunder dapat dilihat pada tabel 2 berikut

:

Tabel 2 . Kebutuhan Data Primer dan Data Sekunder

N

o Tujuan Penelitian Kebutuhan Data

Sumber/

Jenis Data

Teknik

Pengumpulan

Data

Metode

Analisis

1.

Analisis Tingkat

kebutuhanPrasarana

Persampahan

- Lahan TPS - Alat Angkut - Lahan TPA - Waktu/rute/sistem

pengangkutan

- Data Disciktar

- Data Disciktar

- Data Disciktar

- Pengamatan

- Wawancara

dengan Pegawai

Disciktar

- Observasi

Analisis

Deskriptif

2. Merumuskan

Arahan

Pengembangan

Prasarana

Persampahan

- Proyeksi Jumlah Penduduk

- Proyeksi jumlah Lahan TPS

- Proyeksi Jumlah Truk Sampah dan sistem pengangkutan

- Proyeksi luasan Lahan TPA

- Pemilihan sistem pengangkutan

- Data penduduk

BPS

- Analisis jumlah

lahan TPS

- Analisis Jumlah

Truk

pengangkutan

- Analisis Luasan

lahan TPA

- pembandingan

sistem

pengangkutan

Skala pelayanan

SNI -03-3241-

1994

Analisis

Standar

Pelayanan

D. Analisis Data

Tahapan analisis dan pembahasan untuk merencanakan kebutuhan

prasarana persampahan sampai 10 tahun ke depan. Adapun tahapan

yang dilakukan:

61

1. Proyeksi penduduk dengan memilih salah satu dari 3 metode

(Aritmatik, Geometrik dan Least Square) sampai 10 tahun ke depan.

2. Menganalisis kebutuhan TPS beserta kontainer (memakai metode

SNI).

3. Menganalisis kebutuhan alat angkut .

4. Menganalisis pola pengangkutan dalam hal ini menghitung ritasi alat

angkut yang ada (memakai metode SNI).

5. Menganalisis ketersediaan lahan TPA yang ada (memakai metode

SNI).

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan berhadapan secara langsung dengan yang

diwawancarai tetapi dapat juga diberikan daftar pertanyaan dahulu

untuk dijawab pada kesempatan lain. Wawancara merupakan alat re-

cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang

diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara yang digunakan dalam

penelitian kuantitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara

mendalam (in-depth interview) adalah proses memperoleh

keterangan untuk tujuan penelitian dan cara tanya jawab sambil

bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang

62

yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman

wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam

kehidupan sosial yang relatif lama (Noor, 2011).

Wawancara yang peneliti lakukan yaitu melakukan tanya jawab

langsung dengan pegawai DISCIKTAR.

2. Observasi dilapangan.

3. Dokumentasi berupa foto yang diambil langsung dilokasi penelitian.

63

F. Variabel Penelitian

Tabel 3. Variabel penelitian

Tujuan Variabel Sub Variabel Parameter Analisis Sumber Data

Menelaah ketersediaan

prasarana untuk sampah

domestik dan komersil

Menguraikan arahan

pengembangan prasarana

persampahan untuk

sampah domestik dan

komersil untuk 10 tahun

ke depan

Jumlah prasarana sampah

Pola pengangkutan

Jumlah penduduk

Jumlah timbulan

Sampah

Jumlah kebutuhan prasarana sampah

Pola pengangkutan sampah yang efisien

TPS

Alat Angkut

Lahan TPA

Pola pengangkutan

Proyeksi jumlah penduduk

10 tahun ke depan

Proyeksi jumlah timbulan

sampah 10 tahun ke depan

Proyeksi jumlah kebutuhan

prasarana sampah 10 tahun

kedepan

- Jenis TPS

- Jumlah TPS

- Kapasitas TPS

- Jumlah alat angkut

- Kapasitas alat angkut

- Keadaan fisik alat angkut

- Jarak Lahan TPA

- Kapasitas Lahan TPA

- Membandingkan dengan pola

yang ada saat ini.

- Menghitung ritasi alat angkut.

- Hasil analisis proyeksi jumlah

penduduk

- Hasil analisis jumlah timbulan

sampah

- Hasil analisis jumlah

kebutuhan prasarana sampah

- Hasil perbandingan pola yang

ada

Analisis kebutuhan TPS

Analisis kebutuhan alat

angkut

Analisis kebutuhan lahan

TPA

Analisis pola

pengangkutan

Observasi

Disciktar

BPS

Observasi

64

G. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan bagian yang mendefinisikan sebuah konsep

atau variabel agar dapat diukur, dengan cara melihat pada dimensi (indikator) dari

suatu konsep atau variabel (Noor, 2011).

Defenisi operasional dimaksudkan sebagai upaya untuk mempermudah

mendefenisikan suatu pengertian yang berkaitan dengan topik penelitian. Terdapat

beberapa istilah yang berkaitan dengan topik penelitian ini:

1. Jumlah prasarana persampahan adalah banyaknya semua peralatan

dan bangunan penunjangnya yang berfungsi dalam pengelolaan

sampah mulai dari sumber timbulan sampah sampai pengolahan

akhir. Yang dinyatakan dalam satuan buah.

a. TPS adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat

pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan

sampah terpadu. Yang dinyatakan dalam satuan buah.

b. Alat angkut adalah sesuatu yang digunakan untuk membawa

muatan dari satu tempat ke tempat lain. Yang dinyatakan dalam

satuan unit.

c. Lahan TPA adalah tempat untuk memproses dan mengembalikan

sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan

lingkungan. Yang dinyatakan dalam satuan Hektare (Ha).

65

2. Pola pengangkutan adalah cara tahapan membawa sampah dari

lokasi pemindahan atau langsung dari sumber sampah menuju ke

tempat pembuangan akhir. Yang dinyatakan dalam satuan ritasi.

3. Jumlah penduduk adalah suatu yang menunjukkan kepadatan atau

banyaknya orang pada suatu wilayah

- Proyeksi jumlah penduduk adalah untuk mengetahui

perkembangan jumlah penduduk dimasa yang akan datang,

berdasarkan data yang telah ada. Yang dinyatakan daalam satuan

jiwa.

4. Jumlah timbulan sampah adalah banyaknya sampah yang

dihasilkan selama setahun dinyatakan dalam meter kubik.

- Proyeksi jumlah timbulan sampah adalah untuk mengetahui

perkembangan jumlah timbulan sampah dimasa yang akan datang.

Yang dinyatakan dalam satuan meter kubik.

5. Jumlah kebutuhan prasarana sampah adalah banyaknya prasarana

sampah yang dibutuhkan. Yang dinyatakan dalam satuan buah.

- Proyeksi jumlah kebutuhan prasarana sampah adalah untuk

mengetahui jumlah kebutuhan prasarana sampah dimasa yang

akan datang. Yang dinyatakan dalam satuan buah.

6. Daya tampung TPS adalah daya tampung seluruh TPS yang ada di

masing-masing kelurahan, dinyatakan dalam satuan kubik.

66

7. Pengangkutan sampah adalah tahap membawa sampah dari lokasi

pemindahan atau langsung dari sumber sampah menuju ke tempat

pembuangan akhir.

8. Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk dibagi luas

wilayah(km²), diukur dalam jiwa/km².

Peta lokasi pelayanan sampah di Kota Luwuk dapat dilihat pada gambar 17.

67

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Letak wilayah penelitian berada di Kota Luwuk yang merupakan Ibukota

Kabupaten Banggai. Kota Luwuk berada pada wilayah Kecamatan Luwuk

Kabupaten Banggai yang termasuk dalam wilayah Propinsi Sulawesi Tengah yang

terletak diujung timur Pulau Sulawesi seperti terlihat pada gambar 18 .

Gambar 18. Propinsi Sulawesi Tengah

(Sumber Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Banggai)

67

68

Adapun keadaan geografi, hidrologi, klimatologi, topografi dan demografi

dari Kota Luwuk sebagai berikut :

1. Geografi

Letak geografi Kota Luwuk berada pada posisi 0º30’ - 2º20’ Lintang

Selatan dan 112º. 23’ -124º20’ Bujur Timur. Kota Luwuk memiliki luas

wilayah seluas 514,80 km² atau 51,840 ha, 5,63 % wilayah Kabupaten

Banggai yang berbatasan dengan sebelah Utara berbatasan dengan wilayah

Kecamatan Pagimana, sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kecamatan

Pagimana dan Kecamatan Kintom, sebelah Selatan berbatasan dengan

wilayah Kecamatan Kintom dan Selat Peling, sebelah timur berbatasan

dengan wilayah Kecamatan Luwuk Timur yang terdiri dari 23 kelurahan,

14 desa (BPS Banggai 2012).

2. Hidrologi dan Klimatologi

Kota Luwuk terletak dikaki perbukitan yang memanjang dari selatan, barat

daya dan timur laut. Keadaan morfologi pada dataran yang sempit serta

jarak dari perbukitan ke pantai yang relatif dekat yang menyebabkan pola

sungai melebar dan pendek.

Berdasarkan keadaan cuaca serta curah hujan, Kota Luwuk termasuk daerah

yang beriklim sedang hingga tropis. Suhu udara rata-rata 27,6ºC yang

berkisar antara 25,9ºC pada Bulan Juli dan 28,9ºC pada Bulan Nopember.

Tempat-tempat yang letaknya berdekatan dengan pantai mempunyai suhu

udara rata-rata sebesar 79,7 persen yang bervariasi antara 76 persen pada

Bulan Oktober dan 83 persen pada Bulan Juni, sedangkan rata-rata

69

kecepatan angin sebesar 5 knot. Sebagian besar kelurahan/desa di

Kecamatan Luwuk merupakan Kelurahan/desa pesisir yang jumlahnya

mencapai 24 kelurahan/desa.

Musim hujan tahunan berlangsung dari Bulan Oktober sampai dengan Bulan

April dimana curah hujan tertinggi terjadi pada bulan april 77,9 mm/hari

dan musim kemarau berlangsung dari Bulan April sampai dengan Bulan

Oktober dimana curah hujan terendah pada Bulan Agustus sebesar 24

mm/hari (BPS Banggai 2012).

3. Topografi

Wilayah Kota Luwuk memiliki dataran rendah yang terletak pada

bagian selatan, sedangkan pada bagian utara dataran tinggi dan

bergunung dimana ketinggian dari permukaan air laut berkisar antara

500 m sampai dengan 700 m (BPS Banggai 2012).

4. Demografi

Penduduk di Kecamatan Luwuk pada akhir tahun 2011 tercatat

sejumlah 75.271 jiwa dengan luas wilayah 518,40 km² dengan

kepadatan penduduk sebesar 145,20 penduduk/km², dapat dilihat

pada tabel 4.

70

Tabel 4. Luas wilayah, Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk menurut

desa/kelurahan diKecamatan Luwuk tahun 2007-2011

No Desa/Kelurahan Jumlah

Penduduk

Luas Wilayah (Km²)

Kepadatan Penduduk (jiwa/km²)

1 2 3 4 5

01 Nambo Padang 619 15,50 39,94 02 Nambo

Lempekdapat kita liat

780 8,30 93,98

03 Koyoan 643 18,50 34,76

04 Bubung 857 60,00 14,28

05 Maahas 3.134 9,50 329,89

06 Simpong 4.580 0,60 7.633,33

07 Hanga-Hanga 3.176 4,90 648,16

08 Tontouan 1.886 25,60 73,67

09 Luwuk 7.897 2,30 3.433,48

10 Baru 3.016 1,12 2.692,86

11 Soho 2.674 1,18 2.266,10

12 Bungin 4.023 4,50 894,00

13 Lumpoknyo 1.336 30,70 43,52

14 Kilongan 3.381 6,60 512,27

15 Bumi Beringin 528 28,50 18,53

16 Boyou 1.104 24,30 45,43

17 Biak 2.324 15,50 149,94

18 Bunga 1.460 30,65 47,63

19 Kamumu 642 68,80 9,33

20 Salodik 754 28,30 26,64

21 Awu 1.033 3,00 344,33

22 Tanjung Tuwis 1.713 7,30 234,66

23 Karaton 5.018 0,80 6.272,50

24 Kilongan Permai 3.240 5,40 600,00

25 Keleke 1.817 1,14 1.593,86

26 Bungin Timur 3.057 3,30 926,36

27 Mangkio Baru 3.769 2,18 1.728,90

28 Bukit Mambual 770 7,10 108,45

29 Tombang Permai

942 24,90 37,83

30 Kompo 2.089 0,45 4.642,22

31 Jole 2.404 0,45 5.342,22

32 Hanga-Hanga Permai

1.308 4,60 284,35

33 Nambo Bosaa 784 14,50 54,07

34 Nambo Lempek Baru

761 6,40 118,91

35 Lenyek 498 21,70 22,95

36 Koyoan Permai 539 16,50 32,67

37 Buon Mandiri 715 13,33 53,64

Jumlah 75.271 518,40 145,20 (Sumber data BPS Kabupaten Banggai 2012)

71

Sedangkan untuk daerah penelitian dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini :

Tabel 5. Luas wilayah dan jumlah penduduk menurut kelurahan

No Kelurahan Luas Wilayah(Ha) Penduduk Tahun 2011

1 Tanjung Tuis 7,3 1.713 2 Tombang Permai 24,9 942

3 Maahas 9,5 3.134

4 Kompo 0,45 2.089

5 Jole 0,45 2.404

6 Simpong 0,6 4.580

7 Hanga-hanga 4,9 3.176

8 Karaton 0,8 5.018

9 Luwuk 2,3 7.897

10 Baru 1,12 3.016

11 Soho 1,18 2.674

12 Bungin 4,5 4.023 (Sumber data BPS kabupaten Banggai 2012)

Kota Luwuk mempunyai motto “Luwuk Berair” dengan arti kota yang

Bersih, Aman, Indah dan Rapi. Sedikit dataran rendah yang terdapat dibibir pantai

menjadi sentra kota, pemerintahan dan pemukiman penduduk. Sedangkan tak jauh

dibelakang kota adalah dataran tinggi/pegunungan yang hijau dan subur.

D. Kondisi Prasarana Sampah Kota Luwuk

Berdasarkan wawancara kepada Kepala Bidang Kebersihan Dinas

Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Banggai (2013) bahwa

penyebaran prasarana persampahan di Kota Luwuk lebih difokuskan pada

kawasan pusat kota, pusat perekonomian dan ruas jalan utama. Hal ini

72

didasarkan pada pertimbangan ruas jalan utama lebih sering dilalui oleh

kendaraan dan volume pejalan kaki tinggi.

Menurut hasil pengamatan, seiring dengan perkembangan Kota

Luwuk dengan semakin bertambahnya penduduk dan masuknya

pendatang di Kota Luwuk mengakibatkan semakin banyak pula rumah

yang dibangun sehingga perumahan penduduk semakin padat dan

pekarangan menjadi sempit bahkan ada yang tidak memiliki halaman

rumah lagi. Sampah yang dihasilkan juga semakin banyak, sementara

lahan yang biasanya dapat dipakai untuk membuang sampah

(pekarangan) tidak ada lagi. Jarak atau letak TPS yang disiapkan

pemerintah berada jauh dari pemukiman masyarakat yang

mengakibatkan masyarakat bingung harus menempatkan sampahnya

dimana. Tidak dapat dielakkan lagi masyarakat membuang sampahnya

pada lahan-lahan kosong milik orang lain atau di tepi jalan, bahkan juga

membuangnya di sungai dan laut. Kebiasaan membakar sampah secara

bebas memang sudah membudaya di masyarakat Kota Luwuk. Mereka

belum menyadari bahwa jenis sampah saat ini berbeda dengan sampah

zaman dulu, yang di dominasi sampah seperti plastik, karet, logam, kaca

dan sebagianya. Apabila sampah tersebut dibakar maka akan

mengeluarkan gas beracun yang dapat membahayakan kesehatan

masyarakat yang menghirupnya dan memperburuk kualitas lingkungan

udara.

73

Pemahaman masyarakat Kota Luwuk terhadap konsep 3R, yaitu

reuse (memakai kembali barang bekas yang masih bisa dipakai), reduce

(berusaha mengurangi sampah) dan recycle (mendaur ulang sampah

agar dapat dimanfaatkan) juga masih rendah. Akibatnya produksi sampah

yang dihasilkan oleh masyarakat semakin melimpah dan menumpuk

dimana-mana. TPA-TPA liar bermunculan dan menjamur dimana-mana.

Bahkan penanganan sampah yang dilakukan pemerintah Kabupaten

Banggai secara umum masih berorientasi konsumtif dan masih sebatas

memindahkan sampah ke tempat lain (TPA). Padahal keberadaan TPA

lebih sering menimbulkan masalah bagi masyarakat sekitarnya dan

mencemari lingkungan (air, tanah dan udara)

Adapun hasil pengamatan tentang kondisi umum prasarana

persampahan di Kota Luwuk diantaranya :

1. Penyediaan prasarana sampah khususnya TPS masih terbatas dan

hanya berada di area tertentu saja dan sebarannya tidak merata

disetiap kelurahan yang kami lakukan penelitian.

2. Kondisi alat angkut yang dimiliki Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang

lebih banyak yang sudah tidak layak pakai.

3. Pola pengangkutan dan frekuensi pengangkutan yang tidak setiap

hari dilakukan untuk wilayah selain pusat kota dan jalan utama.

4. Kondisi TPA yang ada saat ini sudah tidak layak untuk dijadikan TPA

dan perlu untuk di relokasi.

74

1. Sistem Pengelolaan Sampah di Kota Luwuk

a. Sistem Kelembagaan

Instansi yang menangani persampahan adalah Dinas Cipta Karya dan

Tata Ruang. Khusus untuk masalah sampah, kewenangan ada di

Bidang Kebersihan, DISCIKTAR Kota Luwuk. Tugas bidang ini

adalah melaksanakan pengelolaan kebersihan. Sedangkan fungsinya

adalah merencanakan dan memantau pembersihan dan pengangkutan

sampah. Saat ini, jumlah personil di bidang kebersihan sebanyak 97

orang. Tugas pokok seksi pembersihan adalah mengawasi dan

mengelola pembersihan sampah, termasuk juga mengumpulkan,

memanfaatkan dan memusnahkan sampah. Sedangkan tugas pokok

seksi pengangkutan adalah mengangkut sampah dari Tempat

Penampungan Sementara (TPS) ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

b. Sistem Teknik Operasional

Sampai saat ini bagian kebersihan, Disciktar Kota Luwuk melayani

semua kelurahan dan desa yang ada di Kota Luwuk, sebanyak 19

kelurahan yang tersebar di 3 kecamatan. Akan tetapi tingkat pelayanan

yang diberikan berbeda-beda, tergantung kondisi wilayahnya. Tingkat

pelayanan yang rendah ada di daerah-daerah yang sulit untuk

dijangkau dengan sarana prasarana persampahan yang ada, seperti di

daerah bantaran sungai atau daerah dengan kemiringan lahan yang

cukup tinggi (Disciktar Luwuk, 2013).

75

Berdasarkan luas daerah pelayanan, jangkauan pelayanan pengelolaan

sampah di Kota Luwuk mencapai ± 40,7 ha atau 78 % dari luas Kota

Luwuk. Hal ini berarti ada 22% wilayah di Kota Luwuk yang belum

mendapatkan layanan persampahan. Daerah pelayanan sampah

dikawasan domestik dibagi menjadi 12 (Dua belas) sektor pelayanan,

yaitu sektor Tombang Permai, Maahas, Kompo, jole, Simpong ,

Hanga-hanga, Karaton, Luwuk, Baru, Soho, Bungin, Kilongan.

Sedangkan daerah pelayanan sampah dikawasan komersil dibagi

menjadi 2 (Dua) sektor pelayanan yaitu sektor Pasar Simpong dan

sektor Luwuk Shopping Mall (Disciktar Kota Luwuk, 2013).

Secara keseluruhan daerah pelayanan sistem persampahan di Kota

Luwuk tercantum dalam gambar 17.

E. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Adapun gambaran umum lokasi penelitian adalah :

1. Kelurahan Tanjung Tuis

Kelurahan ini terletak diporos jalan Dr Moh. Hatta, yang menghubungkan

jalan menuju Bandara S.A. Amir, dengan luas wilayah 7,3 Ha, jumlah

penduduk 1.713 Jiwa dan kepadatan penduduk 234,66 jiwa/km² (Data BPS,

Luwuk dalam angka 2012). Kelurahan Tanjung Tuis didominasi dengan

rumah penduduk, dimana untuk wilayah Kelurahan Tanjung Tuis tidak

memiliki TPS baik berupa bak sampah maupun konteiner sampah. Letak

76

Kelurahan yang berada dipesisir pantai mengakibatkan lebih banyak

aktivitas pembuangan sampah dibakar sendiri, ditimbun/ dibuang di tanah

kosong bahkan ada masyarakat yang membuang sampahnya ke laut. Rute

pengangkutan sampah tidak sampai ke wilayah Kelurahan Tanjung Tuis.

2. Kelurahan Tombang Permai

Kelurahan ini terdapat kompleks perumahan BTN Kilo 5. Dengan

luas wilayah 24, 9 Ha, jumlah penduduk 942 jiwa dan kepadatan

penduduk 37,83 jiwa/km² (Data BPS, Luwuk dalam angka 2012).

Kelurahan Tombang Permai didominasi dengan rumah penduduk

dan pusat perkantoran dan pendidikan dimana untuk wilayah

kelurahan Tanjung Tuis tidak memiliki TPS baik berupa bak sampah

maupun konteiner sampah.Kelurahan Tombang Permai dilewati rute

pengangkutan sampah karena pusat perkantoran pemerintahan

khususnya perkantoran Bupati Kepala Daerah berpusat di

Kelurahan Tombang Permai. Frekuensi pengangkutan sampah tidak

setiap hari dilakukan. Masyarakat lebih banyak membuang sampah

di tanah kosong yang banyak terdapat disekitar wilayah pemukiman.

Bahkan masyarakat ada yang membuang sampahnya di Laut yang

berada didepan perumahan.

3. Kelurahan Maahas

Kelurahan ini didominasi perumahan penduduk dan pertokoan.

Dengan luas wilayah 9,5 Ha, jumlah penduduk 3.134 jiwa dan

kepadatan penduduk 329,89 jiwa/km² (Data BPS, Luwuk dalam

77

angka 2012). Untuk wilayah Kelurahan Maahas tidak memiliki TPS

baik berupa bak sampah maupun konteiner sampah. Kelurahan

Maahas dilewati rute pengangkutan sampah. Frekuensi

pengangkutan sampah tidak setiap hari dilakukan. Masyarakat lebih

banyak membuang sampah di tanah kosong yang ada disekitar

wilayah pemukiman. Bahkan masyarakat ada yang membuang

sampahnya di Laut yang berada tepat di belakang rumah penduduk.

4. Kelurahan Kompo

Kelurahan ini yang didominasi perumahan penduduk dan pertokoan.

Dengan luas wilayah 0,45 Ha, jumlah penduduk 2.089 jiwa dan

kepadatan penduduk 4.642,22 jiwa/km² (Data BPS, Luwuk dalam

angka 2012). Untuk wilayah Kelurahan Kompo tidak memiliki TPS

baik berupa bak sampah maupun konteiner sampah. Kelurahan

Kompo dilewati rute pengangkutan sampah. Frekuensi

pengangkutan sampah tidak setiap hari dilakukan. Masyarakat lebih

banyak membuang sampah di tanah kosong yang ada disekitar

wilayah pemukiman.

5. Kelurahan Jole

Kelurahan ini yang didominasi perumahan penduduk dan pertokoan.

Dengan luas wilayah 0,45 Ha, jumlah penduduk 2.404 jiwa dan

kepadatan penduduk 5.342,22 jiwa/km² (Data BPS, Luwuk dalam

angka 2012). Untuk wilayah Kelurahan Jole tidak memiliki TPS baik

berupa bak sampah maupun konteiner sampah. Kelurahan Jole

78

dilewati rute pengangkutan sampah. Frekuensi pengangkutan

sampah tidak setiap hari dilakukan. Masyarakat lebih banyak

membuang sampah di tanah kosong yang ada disekitar wilayah

pemukiman.

6. Kelurahan Simpong

Kelurahan ini yang di dominasi perumahan penduduk dan pertokoan

serta pasar. Dengan luas wilayah 0,6 Ha, jumlah penduduk 4.580

jiwa dan kepadatan penduduk 7.633,33 jiwa/km² (Data BPS, Luwuk

dalam angka 2012). Untuk wilayah Kelurahan Simpong memiliki TPS

berupa konteiner sampah yang diletakkan di Pasar Simpong 4 buah

konteiner, Jl. Jend. Sudirman 2 buah konteiner, Jl. P. Samosir 1

buah konteiner, Jl. P. Nias 2 buah konteiner. Kelurahan Simpong

dilewati rute pengangkutan sampah. Frekuensi pengangkutan

sampah untuk sampah Pasar dilakukan setiap hari dan untuk

sampah perumahan disesuaikan dengan banyaknya timbulan

sampah yang ada yang artinya tidak setiap hari pengangkutan.

Akibat pengangkutan sampah penduduk yang tidak dilakukan setiap

hari mengakibatkan masyarakat cenderung membuang sampah di

tanah kosong yang ada disekitar wilayah pemukiman bahkan ke

sungai yang ada di Kelurahan Simpong.

7. Kelurahan Hanga-hanga

Kelurahan ini yang didominasi perumahan penduduk. Dengan luas

wilayah 4,9 Ha, jumlah penduduk 3.176 jiwa dan kepadatan

79

penduduk 284,35 jiwa/km² (Data BPS, Luwuk dalam angka 2012).

Untuk wilayah Kelurahan Hanga-hanga tidak memiliki TPS baik

berupa bak sampah maupun konteiner sampah. Kelurahan Hanga-

hanga dilewati rute pengangkutan sampah. Frekuensi pengangkutan

sampah tidak setiap hari dilakukan. Masyarakat cenderung

membuang sampah di tanah kosong dan jurang-jurang yang ada

disekitar wilayah pemukiman.

8. Kelurahan Karaton

Kelurahan ini yang didominasi perumahan penduduk, perkantoran

dan pendidikan. Dengan luas wilayah 0,8 Ha, jumlah penduduk

5.018 jiwa dan kepadatan penduduk 6.272,50 jiwa/km² (Data BPS,

Luwuk dalam angka 2012). Untuk wilayah Kelurahan Karaton tidak

memiliki TPS baik berupa konteiner sampah, bak sampah ada

dibeberapa area khususnya di depan sekolah yang dibuat atas

inisiatif masing-masing sekolah. Kelurahan Karaton dilewati rute

pengangkutan sampah. Frekuensi pengangkutan sampah setiap hari

dilakukan mengingat wilayah ini merupakan jalan utama yang ada

dikota Luwuk.

9. Kelurahan Luwuk

Kelurahan ini yang didominasi perumahan penduduk, perkantoran

dan pertokoan. Dengan luas wilayah 2,3 Ha, jumlah penduduk

7.897 jiwa dan kepadatan penduduk 3.433,48 jiwa/km² (Data BPS,

Luwuk dalam angka 2012). Untuk wilayah Kelurahan Luwuk memiliki

80

TPS berupa konteiner sampah, yang diletakkan di area Luwuk

Shopping Mall sebanyak 4 buah.Kelurahan Luwuk dilewati rute

pengangkutan sampah. Frekuensi pengangkutan sampah setiap hari

dilakukan mengingat wilayah ini merupakan pusat kota.

10. Kelurahan Baru

Kelurahan ini yang didominasi perumahan penduduk, perkantoran

dan pendidikan. Dengan luas wilayah 1,12 Ha, jumlah penduduk

3.016 jiwa dan kepadatan penduduk 2.692,86 jiwa/km² (Data BPS,

Luwuk dalam angka 2012). Untuk wilayah Kelurahan Baru tidak

memiliki TPS baik berupa konteiner sampah , bak sampah ada

dibeberapa area khususnya di depan sekolah yang dibuat atas

inisiatif masing-masing sekolah. Kelurahan Baru dilewati rute

pengangkutan sampah. Frekuensi pengangkutan sampah tidak

setiap hari dilakukan. Masyarakat cenderung membuang sampah di

tanah kosong dan di selokan ada disekitar wilayah pemukiman.

11. Kelurahan Soho

Kelurahan ini yang didominasi perumahan penduduk, perkantoran

dan pendidikan. Dengan luas wilayah 1,18 Ha, jumlah penduduk

2.674 jiwa dan kepadatan penduduk 2.266,10 jiwa/km² (Data BPS,

Luwuk dalam angka 2012). Untuk wilayah Kelurahan Soho memiliki

TPS berupa konteiner sampah yang diletakkan di Jl. Sungai Batui

sebanyak 1 buah, bak sampah ada dibeberapa area khususnya di

depan sekolah yang dibuat atas inisiatif masing-masing sekolah.

81

Kelurahan Soho dilewati rute pengangkutan sampah. Frekuensi

pengangkutan sampah tidak setiap hari dilakukan. Masyarakat

cenderung membuang sampah di tanah kosong dan di selokan ada

disekitar wilayah pemukiman.

12. Kelurahan Bungin

Kelurahan ini yang didominasi perumahan penduduk, perkantoran

dan pendidikan. Dengan luas wilayah 4,5 Ha, jumlah penduduk

4.023 jiwa dan kepadatan penduduk 894 jiwa/km² (Data BPS,

Luwuk dalam angka 2012). Untuk wilayah Kelurahan Bungin tidak

memiliki TPS berupa kontainer sampah , bak sampah ada

dibeberapa area khususnya di depan sekolah yang dibuat atas

inisiatif masing-masing sekolah. Kelurahan Bungin dilewati rute

pengangkutan sampah. Frekuensi pengangkutan sampah setiap hari

dilakukan. Akan tetapi masyarakat masih juga membuang sampah di

tanah kosong dan di selokan ada disekitar wilayah pemukiman

bahkan membuangnya di laut.

F. Ketersediaan Prasarana Persampahan di Kota Luwuk

Sistem pengelolaan sampah Kota Luwuk saat ini belum cukup memadai

sehingga perlu peningkatan khususnya pada peningkatan prasarana sampah.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang dan

82

pengamatan di lapangan keadaan teknis operasional dapat ditinjau dari sub-sub

operasional yang meliputi :

1. Timbulan sampah

Timbulan atau produksi sampah yang ada di Kota Luwuk bersumber

dari berbagai kawasan yaitu permukiman, pasar, hotel dan restoran,

fasilitas umum, sapuan jalan dan saluran, kawasan industri.

Gambar 19. Sampah pemukiman Sumber : Dokumentasi pribadi

a. Timbulan Sampah Domestik

Timbulan sampah domestik merupakan sampah yang dihasilkan

pada daerah permukiman. Sampah domestik adalah sampah

rumah tangga berasal dari hasil kegiatan sehari-hari dalam rumah

tangga. Dari data yang ada di Dinas Cipta Karya dan Tata ruang

83

diperoleh 52,82% dari timbulan sampah adalah sampah daerah

permukiman.

b. Timbulan sampah Komersil

Gambar 20. Sampah pasar Sumber : Dokumentasi pribadi

Timbulan sampah komersil merupakan sampah yang dihasilkan dari

pasar, hotel dan restoran, fasilitas umum, sapuan jalan dan saluran. Dari

data yang ada di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang diperoleh 17,38 %

sampah pasar, 15,20% sampah pertokoan, 8,82 % sampah hotel dan

restoran, 2,17% sampah fasilitas umum, 2,17 sampah sapuan

jalan/saluran .

2. Pewadahan

84

Gambar 21 Pewadahan sampah Sumber : Dokumentasi Pribadi

Pewadahan sampah dikota Luwuk beragam, seperti pada kawasan

permukiman, kawasan komersial , dapat di temui tong-tong sampah

yang terbuat dari kayu, karet ban bekas, drum dan pasangan batu

(tembok).

Dari hasil observasi diketahui bahwa pewadahan pada umumnya

dilakukan tanpa pemisahan jenis sampah menjadi organik dan an-organik,

namun sudah ada yang menyisihkan barang bekas untuk dijual atau

diserahkan pada pengumpul barang-barang bekas. Pemerintah sebenarnya

sudah berusaha untuk menyediakan wadah sampah terpisah di pinggir-pinggir

jalan untuk pejalan kaki. Akan tetapi kurangnya edukasi kepada pejalan kaki

menyebabkan mereka masih

mencampur antara sampah organik dan sampah anorganiknya.

85

Khusus pada pewadahan transfer depo (TPS) untuk sampah domestik

terbuat dari bak semen yang letaknya terdapat di:

- Jl. Rajawali tepatnya ditanah kosong berdekatan dengan sungai

kecil, letak TPS ± 20 m dari rumah penduduk yang menimbulkan

bau dan banyak kerumunan lalat. Volume penampungan TPS batu

ini sebanyak 3 m³ kondisinya sudah setengah hancur

mengakibatkan sampah berhamburan disekitar tanah kosong dan

sebagian terbuang ke sungai.

- Jl. Sandakan letak TPS ± 30 m dari rumah penduduk kondisinya

setengah hancur, sehingga sampah sudah tidak diletakkan dalam

bak tetapi dibuang disekitar bak yang merupakan tanah kosong.

- Jl. R.A.Kartini berada tepat didepan rumah penduduk kondisinya

sudah hancur sehingga sampah berserakan disekitar TPS dan

sampah yang lainnya jatuh ke selokan dekat TPS.

Hasil pengamatan untuk TPS konteiner ± 5 m³ kondisinya sudah tidak layak

pakai, kondisi seng plat sudah hancur.

Hasil pengamatan untuk TPS konteiner ± 8 m³ untuk sampah domestik

letaknya terdapat di:dimakan kyang mana TPS dan konteiner dengan

volume sampah yang dapat dimuat Letak TPS konteiner mudah dicapai

radius pencapaian ke tempat TPS ± 100 meter.

- Jl. P. Samosir tepat berada disamping KOMPI Luwuk dengan

jarak jangkau ± 100 m.

- Jl. P. Nias jarak jangkau TPS ± 150m

86

- Jl. Jend. Sudirman jarak jangkau TPS ± 100 m

- Jl. Sungai Batui jarak jangkau TPS ± 300 m dari pemukiman

penduduk

Hasil pengamatan untuk TPS konteiner ± 8 m³ untuk sampah komersil

letaknya di:

- Sektor pasar Simpong jarak jangkau ± 200 m

- Sektor Luwuk Shopping Mall (LSM) ± 300 m

Untuk kedua sektor ini jumlah TPS yang ada tidak mampu menampung

timbulan sampah yang dihasilkan dari pasar dan LSM sehingga sebagian

sampah berserakan dipinggir jalan dan sebagian terbuang ke laut.

Data pewadahan TPS yang ada di Kota Luwuk saat ini dapat dilihat

pada tabel 6.

Lokasi TPS kontainer yang ada di Kota Luwuk :

- Jalan P. Samosir 1 buah

- Jalan P. Nias 2 buah

- Jalan Jend. Sudirman 2 buah

- Kompleks Pasar Simpong 4 buah

- Kompleks Luwuk Shopping Mall 4 buah

- Jalan sungai Batui 1 buah

Tabel 6. Data existing pewadahan TPS di Kota Luwuk

No Pewadahan Kapasitas Jumlah Kondisi

1 Kontainer 5 m³ 3 buah 3 tidak Layak

87

2

3

Kontainer

Bak sampah

8 m³

3 m³

14 buah

4 buah

10 layak, 4 tidak layak

4 tidak layak

Sumber : Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (2013)

Gambar 22. TPS Container di beberapa titik kota Luwuk Sumber Dokumentasi pribadi

88

Gambar 23. TPS pasangan batu (tembok) disalah satu sudut kota Luwuk

Sumber : Dokumentasi pribadi Berikut ini dipaparkan karakteristik sarana pemindahan sampah yang ada

saat ini di Kota Luwuk:

1. Tempat Pembuangan Sementara (TPS), yaitu bak dengan konstruksi

dari bata tanpa atap yang diberi lubang pintu dengan atau tanpa pintu.

Ukuran rata-rata 3 m3. Penempatannya diupayakan dekat dengan sumber

timbulan sampah. Penggunaan TPS pada umumnya tidak disukai karena

alasan lingkungan, estetika, dan operasional yang tidak praktis (perlu waktu

yang relatif cukup lama dan banyak tenaga).

2. Container, yaitu bak dengan konstruksi dari kayu, besi atau baja

yang diberi pintu dan jendela, dengan volume 6 m3. Karakteristik

container adalah : cocok pada sumber sampah yang besar, dapat

diletakkan pada banyak tempat dan dapat dipindah-pindahkan,

89

memerlukan lahan penempatan yang luas, operasional pemindahan

dan pengangkutan mudah dan cepat.

Dalam prakteknya, sarana ini belum digunakan dengan benar.

Pemindahan sampah dari gerobak masih sulit dilakukan karena

desain bak yang kurang nyaman digunakan. Sehingga petugas

membongkar sampah di luar bak, akibatnya lokasi container menjadi

kotor dan tidak sehat. Diperlukan evaluasi untuk perbaikan rancang

bangun container.

3. Pengumpulan dan Pengangkutan

Tahap berikutnya setelah pewadahan adalah tahap pengumpulan. Operasional

pengumpulan sampah rumah tangga dari sumber yang terjadi di Kota Luwuk

dilakukan dengan banyak cara. Berdasarkan sarana pemindahan yang

digunakan, seperti: TPS, container, dikenal beberapa pola operasional

pengumpulan / pemindahan yaitu: pola individual langsung, pola individual

tidak langsung, pola komunal langsung dan pola komunal tidak langsung.

Berdasarkan data Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang sampah yang dihasilkan

di Kota Luwuk pada tahun 2011 adalah 177,5 m³/hari. Jumlah sampah yang

terangkut dan terkelola oleh sistem 158 m³/hari atau sekitar 89 % dari total

timbulan sampah, sehingga terdapat 19,5 m³/hari atau 11 % sampah yang

tidak terangkut ke TPA. Adapun kondisi prasarana pengangkutan sampah di

Kota Luwuk dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Kondisi eksisting prasarana pengangkutan sampah di Kota Luwuk

90

No Jenis Angkutan Volume Jumlah Kondisi

1 Dump truk 8 m3 7 3 Baik,4 tidak layak

2 Arm Roll Truck 8 m3 2 baik

3 Gerobak tarik 1 m3 41

Sumber : Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (2013)

Gambar 24. Alat angkut sampah yang ada dikota Luwuk Sumber : Dokumentasi pribadi

Keberhasilan penanganan sampah bisa dilihat dari efektivitas dan efisiensi

pengangkutan sampah dari sumber ke TPS/A. Pengangkutan tidak boleh

ditunda karena hal ini akan menambah beban pengangkutan berikutnya dan

beresiko menimbulkan gangguan kenyamanan lingkungan di sekitar tempat

91

penyimpanan. Tahap ini istimewa karena banyak porsi biaya, waktu, tenaga,

dan koordinasi

dibutuhkan. Evaluasi dan perencanaan terhadap jenis sarana, jadwal operasi,

dan rute pengangkutan merupakan hal penting dalam pengangkutan. Ada

beberapa jenis sarana pengangkutan sampah yang digunakan di Kota Luwuk,

yaitu:

a. Dump Truck. Kendaraan ini merupakan modifikasi dari truck biasa,

bak truck dapat digerakkan secara hidrolik sehingga proses

bongkar sampah bisa efektif, sedangkan lama operasionalisasi

sama dengan truck biasa. Bak terbuat dari baja dengan kapasitas

bervariasi 8 m3, harganya relatif lebih mahal dari truck biasa

dengan kapasitas operasional adalah 2-3 rit perhari. Jenis

kendaraan ini digunakan pada pola operasional sistem door to

door, jemput bola, dan juga sistem TPS atau container yang

berfungsi sebagai TPS.

b. Arm-Roll Truck. Yaitu truck tanpa bak dengan lengan hidrolik untuk

menggerakkan container. Dengan kendaraan ini, operasi pengangkutan

dan pembuangan sampah menjadi lebih praktis. Bentuk dan ukurannya

bervariasi menurut container. Harga kendaraan relatif lebih mahal dari

dump truck. Kapasitas operasional adalah 4-6 rit perhari, tergantung pada

jarak pengangkutan. Jenis kendaraan ini digunakan pada pola operasional

sistem container.

92

c. Lain-lain (mobil pick-up, motor roda 3 dan sepeda sampah. Sarana

pengangkutan lainnya yang biasa digunakan untuk pengangkutan sampah

di Kota Luwuk adalah mobil jenis pick-up, motor roda 3 yang biasanya

digunakan secara insidental dan untuk melayani sampah pada wilayah

yang sulit dijangkau kendaraan pengangkut sampah pada umumnya.

4. Frekuensi pengangkutan sampah di Kota Luwuk tidak setiap untuk

setiap area pengangkutan. Untuk jalan Sam Ratulangi, jalan Jend. A.

Yani, jalan Jend. Sudirman, kompleks Pasar Simpong, Luwuk

Shopping Mall pengangkutan dilakukan setiap harinya, sedangkan

untuk area jalan lainnya pengangkutan tidak dilakukan setiap hari,

tetapi disesuaikan dengan banyaknya timbulan sampah yang

dihasilkan. Setelah mengangkut sampah dan membawanya ke TPA

truk pengangkutan sampah sering digunakan tidak sesuai fungsinya

yakni mengangkut sampah, sehingga mengakibatkan sering terjadi

kerusakan mobil yang mana hal ini berpengaruh pada

pengangkutan sampah menjadi tidak tepat waktu.

5. Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

Sistem pengelolaan sampah di Kota Luwuk berakhir di Tempat

Pembuangan Akhir (TPA). Sampah dari Kota Luwuk, baik sampah

organik maupun sampah anorganik, bahkan sampah B3 (Bahan

Buangan Berbahaya), dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah

Akhir (TPA).

93

Lokasi TPA berada di Jalan Trans Sulawesi tepatnya di Desa

Mololuntun berjarak 12 km dari Kota Luwuk dengan kondisi akses

jalan menanjak dengan luas lahan TPA ± 1 ha. Dimana areal yang

terpakai ±0,75 ha yang tersisa ± 0,25 ha. Jarak TPA ke

permukiman terdekat ± 1km serta jarak TPA ke sungai/pantai

terdekat ± 150 m. Kondisi eksisting TPA di Kota Luwuk status lokasi

TPA adalah hanya sementara menunggu hasil Amdal untuk

pembuatan TPA baru.

Pengolahan sampah yang dilakukan pada saat ini disamping

menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan, yang merugikan

bagi masyarakat di Kecamatan Luwuk, juga memerlukan biaya

operasi dan pemeliharaan yang cukup besar, karena jarak angkut

sampah dari pusat wilayah pelayanan di Kota Luwuk ke TPA

Mololuntun jauh. Tingginya biaya operasional mengakibatkan

Disciktar tidak mampu menyediakan biaya operasi yang diperlukan

secara memadai untuk mengoperasikan TPA Mololuntun secara

sanitary landfill.

Cara pengolahan di TPA ini masih menggunakan sistem open

dumping. Akibat pengoperasian TPA secara open dumping ini

mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan yang pada

akhirnya menimbulkan kerugian pada masyarakat (social cost).

Kerugian tersebut antara lain adalah terjadinya gangguan

kesehatan seperti terjadinya iritasi saluran pernafasan atas (ISPA),

94

penyakit diare serta hilangnya kenyamanan lingkungan akibat bau

busuk yang menyengat di sepanjang waktu, yang diterima oleh

masyarakat yang bermukim di sekitar TPA hingga radius 5 Km dari

TPA Mololuntun.

Masalah tersebut seharusnya tidak perlu terjadi jika dilakukan

pengelolaan dan pengolahan sampah secara terintegrasi dan

ramah lingkungan. Mengingat pengolahan sampah dapat dilakukan

dengan berbagai teknologi seperti sanitary landfill, composting,

incineration (pembakaran dengan temperatur tinggi) ataupun

pyrolisis. Namun demikian penggunaan dari masing-masing

teknologi tersebut memiliki keuntungan dan kerugian, baik ditinjau

dari aspek lingkungan, ekonomi maupun sosial.

Penggunaan satu teknologi yang dipilih mungkin saja

menguntungkan bagi suatu kota, namun dapat pula kombinasi dari

penggunaan ketiga teknologi tersebut lebih menguntungkan. Hal ini

bergantung pada situasi dan kondisi dari masing-masing kota.

Namun yang menjadi permasalahan seberapa besar volume

sampah yang harus diolah oleh masing-masing teknologi tersebut

secara berkelanjutan, masih harus dilakukan penelitian dengan

menggunakan model optimasi teknologi pengolahan sampah yang

dipergunakan

Di TPA Mololuntun belum ada instalasi pembakaran sampah dan

belum ada instalasi daur ulang sampah. Pembuangan sampah

95

perhari ke TPA yang dilakukan oleh armrol truck dan dump truck

dilakukan sebanyak satu kali yaitu pada pagi Jam 06.00 WITA s/d

12.00 WITA. Pada pagi hari armada yang bekerja sebanyak 5

armada yang terdiri dari 2 armrol dan 3 dump truck dan setiap

armada melakukan ritasi sebanyak 1 kali.

Untuk mengatasi permasalahan status TPA yang masih belum

permanen, Pemerintah Kota Luwuk sebenarnya telah menyiapkan

lahan seluas 5 hektar di Desa Bunga, untuk dijadikan TPA baru.

Lahan tersebut merupakan lahan kosong yang tidak produktif

sehingga cocok untuk digunakan sebagai tempat penampungan

sampah. Adapun letak TPA Bunga dapat dilihat pada gambar 25.

Gambar 25 .Peta Lokasi TPA Bunga

(Sumber Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang 2013

Lokasi TPA

yang baru

96

Gambar 26. Kondisi TPA Mololuntun

Sumber : Dokumentasi pribadi

Gambar 27. TPA Mololuntun Sumber : Dokumentasi pribadi

97

Kondisi eksisting prasarana TPA di Kota Luwuk dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Kondisi eksisting prasarana TPA di Kota Luwuk

No Jenis Prasarana Jumlah Kondisi

1

Bulldozer 1 unit rusak

Sumber : Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (2013)

5 Kebutuhan Prasarana Persampahan

Untuk menghitung tingkat kebutuhan prasarana persampahan di

Kota Luwuk 10 tahun ke depan tidak lepas dari jumlah penduduk dan

jumlah timbulan sampah yang dihasilkan . Besarnya timbulan sampah di

Kota Luwuk di dasarkan atas jumlah penduduk dan tata guna lahan,

dimana timbulan sampah adalah merupakan produk dari penduduk itu

sendiri oleh karena hal tersebut maka dalam menghitung besarnya

timbulan sampah tentulah dipengaruhi oleh jumlah atau banyaknya

penduduk dalam suatu wilayah. Sehingga untuk memperoleh nilai

kebutuhan tersebut maka di hitung dengan cara :

1. Proyeksi Jumlah Penduduk

Proyeksi jumlah penduduk Kota Luwuk dapat dihitung dengan

menggunakan rumus:

Pn Po + Ka (Tn – To)

Ka =

98

Dimana :

Pn

Po

Tn

To

Ka

P1

P2

T1

T2

= Jumlah penduduk pada tahun ke n

= Jumlah penduduk pada tahun dasar

= Tahun ke n

= Tahun dasar

= Konstanta arithmatik

= Jumlah penduduk yang diketahui pada tahun ke 1

= Jumlah penduduk yang diketahui pada tahun terakhir

= Tahun ke I yang diketahui

= Tahun ke II yang diketahui

Tabel 9 : Proyeksi pertumbuhan jumlah penduduk tahun 2012 – 2021

Tahun Jumlah penduduk (Jiwa)

r

2012

2013

2014

2015

2016

2017

2018

2019

2020

2021

78.304

81.460

84.743

88.158

91.711

95.407

99.252

103.252

107.413

111.741

0,040 %

0,040 %

0,040 %

0,040 %

0,040 %

0,040 %

0,040 %

0,040 %

0,040 %

0,040 %

Dari hasil perhitungan diperoleh nilai r = 0,040 % , dapat diketahui jumlah

penduduk pada tahun 2012. Dengan menggunakan rumus Pn = Po (1 +r)¹

diperoleh jumlah penduduk ditahun 2012 sebesar 78.304 jiwa. Hasil

99

proyeksi jumlah penduduk di tahun 2012 sampai tahun 2021dapat dilihat

pada tabel 9 .

2. Proyeksi Jumlah Timbulan sampah

Asumsi jumlah timbulan sampah untuk kota Luwuk 2,5 Ltr/org/hari,

jumlah penduduk pada tahun 2011 adalah 75.271 jiwa diperoleh

jumlah timbulan sampah yang dihasilkan setiap hari pada tahun 2011

sebesar 188,18 m³/ hari. Hasil proyeksi jumlah timbulan sampah di

tahun 2012 sampai tahun 2021dapat dilihat pada tabel 10 .

Tabel 10 : Proyeksi pertumbuhan timbulan sampah Tahun 2012 – 2021

Tahun Jumlah penduduk

(Jiwa) Timbulan

sampah/hari (m³)

2012

2013

2014

2015

2016

2017

2018

2019

2020

2021

78.304

81.460

84.743

88.158

91.711

95.407

99.252

103.252

107.413

111.741

195,761

203,650

211,857

220,395

229,277

238,517

248,129

258,129

268,531

279,353

Dari tabel 10 terlihat bahwa pertambahan jumlah penduduk semakin

meningkat dari tahun ke tahun. Demikian juga halnya dengan jumlah

sampah yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penduduk Kota

Luwuk pada tahun 2012 sebanyak 78.304 jiwa, dan pada tahun 2012 sudah

mencapai 111.741 jiwa, dengan rata-rata pertumbuhan penduduknya 0,04%

100

per tahun. Pertambahan jumlah penduduk tersebut ternyata berkorelasi

positif terhadap jumlah timbulan sampah yang dihasilkan. Pada tahun 2012

jumlah sampah yang dihasilkan sebanyak 195,761 m³ per tahun dan pada

tahun 2021 sudah mencapai 279,353 m³.

Tabel 11. Pertumbuhan timbulan sampah pemukiman, pasar, pertokoan, hotel dan restoran, fasilitas umum, sapuan jalan serta kawasan industri Tahun 2012-2021

Tahun Pemukiman

m³/hari Pasar m³/hari

Pertokoan m³/hari

Hotel & restoran m³/hari

Fasilitas umum m³/hari

Sapuan jalan

m³/hari

Industri m³/hari

2012 103,401 34,023

29,756

17,266

4,248

4,248

2,819

2013 107,568

35,394

30,955

17,962

4,419

4,419

2,933

2014 111,903

36,821 32,202 18,686 4,597 4,597 3,051

2015 116,413

38,305

33,500 19,439 4,783 4,783 3,174

2016 121,104

39,848 34,850 20,222 4,795 4,795 3,302

2017 125,985 41,454 36,255 21,037 5,176 5,176 3,435

2018 131,062 43,125 37,716 21,885 5,384 5,384 3,573

2019 136,344 44,863 39,236 22,767 5,601 5,601 3,717

2020 141,838 46,671 40,817 23,684 5,827 5,827 3,867

2021 147,554 48,552 42,462 24,639 6,062 6,062 4,023

Dari hasil pengamatan dilapangan serta data yang ada di Dinas

Cipta Karya dan Tata ruang diperoleh 52,82% dari timbulan sampah

adalah sampah daerah pemukiman, 17,38 % sampah pasar, 15,20%

sampah pertokoan, 8,82 % sampah hotel dan restoran, 2,17%

sampah fasilitas umum, 2,17 sampah sapuan jalan/saluran dan

produksi sampah yang terkecil adalah sampah kawasan industri 1,44

%. Jadi produksi sampah daerah pemukiman adalah: 103,401

101

m³/hari. Untuk timbulan sampah pasar, pertokoan, hotel dan

restoran, fasilitas umum, sapuan jalan dan kawasan industri dapat

dilihat pada tabel 11.

A. Kebutuhan TPS

Setelah diketahui proyeksi jumlah penduduk dan timbulan sampah

diperoleh angka kebutuhan TPS untuk Kota Luwuk dengan

menggunakan rumus :

Kebutuhan wadah =

Dimana volume TPS adalah 3 m³, jadi diperoleh jumlah kebutuhan

TPS untuk tahun 2012 sampai tahun 2021 seperti terlihat pada tabel

12 berikut :

Tabel 12. Proyeksi Pertumbuhan kebutuhan TPS di Kota Luwuk tahun 2012-2021

Tahun

Timbulan sampah

non pasar (m³)

Kapasitas (m³)

Kebutuhan TPS

2012 288,121 3 96

2013 299,732 3 100

2014 311,812 3 104

2015 324,378 3 108

2016 337,450 3 112

2017 351,049 3 117

2018 365,197 3 122

2019 379,914 3 127

2020 395,225 3 132

137 2021 411,152 3 137

102

B. Kebutuhan Alat Angkut

Untuk menghitung Kebutuhan akan jumlah alat angkut dump truck di

peroleh dengan cara :

- Kapasitas Dump truck

- Kapasitas TPS

- Waktu Muat

- Jarak rata-rata TPS-TPA

- Waktu manuver

- Waktu membuang

- Kecepatan dump truck rata-rata

- Waktu berhenti

- Waktu operasi dump truck

= 6 m³

= 3 m³

= 20 menit

= 12 km

= 5 menit

= 6 menit

= 30 km/jam

= 5 menit

= 7 jam

Perhitungan :

- Waktu muat

- Waktu tempuh PP 12/30 x 1 jam

- Waktu Manuver

- Waktu membuang

- Waktu berhenti

Jumlah

= 20 menit

= 24 menit

= 5 menit

= 6 menit

= 5 menit

= 60 menit

Jadi untuk satu dump truck perhari dapat mengangkut sampah sebanyak

: x 1 rit = 7 / 2 = 3,5 ≈ 3 rit/hari.

Volume sampah yang diangkut dump truck ke TPA perhari :

103

4 x 6 m³ = 24 m³ dengan persentasi pengangkutan = 80 % sehingga

diperoleh kebutuhan dump truck dikota Luwuk pada tahun 2012

sebanyak :

= x presentasi pengangkutan

= x 80 %

= 9,60 ≈ 10 unit

Tabel 13. Proyeksi kebutuhan dump truck di Kota Luwuk tahun 2012-2021

Tahun

Volume sampah

yang diangkut

(m³ / hari)

Timbulan sampah

non pasar (m³)

Kebutuhan

Dump truck

(unit)

2012 24 288,121 10

2013 24 299,732 10

2014 24 311,812 10

2015 24 324,378 11

2016 24 337,450 11

2017 24 351,049 12

2018 24 365,197 12

2019 24 379,914 13

2020 24 395,225 13

2021 24 411,152 14

Dari hasil perhitungan diperoleh hasil satu dump truck perhari dapat

mengangkut sampah sebanyak 7 rit/hari dengan volume sampah yang

diangkut dump truck ke TPA perhari adalah 24 m³ dan presentasi

pengangkutan 80% sehingga diperoleh kebutuhan dump truck di Kota

Luwuk untuk tahun 2012 sebanyak 10 buah dump truck. Hasil perhitungan

104

proyeksi kebutuhan dump truck tahun berikutnya, dapat dilihat pada tabel

13.

Untuk menghitung Kebutuhan akan jumlah alat angkut armroll truck

di peroleh dengan cara :

- Kapasitas Armroll truck

- Waktu muat konteiner

- Jarak rata-rata TPS-TPA

- Waktu manuver

- Waktu membuang

- Kecepatan dump truck rata-rata

- Waktu berhenti

- Waktu operasi dump truck

= 6 m³

= 20 menit

= 12 km

= 8 menit

= 15 menit

= 30 km/jam

= 5 menit

= 7 Jam

Perhitungan :

- Waktu muat

- Waktu tempuh PP 12/30 x 1 jam

- Waktu Manuver

- Waktu membuang

- Waktu berhenti

Jumlah

= 20 menit

= 24 menit

= 8 menit

= 15 menit

= 5 menit

= 72 menit

Jadi untuk satu dump truck perhari dapat mengangkut sampah sebanyak

: x 1 rit = 5,8 / 2 = 2,9 ≈ 3 rit /hari.

Volume sampah yang diangkut armroll truck ke TPA perhari :

105

4 x 6 m³ = 24 m³ dengan persentasi pengangkutan = 100 %

sehingga diperoleh kebutuhan armroll truck dikota Luwuk pada

tahun 2012 sebanyak :

= x presentasi pengangkutan

= x 100 %

= 1,41 ≈ 1 unit

Dari hasil perhitungan diperoleh hasil satu armroll truck perhari dapat

mengangkut sampah sebanyak 6 rit/hari dengan volume sampah yang

diangkut dump truck ke TPA perhari adalah 24 m³ dan presentasi

pengangkutan 100% sehingga diperoleh kebutuhan armroll truck di Kota

Luwuk untuk tahun 2012 sebanyak 1 buah. Hasil perhitungan proyeksi

kebutuhan armroll truck tahun berikutnya, dapat dilihat pada tabel 14.

Tabel 14. Proyeksi kebutuhan armroll truck di Kota Luwuk untuk tahun

2012-2021

Tahun

Volume sampah

yang diangkut

(m³ / hari)

Timbulan

sampah pasar

(m³)

Kebutuhan

armroll truck

(unit)

2012 24 34,023 1

2013 24 35,394 1

2014 24 36,821 2

2015 24 38,305 2

2016 24 39,848 2

2017 24 41,454 2

2018 24 43,125 2

2019 24 44,863 2

2020 24 46,671 2

2021 24 48,552 2

106

C. Kebutuhan Lahan TPA

Hasil analisis proyeksi kebutuhan luas TPA di Kota Luwuk untuk tahun

2012 sampai tahun 2021 dapat dilihat pada tabel 15 berikut :

Tabel 15. Analisis kebutuhan luas TPA tahun 2012 – 2021 :

Tahun Timbulan sampah (m³/hari)

Volume sampah pertahun

(m³)

Volume sampah padat

(m³/hari)

Kebutuhan TPA (ha)

2012 288,121 105.164,21 63.098,525 3,155

2013 299,732 109.402,33 65.641,395 3,282

2014 311,812 113.811,24 68.268,744 3,414

2015 324,378 118.397,83 71.038,699 3,552

2016 337,450 123.169,27 73.901,559 3,695

2017 351,049 128.132,99 76.879,792 3,844

2018 365.197 133.296,75 79.978,047 3,999

2019 379,914 138.668,60 83.201,163 4,160

2020 395,225 144.256,95 86.554,170 4,328

2021 411,152 150.070,50 90.042,303 4,502

D. Pengumpulan

Pola pengumpulan yang digunakan pada penelitian ini disesuaikan dengan

karakteristik daerah dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

1. Kepadatan Penduduk

2. Kondisi Jalan

3. Tingkat sosial ekonomi penduduk

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan untuk daerah untuk daerah

pemukiman di Kota Luwuk digunakan pola komunal langsung

dimana pengumpulan sampah dilakukan oleh individu-individu

penghasil sampah ke tempat pembuangan sampah komunal atau

107

tempat penampungan sementara (TPS) yang telah disediakan

berupa konteiner, sedangkan TPS yang terbuat dari pasangan batu

bata dengan kapasitas atau daya tampung 3 - 5 m³ lebih banyak

yang kondisinya sudah rusak. Peran serta masyarakat sangat

diharapkan dalam pelaksanaan pola pengumpulan komunal

langsung yang dimaksud.

E. Pengangkutan

Pola pengangkutan sampah yang digunakan di Kota Luwuk terdiri

dari pola:

1. Door to door langsung ke TPA

2. Dari TPS ke TPA

Diangkut dengan menggunakan alat angkut berupa mobil dump truck dan

armroll truck yang tentunya disesuaikan dengan volume timbulan sampah

pada wilayah-wilayah pelayanan yang dituju untuk kemudian dibawa ke

TPA.

Adapun pola pengangkutan armroll truck adalah pola atau sistem

pengosongan konteiner dengan proses sebagai berikut :

a. Kendaraan dari pool dengan membawa konteiner kosong

menuju kelokasi konteiner berisi untuk mengganti/mengambil

dan langsung membawanya ke TPA

b. Kendaraan dengan membawa konteiner kosong dari TPA

menuju konteiner berikutnya

c. Demikian seterusnya sampai dengan rit terakhir

108

F. Analisis Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tempat Pembuangan

Akhir (TPA) Kota Luwuk yang ada saat ini tidak memenuhi

spesifikasi yang diisyarakatkan dalam SK SNI T – 13 – 1990 .

Adapun persyaratan yang dimaksud antara lain:

1. Sudah tercakup dalam perencanaan tata ruang kota dan daerah

2. Jenis tanah kedap air

3. Daerah yang tidak produktif untuk pertanian

4. Dapat dipakai minimal 5 sampai 10 tahun

5. Tidak membahayakan/mencemarkan sumber air

6. Jarak dari daerah pusat pelayanan ± 10 km

7. Daerah yang bebas dari banjir

Ada sejumlah indikator untuk melihat bahwa Pemerintah Kota Luwuk

mulai menemui berbagai permasalahan dalam pengelolaan sampah,

antara lain sebagai berikut :

1. Volume sampah yang semakin meningkat dari tahun ke tahun seiring

dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk Kota Luwuk.

Pertambahan jumlah penduduk dan pertambahan jumlah sampah

dapat dilihat pada tabel10.

2. Biaya operasional pengelolaan sampah yang semakin meningkat.

Sementara pendapatan dalam bentuk retribusi masih sangat kecil

dan tidak sebanding dengan besaran anggaran yang digunakan

untuk pengelolaan sampah. Bagi Pemerintah Kota Luwuk, biaya ini

seiring dengan peningkatan volume sampah yang dihasilkan

109

masyarakat, Sebagaimana informasi yang disampaikan oleh Kepala

Bidang Kebersihan Disciktar Kota Luwuk.

3. Usia teknis TPA Mololuntun yang akan berakhir pada tahun 2013.

Sistem pengelolaan sampah Kota Luwuk berakhir di Tempat

Pembuangan Akhir (TPA), yang berlokasi di Desa Mololuntun. TPA ini

akan habis usia teknisnya pada tahun 2013, sedangkan izin amdal untuk

TPA yang baru belum keluar, sebagaimana informasi yang disampaikan

Kepala Bidang Kebersihan Discikta Kota Luwuk.

4. Partisipasi masyarakat yang masih rendah

Partisipasi masyarakat masih rendah, terutama dalam sub sistem teknis

operasional. Masih sedikit masyarakat yang mau mengelola sampahnya di

tingkat sumber (rumah tangga). Sedangkan partisipasi masyarakat dalam

membayar retribusi sudah bagus.

Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat

kebutuhan prasarana persampahan di Kota Luwuk untuk 10 tahun kedepan setiap

tahunnya mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan jumlah timbulan sampah

yang setiap tahunnya juga meningkat. Peningkatan kebutuhan prasarana sampah

setiap tahunnya akan mengakibatkan penambahan biaya pengadaan setiap

tahunnnya oleh Dinas Cipta Cipta Karya dan Tata ruang, dan akan membutuhkan

lahan TPS yang banyak . Olehnya kami memberikan solusi untuk mengatasi hal

tersebut, yakni :

1. Untuk penambahan TPS dapat, dikurangi dengan cara mengajak

masyarakat untuk dapat melakukan pemilahan sampah antara yang

110

organik dan anorganik dengan tujuan untuk sampah organik dapat

dikelola menjadi pupuk dengan cara melakukan komposting,

membuat kompos dengan cara Takakura, biopori sedangkan untuk

sampah anorganik dapat di jual kembali untuk didaur ulang yang

dapat menghasilkan satu produk kembali.

2. Untuk penambahan alat angkut di sesuaikan dengan kondisi truck,

bila kondisi masih layak untuk digunakan maka perlu dilakukan

perubahan ritasi setiap mobil pengangkut. Yang semula hanya satu

kali ritasi dapat ditambah lebih dari satu kali.

3. Untuk lahan TPA selayaknya TPA yang ada saat ini sudah harus di

relokasi ke tempat yang baru sehingga pengolahan sampah bisa

dilakukan di kawasan TPA yang baru sesuai dengan sistem sanitary

landfill.

4. Pola pengangkutan sampah yang ada saat ini perlu dikembangkan.

Untuk wilayah pemukiman yang tidak dapat dilalui mobil pengangkut

sampah dapat diguanakan gerobak sampah atau motor yang

mempunyai bak sampah,dan juga dengan memberikan pelatihan

pada para pekerja pengangkut sampah yang ada di Disciktar tentang

cara pengangkutan sampah yang baik dan benar.

Dalam rangka mencari penyelesaian masalah sampah secara tepat,

saat ini di Kota Luwuk telah berdiri satu Bank Sampah yang didirikan

dengan tujuan untuk mengurangi sampah yang selama ini dianggap tidak

mempunyai nilai oleh masyarakat. Kegiatan yang dilakukan oleh Bank

111

Sampah yakni mentransaksikan sampah kering yang sudah dinilai dengan

uang, dengan sistem menabung dan meminjamkan uang berdasarkan

potensi sampah yang ditabung. Selain itu dampak dari kegiatan Bank

Sampah juga pada pengelolaan sampah dengan sistem 3 R. Dengan

kegiatan ini dapat diketahui bahwa ternyata hampir semua sampah dapat

dimanfaatkan atau bernilai ekonomis setelah dilakukan pemilahan. Namun

semua kegiatan untuk mengurangi sampah di kembalikan kepada peran

serta masyarakat, dimana tingkat peran serta masyarakat Kota Luwuk

masih rendah.

Manfaat yang bisa di ambil dari kegiatan 3 R antara lain :

1. Terbentuk kebiasaan mengelola sampah yang benar sejak dini

2. Masyarakat tidak perlu membayar sampah

3. Masyarakat tidak bingung lagi dengan masalah sampah

4. Terciptanya Lingkungan yang sehat

5. Memperpanjang usia TPA

6. Meringankan beban pemerintah dalam pengelolaan sampah

112

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sesuai dengan hasil analisis kebutuhan prasarana persampahan di Kota

Luwuk Kabupaten Banggai, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Ketersediaan prasarana sampah yang meliputi :

a. TPS pasangan batu dan konteiner 3 m³ yang ada di Kota Luwuk

saat ini belum memadai, dimana ketersediaan prasarana tersebut

tidak merata atau tidak disesuaikan dengan jumlah penduduk

yang ada dilokasi penempatan TPS.

b. Ketersediaan jumlah kendaraan pengangkut untuk kegiatan

pengumpulan dan pengangkutan sampah domestik dan komersil

di Kota Luwuk saat ini bila dilihat dari jumlah ketersediaan alat

angkut sudah memenuhi kebutuhan. Akan tetapi bila dilihat dari

kondisi fisik alat angkut ada beberapa alat angkut sampah yang

tidak layak untuk digunakan lagi.

c. Pola pengangkutan yang digunakan saat ini:

3. Door to door langsung ke TPA

4. Dari TPS ke TPA

Untuk area yang bisa dilalui mobil pengangkut sampah, pola ini sudah

maksimal digunakan. Untuk areal yang tidak dapat dilalui mobil

112

113

pengangkut sampah digunakan gerobak sampah dan motor gerobak

sampah.

d. Untuk lahan TPA yang ada saat ini sudah tidak memenuhi syarat

untuk dijadikan TPA.

2. Arahan pengembangan Pemenuhan prasarana persampahan di

Kota Luwuk untuk 10 tahun yang akan datang meliputi :

a. Penambahan prasarana TPS , bila dilihat dari hasil analisis

kebutuhan akan TPS setiap tahunnya bertambah hingga 10

tahun ke depan.

b. Penambahan alat angkut , bila dilihat dari hasil analisis terjadi

penambahan mobil angkutan setiap tahunnya dimana kebutuhan

dump truck 10 unit sampai 14 unit untuk 10 tahun ke depan.

c. Pola pengangkutan yang digunakan saat ini perlu dikembangkan

dengan memberikan pelatihan pada pekerja pengangkut sampah

tentang cara pengangkutan sampah yang baik dan benar.

d. Penambahan Lahan TPA setiap tahunnya meningkat dimana

hasil proyeksi menunjukkan kebutuhan TPA dari luasan 3 ha -

4,5 ha hingga 10 tahun mendatang disesuaikan dengan volume

sampah yang meningkat setiap tahunnya.

114

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan pembahasan, maka kami memberikan saran

khususnya kepada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Banggai dan

masyarakat pada umumnya sebagai berikut :

A. Ketersediaan Prasarana Sampah

1. Diharapkan ketersediaan prasarana sampah yang ada di Kota

Luwuk saat ini perlu dimanfaatkan semaksimal mungkin dalam

upaya meningkatkan pelayanan dibidang kebersihan.

2. Diharapkan peran serta masyarakat dalam pemilahan sampah yang

dipisahkan antara sampah organik dan anorganik untuk

mengurangi jumlah sampah di TPS. Pelaksanaa 3R pada

masyarakat, diperlukan sosialisasi yang gencar agar sampah dapat

dikurangi dibagian hulu.

B. Arahan Pengembangan di sarankan :

1. Penambahan prasarana persampahan tidak harus dilakukan setiap

tahunnya dengan mengingat umur dari setiap prasarana yang

dibuat , penambahan dilakukan apabila prasarana telah tidak

memenuhi nilai kelayakan pakai, sehingga dapat mengurangi

beban anggaran, serta tempat TPS yang banyak akan

mengakibatkan berkurangnya nilai estetika dan juga semakin

kecilnya luasan TPS diakibatkan semakin padatnya penduduk.

115

Dapat pula di atasi dengan mengajak masyarakat untuk dapat memilah

sampah organik dan anorganik sehingga dapat dimanfaatkan seperti

pembuatan kompos dari sampah organik dan pembuatan barang daur

ulang dari sampah anorganik. Letak TPS disesuaikan dengan jumlah

penduduk ada di sekitar lokasi TPS dan harus memperhitungkan jarak ke

TPS sehingga dapat di jangkau oleh penduduk.

2. Pemenuhan pengangkutan sampah dapat dilakukan dengan

penambahan jumlah ritasi pengangkutan. Perlu diadakan

penambahan mobil pengangkut apabila kondisi fisik kendaraan alat

angkut sudah tidak layak untuk digunakan akan tetapi bila masih

layak digunakan maka diperlukan penambahan ritasi dari setiap

alat angkut yang tadinya hanya satu kali ritasi menjadi tiga kali

ritasi sehingga mengurangi beban anggaran pengadaan

kendaraan. Dan perlu pengawasan terhadap pengunaan mobil

pengangkut sampah sehingga tidak digunakan diluar fungsinya.

3. Pola pengangkutan yang ada saat ini perlu ditingkatkan dengan

menambah armada gerobak sampah dan motor pengangkut

sampah untuk dapat mengangkut sampah yang berada ditempat

yang tidak dapat dilalui mobil pengangkut serta memberikan

pelatihan pada para pekerja pengangkut sampah.

4. Pemindahan Lokasi TPA lama ke TPA baru harus segera

dilaksanakan mengingat TPA lama sudah tidak layak pakai. Dan

mengingat sistem pengelolaan sampah yang harus digunakan

116

adalah sanitary landfill sehingga diperlukan lahan TPA yang cukup

luas.

117

DAFTAR PUSTAKA

Anggarkusumo, 2010, Jurnal Penggolongan Sampah, Undip, Semarang

Azwar, Azrul, 1990, Pengantar Ilmu Lingkungan, Mutiara Sumber Widya, Jakarta

Badan Standarisasi Nasional, Frekuensi Pengumpulan sampah: SK SNI-T

12-1991-03, Yayasan LPMB Bandung, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta

Badan Standarisasi Nasional, Spesifikasi Timbulan Sampah untuk Kota

Kecil dan Kota Sedang di Indonesia : SK SNI-S 04-1993-03, Yayasan LPMB Bandung, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta

Badan Standarisasi Nasional, Spesifikasi Sumber Sampah : SK SNI-19-

396-1994, Yayasan LPMB Bandung, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta

Badan Standarisasi Nasional, Tata Cara Teknik Pengelolaan Sampah

Perkotaan: SK SNI-T 13-1990-F, Yayasan LPMB Bandung, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta

Badan Standarisasi Nasional, Tata Cara Pengelolaan Sampah di

Permukiman: SK SNI-T 12-1994-03, Yayasan LPMB Bandung, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta

Badan Standarisasi Nasional, Tipe atau jenis sampah: SK SNI-19-3241-

1994, Yayasan LPMB Bandung, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta

_____________. 2012, kecamatan Luwuk dalam Angka BPS, Luwuk,

Bappeda kabupaten Banggai. Faturrahman, 1997, Tesis Evaluasi Kinerja Pengelolaan Infrastruktur Persampahan Kota Cirebon, Cirebon Hadi, W, 1998, Teknologi Pengelolaan Sampah kota Besar Berbagai studi

Kasus di Indonesia, Seminar Nasional Penanganan Sampah Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Surabaya, Surabaya

Haryono, 2002, Kinerja Pelayanan Persampahan di Kota Yogyakarta,

Undip, semarang

118

Irman, 2004, Peran Serta Masyarakat Dalam Teknik Operasional Sampah di Kota Padang, Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota, UNDIP, Semarang.

Ismaria, 1992, Prinsip Dasar Pengukuran Efektifitas Sistem Pengelolaan

Sampah, ITB Bandung. JICA, 2002, Draft Naskah Akademis Rancangan Perundang – undangan

Pengelolaan Sampah. Available at Google, diakses 13 Januari 2013 Kodoatie, Robert J, 2003, Pengantar Manajemen Infrastruktur, Penerbit

Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Nurmandi, Achmad, 1999, Manajemen Perkotaan, Lingkaran Bangsa,

Yogyakarta. Nuryani S, dkk, 2003. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, UGM

Yogayakarta. Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi

Dan Karya Ilmiah.

_________________, Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2004 tentang susunan organisasi dan tata kerja dinas-dinas daerah Kabupaten Banggai

_________________, Peraturan Daerah Kabupaten Banggai No. 5 Tahun

2000, Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan, Banggai Rinaldi Mirsa, 2011, Jurnal Target pelayanan Persampahan USU. Saleh, D, 2000, Kebijakan Umum Penyelenggaraan Prasarana/sarana

Persampahan Modul SW-01, Diklat Manajemen Operasi dan Pemeliharaan Prasarana/Sarana Persampahan, Pusdiklat Dep. Kimbangwil, Bekasi

Sugita, 2002, Jurnal Laju Timbulan Sampah Undip Syafrudin 2001, Pengelolaan Limbah Padat (Sampah) Perkotaan,

Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Undip, Semarang . Syafrudin, CES, Ir. MT, 2004, Model Pengelolaan Sampah Berbasis

Masyarakat (Kajian Awal Untuk Kasus Kota Semarang), Makalah pada Diskusi Interaktif: Pengelolaan Sampah Perkotaan Secara Terpadu, Program Magister Ilmu Lingkungan UNDIP

119

Theisen, H. 1997. Solid waste : Engineering Principles and Management

Issues. Tokyo : Mc-Graw Hill, Kogakusha. Tchobanoglous, G; Theisen, H; Vigil, S.A. 1993. Intregated Solid Waste

Management Engineering Principles and Management Issues, Mc. Graw – Hill, New York

_______________, Undang – undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun

2011, Perumahan dan kawasan permukiman, Jakarta _______________, Undang – undang Republik Indonesia Nomor 18

tahun 2008, Pengelolaan Sampah, Jakarta Waluyo, D, 2003, Evaluasi Sistem Pengelolaan Sampah di Kota

Kebumen, Magister Teknik Lingkungan ITS Surabaya.

120

Lampiran 3. Potret persampahan dikota Luwuk

Sumber : Foto Pribadi

Lampiran 4: Kondisi Kota Luwuk di musim Hujan

121

KONDISI KOTA LUWUK SAAT INI

Sumber Foto Pribadi

122

Lampiran 5 : Kota Luwuk yang diharapkan

KONDISI KOTA LUWUK YANG DIHARAPKAN

Sumber Foto Pribadi

123

Dari hasil perhitungan diperoleh nilai r = 0,040 % sehingga dapat diketahui

jumlah penduduk pada tahun 2012 dengan menggunakan rumus : Pn

= Po (1 +r)¹

P2012 = 75.271 (1 + 0,040)¹

= 78.304 jiwa

1. Jumlah Timbulan sampah

Asumsi jumlah timbulan sampah untuk kota Luwuk = 2,5 Ltr/org/hari

Jumlah penduduk pada tahun 2011 = 75.271 Jiwa

Jadi jumlah timbulan sampah yang dihasilkan setiap hari pada tahun

2011 :

VTS 2011 = 75.271 (0,0025m³)

= 188,18 m³/ hari

Jadi produksi sampah daerah pemukiman adalah:

= 195,761 (52,82%)

= 103,401 m³

124

Perhitungan :

- Waktu muat 1 x 20 menit

- Waktu tempuh (PP) 12 / 30 X 1 jam

- Waktu manuver

- Waktu membuang

- Waktu berhenti

Jumlah

= 20 menit

= 24 menit

= 5 menit

= 6 menit

= 5 menit

= 60 menit

Jadi satu dump truck perhari dapat mengangkut sampah

sebanyak :

= x 1 rit = 7 rit/hari

Volume sampah yang diangkut dump truck ke TPA perhari

adalah :

= 4 x 6 m³ = 24 m³

Presentasi pengangkutan = 80%

Jadi kebutuhan dump truck dikota Luwuk pada tahun 2012

sebanyak :

= x presentasi pengangkutan

= x 80 %

= 9,60 ≈ 10 buah

125

Perhitungan :

- Waktu muat 20 menit

- Waktu tempuh (PP) 24 / 30 X 1 jam

- Waktu manuver

- Waktu membuang

- Waktu berhenti

Jumlah

= 20 menit

= 48 menit

= 8 menit

= 15 menit

= 5 menit

= 96 menit

Jadi satu armroll truck perhari dapat mengangkut sampah sebanyak :

= x 1 rit = 4 rit/hari

Volume sampah yang diangkut armroll truck ke TPA perhari

adalah :

= 4 x 6 m³ = 24 m³

Presentasi pengangkutan = 100%

Jadi kebutuhan armroll truck dikota Luwuk pada tahun 2012

sebanyak :

= x presentasi pengangkutan

= x 100 %

= 1,41 ≈ 1 unit