UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

100
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI (invitro) DAN PENETAPAN KADAR TABLET RANITIDIN GENERIK DAN GENERIK BERMEREK SKRIPSI RESHA ADRIANA PUTRI 1112102000099 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI/2016

Transcript of UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

Page 1: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI (in–vitro) DAN

PENETAPAN KADAR TABLET RANITIDIN

GENERIK DAN GENERIK BERMEREK

SKRIPSI

RESHA ADRIANA PUTRI

1112102000099

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI/2016

Page 2: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI (in–vitro) DAN

PENETAPAN KADAR TABLET RANITIDIN

GENERIK DAN GENERIK BERMEREK

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

Farmasi

Resha Adriana Putri

1112102000099

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI/ 2016

Page 3: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

iii

Page 4: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...
Page 5: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...
Page 6: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

v

ABSTRAK

Nama : Resha Adriana Putri

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Uji Disolusi, Uji Difusi (in–vitro) dan Penetapan Kadar

Tablet Ranitidin Generik dan Generik Bermerek.

Ranitidin Hidroklorida adalah obat antagonis reseptor histamin (ARH2) yang

digunakan untuk memblok aksi dari neurotransmitter histamin pada sel parietal

lambung sehingga menurunkan produksi asam lambung. Ranitidin termasuk

Biopharmaceutical Classification System (BCS) kelas III, yaitu kelarutan yang

tinggi tetapi mempunyai permeabilitas yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk

menilai mutu sediaan Tablet Ranitidin yang beredar di Indonesia melalui

penetapan kadar, uji disolusi dan difusi terbanding. Metode pengambilan sampel

yang digunakan adalah Purposive Sample. Sampel yang digunakan berjumlah 4 ,

1 sampel generik, 3 sampel lainnya adalah tablet ranitidin bermerek. Uji disolusi

dan penetapan kadar dilakukan sesuai Farmakope Indonesia IV dianalisis dengan

spektrofotometer UV dan penetapan kadar menggunakan KCKT (Kromatografi

Cair Kinerja Tinggi).Pengujian difusi in-vitro dengan menggunakan dengan Sel

Franz. Hasil uji memiliki mutu dan kualitas yang baik didukung dengan terpenuhi

persen pelepasan obat Q45> 80 + 5 % yaitu inovator, generik,bermerek obat A dan

obat B berturut- turut adalah 99,59% ± 1,288, 100,705% ± 1,183, 94,19% ±1,024

dan 97,278% ± 1,561 dan penetapan kadar tidak kurang dari 90,0% dan tidak

lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket yaitu inovator, generik,

obat A dan obat B berturut–turut adalah 98,55% ± 0,578, 102,01% ± 1,364,

93,465% ± 5,041 dan 97,049% ± 3,08. Hasil uji difusi inovator, generik, dan obat

bermerek A dan B adalah 48,287% ± 0,055, 60,168% ± 0,309, 33,796 % ± 0,067

dan 49,418 % ± 0,748. Hasil analisis secara statistik uji disolusi menunjukan

adanya perbedaan bermakna antara sampel uji dan untuk pengujian difusi tablet

tidak terdapat perbedaan bermakna tiap tablet uji dengan signifikansi >0,05,

namun hal ini tidak menurunkan mutu dan kualitas sampel uji.

Kata Kunci : KCKT, Profil Disolusi, Ranitidin Tablet, Sel Franz

Page 7: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

vi

ABSTRACT

Name : Resha Adriana Putri

Program Study : Farmasi

Title : Dissolution, Diffusion Test (in–vitro) and Assay of

Generic and Branded Generic of Ranitidine Tablet.

Ranitidine hydrochloride is a histamine receptor antagonist drugs (HRA2) which

is used to block the action of the neurotransmitter histamine in the gastric parietal

cells so it can reducing the production of stomach acid. Ranitidine including the

Biopharmaceutical Classification System (BCS) class III, high solubility but has a

low permeability. This study aims to assess the quality of preparations Ranitidine

Tablets are available in Indonesia through the assay, dissolution testing and

diffusion comparison. The sampling method used in this research was purposive

sampling. 1 sample was generic ranitidin, while the other 3 were branded generic

and inovator ranitidin. The dissolution test and the assay performed in accordance

Indonesian Pharmacopoeia IV analyzed by UV and assay uses HPLC (High

Performance Liquid Chromatography). Testing diffusion in-vitro using the Franz

Diffusion Cells. The test results have good quality supported by percent drug

release Q45> 80+5% is an innovator, generic, branded drug A and drug B

respectively is 99.59% ± 1.288, 100.705% ± 1.183, 94.19% ±1.024 and 97.278%

± 1.561 and assay not less than 90.0% and not more than 110,0% of the amount

listed on the label is an innovator, generic, drug A and drug B respectively is

98.55% ± 0.578, 102.01% ± 1.364, 93.465% ± 5.041 dan 97.049% ± 3.08. Result

of difufusion test of inovator, generic and branded generic A dan B is 48.287% ±

0.055, 60.168% ± 0.309, 33.796 % ± 0.067 dan 49.418 % ± 0.748. Results of

statistical analysis of dissolution test showed significant differences between the

test sample and for the diffusion test tablet is not significantly different each

tablets test with a significance of> 0.05, but this does not reduce the quality of the

test sample.

Keyword : Cell Diffusion Franz, Dissolution Profil, HPLC, Ranitidine Tablet

Page 8: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, rasa syukur serta pujian senantiasa kita haturkan kehadirat

Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta segala

anugerah-Nya berupa kesehatan, pemikiran dan ide sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini, untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian

akhir guna memperoleh gelar sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehtan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Adapun judul skripsi ini adalah “Uji Disolusi, Uji Difusi

(in–vitro) dan Penetapan Kadar Tablet Ranitidin Generik dan Generik

Bermerek”.

Pada penyelesaian penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis mendapat

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa

terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mengarahkan, yaitu

kepada :

1. Kedua orang tua, ibunda tersayang Relawati dan ayahanda Sudadi, yang

selalu memberikan kasih sayang, doa yang tak pernah putus, semangat serta

dukungan baik moril dan materil.

2. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc.,Apt selaku pembimbing I dan Supandi,

M.Si.,Apt selaku pembimbing II, yang telah meluangkan waktu, tenaga dan

pikiran serta dengan sabar membimbing dan memberikan saran sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Dr.Nurmeilis, M.Si.,Apt selau Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

5. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu dan

pengetahuan selama penulis menempuh pendidikan.

Page 9: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

viii

6. Pihak Dinas Pendidikan Provinsi Riau yang telah memberikan bantuan

beasiswa kepada penulis sehingga dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang

S1.

7. Seluruh Staf labor: Ibu Rani Hesti Ningrum, Kak Lisna, Kak Rahmadi, Kak

Eris, Kak Anis, Kak Walid, Kak Yaenab dan Kak Tiwi, yang selalu membagi

pengetahuan, membantu dan memberikan masukan kepada penulis selama

melakukan penelitian di laboratorium.

8. Kakak dan adik-adikku tersayang Resti Ayu Pratiwi dan Tri Handoyo Adi

Putra serta seluruh keluarga besar atas semangat, pengertian, dukungan dan

doa yang tiada henti kepada penulis.

9. Teman seperjuangan Zaenab Salsabila dan Yunnica Sri Hapsari atas

masukan, bantuan, kesabaran dan semangat selama masa penelitian hingga

penyusunan skripsi.

10. Sahabat-sahabat terbaikku: Elsa, Lilis, Rani, Youlan, Rema, Nufus, Ani atas

kebersamaan dan kesediaanya mendengar keluh kesah penulis.

11. Tulip’s family: Afra, Umay, Uyuy, Eha dan Pipit yang sudah seperti keluarga

kedua dan telah membuat penulis merasa nyaman berada di Ciputat selama

lebih kurang 4 tahun ini.

12. Teman-teman seperjuangan Farmasi angkatan 2012 khususnya kelas BD atas

kebersamaan, serta berbagi suka dan duka selama perkuliahan, terimakasih

atas kebersamaan kita selama 4 tahun ini.

13. Seluruh pihak yang banyak membantu penulis dalam penelitian dan

penyelesaian skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak

dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah

membantu. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak

kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan kritik dan

saran dari pembaca untuk perbaikan dalam pembuatan skripsi.

Ciputat, 29 Juli 2016

Penulis

Page 10: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...
Page 11: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iv

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ v

ABSTRAK ............................................................................................................ vi

ABSTRACT ......................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................... x

DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3

1.3 Hipotesa .................................................................................................. 3

1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................... 3

1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................. 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5

2.1 Ranitidin .......................................................................................................... 5

2.2 Sediaan Tablet ................................................................................................ 6

2.3 Kategori Obat .................................................................................................. 7

2.4 Penetapan Kadar .............................................................................................. 8

2.4.1 Pengertian Umum KCKT .................................................................. 10

2.4.2 Instrumen KCKT ............................................................................... 10

2.4.2.1 Wadah Fase Gerak pada KCKT ................................................ 11

2.4.2.2 Fase Gerak pada KCKT ............................................................. 11

2.4.2.3 Pompa pada KCKT .................................................................... 12

2.4.2.4 Penyuntikan Sampel pada KCKT .............................................. 13

2.4.2.5 Kolom pada KCKT .................................................................... 13

2.4.2.6 Fase Diam pada KCKT.............................................................. 13

2.4.2.7 Detektor pada KCKT ................................................................ 14

2.4.2.8 Komputer, Integrator atau Rekorder .......................................... 14

2.5 Uji Disolusi .................................................................................................. 14

2.5.1 Pengertian Disolusi ........................................................................... 14

2.5.2 Proses Disolusi ................................................................................. 15

2.5.3 Metode Uji Disolusi .......................................................................... 16

2.5.4 Alat Untuk Uji Disolusi ..................................................................... 18

2.5.5 Spektrofotometer ............................................................................... 18

2.5.5.1 Instrument Spektrofotometer ..................................................... 17

2.5.5.2 Prinsip Kerja .............................................................................. 20

Page 12: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

xii

2.5.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Disolusi ........................... 20

2.6 Uji Difusi ..................................................................................................... 22

2.6.1 Definisi Difusi ................................................................................... 22

2.6.2 Pengujan Difusi Obat ....................................................................... 22

2.7 Metode Sampling ......................................................................................... 26

2.7.1 Definisi Sampel ................................................................................. 26

2.7.2 Teknik Pengambilan Sampel ............................................................. 26

BAB 3 METODE PENELITIAN ........................................................................ 28

3.1 Alur Penelitian ............................................................................................. 28

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................... 28

3.3 Bahan dan Alat ............................................................................................ 28

3.3.1 Bahan ................................................................................................. 28

3.3.2 Alat .................................................................................................... 28

3.4 Prosedur Kerja ............................................................................................. 28

3.4.1 Pemilihan Sampel ............................................................................. 28

3.4.2 Penentuan Panjang Gelombang ......................................................... 29

3.4.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi ............................................................. 29

3.4.3.1 Kurva Kalibrasi Penetapan Kadar ........................................... 29

3.4.3.2 Kurva Kalibrasi Penetapan Disolusi ....................................... 30

3.4.3.3Kurva Kalibrasi Penetapan Difusi ................................................. 30

3.4.4 Uji Akurasi .................................................................................... 31

3.4.5 Penetapam Kadar Ranitidin Farmakope Indonesia ...................... 31

3.4.6 Uji Disolusi ................................................................................... 32

3.4.7 Uji Difusi ........................................................................................ 33

3.4.7.1 Uji Difusi Melewati Membran Usus ........................................ 33

3.4.7.2 Penetapan kadar Cuplikan (Spektrofotometer).........................34

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 35

4.1 Pengambilan Sampel .......................................................................................35

4.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Ranitidin HCl.............................36

4.3 Kurva Kalibrasi................................................................................................38

4.4 Penetapan Kadar Sampel..................................................................................38

4.5 Uji Disolusi Sampel.........................................................................................40

4.5.1 Hasil Uji Disolusi..............................................................................40

4.5.2 Analisa Statistik Pelepasan Ranitidin HCl........................................44

4.6 Uji Difusi..........................................................................................................46

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 49

5.1 Kesimpulan…...................................................................................................49

5.2 Saran ........................................................................................................50

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 51

LAMPIRAN..........................................................................................................54

Page 13: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Pelarut ...................................................................... 11

Tabel 2.2 Fase Diam yang Sering Digunakan pada HPLC ........................ 13

Tabel 4.1 Data Hasil Akurasi 3 Konsentrasi Larutan Baku ....................... 36

Tabel 4.2 Kadar Ranitidin HCl dari Obat Uji ............................................. 36

Tabel 4.3 Data Rata-rata Persen Ranitidin HCl yang Terlepas dari

Keempat Merek Obat) ............................................................... 39

Tabel 4.4 Data Uji Disolusi Menit ke-45 dari Keenam Tablet Uji ............ 39

Tabel 4.5 Hasil Uji Mann-Whitney Data Pelepasan Ranitidin HCl dari

obat Inovator, Generik, Obat A dan Obat B................................ 42

Tabel 4.6 Jumlah Persen Difusi Tablet Ranitidn dari Keempat Merek Uji. 43

Page 14: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Blok Sistem KCKT secara umum ............................. 10

Gambar 2.2 Grafik Tiga Koordinat Selektivitas Pelarut ............................. 11

Gambar 2.3 Ilustrasi Skema Proses Disolusi dari Bentuk Sediaan Padat .... 15

Gambar 2.4 Alat Uji Disolusi ....................................................................... 16

Gambar 2.5 Diagram Skematis Spektrofotometer UV-Visible .................... 18

Gambar 2.6 Sel Difusi Sederhana ................................................................ 22

Gambar 2.7 Sel Difusi untuk Permeasi melallui Lapisan Kulit yang

Diisolasi .................................................................................. 22

Gambar 2.8 Franz Diffusion Cells .............................................................. 23

Gambar 4.1 Kurva Hubungan Antara Panjang Gelombang dan Absorbansi

dari Standar Ranitidin HCl dalam Aquadest ........................... 33

Gambar 4.2 Kurva Hubungan Antara Panjang Gelombang dan Absorbansi

dari Standar Ranitidin HCl dalam Dapar Fosfat ....................... 34

Gambar 4.3 Profil Disolusi Keempat Merek Obat ....................................... 40

Gambar 4.4 Grafik Persentase Difusi Tablet Ranitidin HCl ....................... 44

Page 15: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Bagan Alur Penelitian .............................................................. 55

Lampiran 2 Alat Uji Disolusi ...................................................................... 56

Lampiran 3 Spektrofotometer ..................................................................... 56

Lampiran 4 Timbangan Analitik ................................................................. 56

Lampiran 5 pH meter .................................................................................. 57

Lampiran 6 Ultra Sonikator ........................................................................ 57

Lampiran 7 Diffusion Tester ....................................................................... 57

Lampiran 8 Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ..................... 58

Lampiran 9 Sertifikat Analisis Standar Ranitidin HCl ............................... 59

Lampiran 10 Sertifikat Analisis Metanol Grade HPLC ................................ 60

Lampiran 11 Sertifikat Buffer Natrium Dihidrogen Phosphat ..................... 61

Lampiran 12 Pemilihan Sampel Tablet Ranitidin ........................................ . 62

Lampiran 13 Kurva Kalibrasi Ranitidin HCl dalam Aquadest ..................... 63

Lampiran 14 Kurva Kalibrasi Ranitidin HCl dalam Dapar Fosfat ............... 63

Lampiran 15 Kurva Kalibrasi Ranitidin HCl dalam Fase Gerak Metanol:

ammonium Asetat .................................................................... 64

Lampiran 16 Prosedur Pembuatan Ammonium Asetat 0,1 M, Dapar Fosfat

pH 7,4 dan larutan Induk .......................................................... 64

Lampiran 17 Data Kurva Kalibrasi Ranitidin HCl dalam Aquadest ............ 65

Lampiran 18 Data Kurva Kalibrasi Ranitidin HCl dalam Dapar Fosfat ........ 66

Lampiran 19 Data Kurva Kalibrasi Ranitidin HCl dalam Fase Gerak ......... 66

Lampiran 20 Data Penetapan Kadar dari Keempat Merek Tablet Ranitidin

HCl .......................................................................................... 66

Lampiran 21 Hasil Kromatogram Penetapan Kadar Tablet Uji Ranitidin ... 67

Lampiran 22 Uji Difusi Tablet Ranitidin HCl Inovator, Generik, Obat A

dan Obat B ............................................................................... 69

Lampiran 23 Uji Pelepasan Tablet Salut Ranitidin HCl Inovator ................ 71

Lampiran 24 Uji Pelepasan Tablet Salut Ranitidin HCl Generik ................. 71

Lampiran 25 Uji Pelepasan Tablet Salut Ranitidin HCl Obat A .................. 71

Lampiran 26 Uji Pelepasan Tablet Salut Ranitidin HCl Obat B ................... 72

Lampiran 27 Analisa Statistik Pelepasan Ranitidin HCl dari Tablet Uji ....... 72

Lampiran 28 Analisa Statistik Difusi Ranitidin HCl dari Tablet Uji ............. 81

Lampiran 29 Contoh Perhitungan Penetapan Kadar....................................... 85

Page 16: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ranitidin adalah ARH2 (Antagonis Reseptor Histamin 2). Obat ini

termasuk golongan yang digunakan untuk memblok aksi dari

neurotransmiter histamin pada sel parietal dilambung sehingga

menurunkan produksi asam (Goodman and Gilman, 2002). Baik dokter

umum maupun spesialis akan sering meresepkan obat ini untuk indikasi

ulkus duodenum, ulkus lambung dan hipereksresi gastrointestinal (GI)

patologikal. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan tahun 2004

terkait dispepsia menempati urutan ke–15 dari 50 penyakit dengan pasien

rawat inap terbanyak di Indonesia dengan proporsi 1,3% dan menempati

urutan ke 35 dari 50 penyakit penyeabab kematian, sehingga dapat

dikatakan penyakit–penyakit yang mengidentifikasikan penggunaan

ranitidin ini prevalensinya cukup tinggi, sehingga penggunaannya juga

cukup tinggi. Berdasarkan survei literatur pada buku ISO (Informasi

Spesialite Obat) tahun 2016 Tablet Ranitidin diproduksi oleh berbagai

pabrik dengan harga yang berbeda–beda sehingga karena hal ini sampel

obat ini dipilih untuk dilakukan pengujian bahwa kualitas tidak berbanding

lurus dengan harga.

Kebijakan Pemerintah menyangkut peningkatan akses obat telah

ditetapkan antara lain dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang

Kesehatan (SKN) dan Kebijakan Obat Nasional (KONAS). Dalam upaya

pelayanan kesehatan, ketersediaan obat dalam jenis yang lengkap, jumlah

yang cukup dan terjamin khasiat, aman, dan bermutu dengan harga

terjangkau serta mudah diakses adalah sasaran yang harus dicapai tertuang

dalam keputusan Menteri Kesehatan RI No. 189/Menkes/SK/III/2006. Di

Indonesia telah diberlakukan program JKN atau BPJS, dimana produk

generik berlogo (OGB) adalah obat yang ditargetkan pemerintah untuk

meningkatkan keterjangkauan pelayanan kesehatan bagi masyarakat luas

khususnya dalam hal daya beli obat (Puspitasari, 2006). Menurut

Page 17: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

penelitian Angela, 2015 angka peresepan obat generik pada pasien BPJS

rawat jalan di salah satu RSUP dinyatakan terdapat kenaikan dengan rata–

rata peresepan mencapai 72,82 %. Dari hasil studi tersebut dapat dikatakan

pelayanan program JKN berhasil menekan biaya pengeluaran pasien

terhadap obat khususnya terhadap terapi jangka panjang. Namun, sejalan

dengan ini juga diperlukan publikasi dan informasi mutu obat generik,

karena kurangnya pengetahuan masyarakat seputar obat generik dan obat

paten merupakan salah satu faktor penyebab obat generik dipandang

sebelah mata. Disisi lain pandangan masyarakat yang memandang obat

paten sebagai obat bagus tentu tidak sepenuhnya salah, tetapi menganggap

obat generik sebagai obat kelas bawah dan bermutu rendah ini tidak benar.

Pandangan rendah terhadap obat generik jelas menimbulkan masalah

dalam pelayanan kesehatan di tanah air (Rantetasak K, 2011).

Dalam hal penentuan mutu kualitas obat generik dan bermerek dapat

dinilai dari respon terapetik. Umumnya, produk tablet mengalami suatu

rangkaian proses, meliputi disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan

obat, disolusi obat dalam media aqueous, dan absorpsi melewati membran

sel menuju sirkulasi sistemik dan menimbulkan respon terapetik (Shargel

dan Kanfer, 2005).

Ranitidin Hidroklorida, merupakan salah satu obat yang sangat

mudah larut dalam air dan termasuk Bioclassification System Class (BSC)

III, sehingga memerlukan uji ekivalensi in-vitro. Untuk itu pada penelitian

ini dilakukan uji disolusi terbanding yang merupakan suatu metode fisika

yang penting sebagai parameter dalam pengembangan mutu sediaan obat

yang didasarkan pada pengukuran kecepatan pelepasan dan pelarutan zat

aktif dari sediaannya. Uji disolusi digunakan untuk uji bioavailabilitas

secara in-vitro, karena hasil uji disolusi berhubungan dengan ketersediaan

hayati obat dalam tubuh (Banakar,1992). Uji disolusi terbanding dapat

digunakan untuk memastikan kualitas dan sifat–sifat produk obat dengan

perubahan minor dalam formulasi atau pembuatan setelah izin pemasaran.

Uji difusi juga dibutuhkan untuk memprediksi penyerapan in-vivo

suatu sediaan obat. Terutama untuk obat dengan BCS Class III, meskipun

Page 18: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kemampuan kelarutannya tinggi tapi tidak dapat menggambarkan bahwa

obat akan memiliki absorbsi yang baik sehingga berdampak terhadap

bioavailabilitas obat. Uji difusi dapat digunakan untuk memperoleh

parameter kinetik transpor obat melalui membran usus (Deferme, 2008).

Selain parameter diatas pada penelitian ini juga membandingkan

kualitas obat generik dan obat bermerek melalui penetapan kadar zat aktif

dimana ketiga parameter ini sesuai dengan panduan Farmakope Indonesia

yang dapat digunakan untuk mengevaluasi sistem pendistribusian obat

yang telah beredar.

Dalam penelitian ini menggunakan tablet ranitidin baik generik dan

obat bermerek yang miliki expired date yang sama dan penarikan sampel

diambil berdasarkan lama penyimpanan produk lebih dari satu 1 tahun di

Apotik.

1.2 Perumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan profil disolusi, difusi dan kadar zat aktif

antara tablet Ranitidin HCl generik dan generik bermerek ?

1.3 Hipotesa

Tidak terdapat perbedaan bermakna antara tablet Ranitidin generik

dan generik bermerek baik dari segi profil disolusi , difusi dan jumlah

kadar zat aktif yang terkandung.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Membandingkan kualitas dan mutu tablet ranitidin generik dan

generik bermerek.

2. Menilai perbedaan profil disolusi, difusi dan penetapan kadar

terbanding antar produk uji.

Page 19: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini berdasarkan hasil analisa eksperimental yang

diharapkan:

1. Peningkatan penggunaan obat generik dan sebagai sumber informasi

bagi masyarakat akan kualitas obat generik yang diresepkan.

2. Memberikan informasi kepada dokter, apoteker dan tenaga kesehatan

tentang kualitas tablet generik dan generik bermerek sehingga,

membantu dalam memujudkan program kesehatan yang diselenggaran

oleh pemerintah.

Page 20: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ranitidin (Farmakope IV, 1995)

Struktur Ranitidin :

Sumber: Ditjen POM (1995)

Nama :N [2-[[[5- (dimethylamino) methyl] - 2 -furanyl] methyl]

thio] ethyl]-N'-methyl-2-nitro-1,1-ethenediamine,HCl.

Rumus Molekul : Ranitidin hidroklorida mengandung tidak kurang 97,5%

dan tidak lebih dari 102,0% C13H22N4O3S. HCl, dihitung

terhadap zat yang telah dikeringkan.

Bobot Molekul : 350.87

Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai kuning pucat; praktis tidak

berbau; peka terhadap cahaya dan kelembaban.

Titik Lebur : Melebur pada suhu lebih kurang 1400 disertai peruraian.

Polimorfisme : Ranitidin HCl memiliki polimorfisme

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air 1 gr dalam 1,5 mL; cukup

larut dalam etanol 1 gr dalam 6 mL alkohol, dan sukar

larut dalam kloroform.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, dan tidak tembus cahaya.

Ranitidin merupakan obat golongan antagonis reseptor histamin 2

yang bekerja menghambat produksi asam dengan cara berkompetisi secara

reversibel dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor histamin 2

pada membran basolateral sel-sel parietal. Obat ini diindikasikan terutama

untuk mempercepat penyembuhan ulser lambung dan duodenal, untuk

pengobatan GERD tanpa komplikasi dan untuk profilaksis ulser stres

(Goodman and Gilman, 2002). Obat ini dapat digunakan sebagai terapi

Page 21: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

swamedikasi untuk gejala mual dan perih akibat gangguan keseimbangan

asam lambung pada orang dewasa atau anak–anak diatas 12 tahun.

Efek antagonis reseptor histamin 2 yang paling menonjol adalah

pada sekresi asam basal, selain itu adalah supresi produksi asam yang

distimulasi oleh makanan, gastrin, hipoglikemia atau stimulasi vagus, yang

walaupun efeknya tidak begitu besar tetapi tetap signifikan. Oleh karena

itu obat–obat ini terutama efektif dalam menekan sekresi asam dimalam

hari (nokturnal), yang menggambarkan aktivitas utama sel parietal basal,

sehingga menjadi terapi tambahan pada refluks esofagus yang menerima

Pompa Proton Inhibitor (PPI) karena pasien tetap memproduksi asam

lambung dimalam hari sehingga akan bermanfaat bila diberikan antagonis

reseptor histamin 2 tambahan dimalam hari (Goodman and Gilman,

2002).

Antagonis reseptor histamin 2 diabsorbsi dengan cepat setelah

pemberian oral, dengan konsentrasi puncak dalam serum dicapai dalam 1

sampai 3 jam. Obat ini hanya sebagian kecil yang terikat dengan protein

yaitu 10-19%. Berdasarkan data pada tahun 2000 dari Wolfie and Sachs,

Ranitidin memiliki ketersediaan hayati 50%, waktu paruh 1,6 hingga 2,4

jam, durasi memberikan efeknya mencapai 8 jam dan potensi relatifnya 5-

10 (Goodman and Gilman, 2002).

2.2 Sediaan Tablet

Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau

tanpa bahan pengisi (Farmakope Indonesia edisi IV (1995) ). Tablet adalah

sediaan padat yang mengandung dosis tungggal dari satu atau lebih zat

aktif (British Pharmacopoiea (2009) ).

Beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh sediaan tablet yang

baik, antara lain :

1. Sifat Fisik Tablet

Penetuan Sifat fisik suatu tablet dapat dinilai melalui uji

keseragaman bobot tablet yang merupakan indikator awal keseragaman

kandungan/ kadar zat aktif. Kedua, uji ukuran tablet, dalam hal ini dilihat

Page 22: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

diameter tablet. Ketiga uji kekuatan mekanik tablet dalam hal ini termasuk

kekuatan/ kekerasan tablet, kerapuhan tablet, kekuatan tarik dan brittle

fracture index dan keempat adalah uji waktu hancur tablet dengan

menggunakan instrumen disintegrator tablet (Farmakope Indonesia edisi

IV (1995)).

2. Penetapan Kadar

Penetapan kadar zat aktif bertujuan untuk mengetahui apakah kadar

zat aktif yang terkandung didalam suatu sediaan sesuai dengan yang

tertera pada etiket dan memenuhi syarat seperti yang tertera pada masing-

masing monografi. Bila zat aktif obat tidak memenuhi syarat maka obat

tersebut tidak akan memberikan efek terapi dan juga tidak layak untuk

dikonsumsi (Syamsuni, 2007).

3. Uji Disolusi

Disolusi adalah suatu proses perpindahan molekul obat dari bentuk

padat ke dalam larutan suatu media. Uji ini dimaksudkan untuk

mengetahui banyaknya zat aktif yang terlarut dan memberikan efek terapi

di dalam tubuh. Kecepatan absorbsi obat tergantung pada pemberian yang

dikehendaki dan juga harus dipertimbangkan frekuensi pemberian obat

(Syamsuni, 2007).

2.3 Kategori Obat

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan tahun 2010 ada 3 kategori obat

yaitu obat paten, obat generik, obat generik bermerek atau bernama

dagang. Obat paten adalah obat yang masih memiliki hak paten. Obat

generik adalah obat dengan nama resmi Internasional Non Propietary

Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku

standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Obat generik

bermerek/ bernama dagang adalah obat generik dengan nama dagang yang

menggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan

(Permenkes,2010).

Menurut UU No.14 Tahun 2001 paten adalah hak eksklusif yang

diberikan Negara kepada investor kepada hasil invesinya dibidang

Page 23: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan innesinya

tersebut atau memberikan persetujuann kepada pihak lain untuk

melaksanakannya. Masa berlaku paten di Indonesia adalah 20 tahun.

Selama 20 tahun itu, perusahaan farmasi tersebut memiliki hak ekslusif di

Indonesia untuk memproduksi obat yang dimaksud.

Pada prinsipnya, tidak ada perbedaan dalam hal mutu, khasiat dan

keamanan antara obat generik dengan obat bermerek maupun obat paten

dengan kandungan zat aktif yang sama karena produksi obat generik juga

menerapkan Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB), seperti halnya obat

bermerek maupun obat paten. Namun, masyarakat masih memandang

sebelah mata obat generik padahal kualitas dan keamanannya setara

dengan obat bermerek dan obat paten (Kemenkes RI, 2013).

Obat generik dipasarkan dengan harga jauh lebih murah dari obat

paten. Obat generik ini dipasarkan dengan harga jual yang

mengesampingkan biaya penelitian dan pengembangan, studi–studi klinis

dan promosi yang menjadi sebab tingginya harga obat paten. Namun

demikian, disamping obat generik, ada obat generik yang disebut sebagai

obat generik bermerek (branded). Harga jual obat generik bermerek ini

biasanya lebih mahal karena harga tersebut ditentukan oleh kebijakan

perusahaan farmasi yang memproduksinya. Selisih harga ini timbul karena

obat generik bermerek biasanya dikemas lebih memadai dan dilakukannya

promosi yang gencar. Obat generik merupakan pilihan terbaik untuk

mendapatkan obat yang efektif dengan harga yang sesuai dan efisien

(Kemenkes RI, 2013).

2.4 Penetapan Kadar Tablet

Penetapan kadar zat aktif bertujuan untuk mengetahui apakah kadar

zat aktif yang terkandung didalam suatu sediaan sesuai dengan yang

tertera pada etiket dan memenuhi syarat seperti yang tertera pada masing-

masing monografi. Bila zat aktif obat tidak memenuhi syarat maka obat

tersebut tidak akan memberikan efek terapi dan juga tidak layak untuk

dikonsumsi (Farmakope Indonesia IV, 1995)

Page 24: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Penetapan kadar zat aktif ini dapat dilakukan dengan berbagai

macam metode sesuai dengan kriteria dari setiap monografi zat aktif. Pada

penetapan kadar tablet Ranitidin dapat dilakukan dengan :

1. Farmakope Indonesia Edisi Keempat Tahun 1995

Tablet Ranitidin ditetapkan kadar dengan menggunakan Instrumen

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Dalam metode ini menggunakan Fase

Gerak campuran metanol P-Amonium asetat 0,1 M (70 : 30), sistem

kromatografi yang digunakan dilengkapi dengan detektor UV pada

panjang gelombang 322 nm dan kolom 4,6 nm x 20 cm sampai 30 cm

berisi bahan pengisi L1. Laju alir lebih kurang 2 ml/menit. Larutan Baku

dibuat dengan menimbang ranitidin BPFI dalam fase gerak hingga kadar

lebih kurang 0,112 mg atau setara 0,100 mg per mL. Larutan uji dibuat

dengan menimbang seksama lebih kurang 112 mg dan dimasukan kedalam

labu ukur 100 mL, larutan dan encerkan dengan fase gerak. Masukan 1,0

mL larutan kedalam labu tentukur 10 mL dan encerkan hingga tanda batas

dengan fase gerak. Sampel disuntikkan secara terpisah dengan volume

yang sama (lebih kurang 10 mikroliter).

2. British Pharmacopoeia 2014

Tablet Ranitidin penetapan kadar menggunakan Liquid

Chromatography. Kondisi kromatografi yang digunakan ialah dengan

kolom staintless steel ukuran 10 cm x 4,6 mm yang berisi octadecylsilyl

amorphous organosilica polymer 3,5 mikrometer (C18). Fase geraknya

menggunakan sistem gradien dengan kecepatan alir 1,5 mL per menit

dengan temperatur 35 derajat. Panjang gelombang yang digunakan 230 nm

dengan jumlah injeksi 20 mikroliter. Fase gerak yang digunakan

menggunakan buffer fosfat, fase gerak pertama terdiri dari 2 : 98

asetonitril dan buffer dan fse gerak kedua 22 asetonitril dan 78 buffer.

Page 25: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. International Jurnal of PharmTech Research Pallavi Salve et,.al

2010

Didalam jurnal ini menawarkan metode estimasi khususnya

penetapan kadar untuk tablet Ranitidin menggunakan metode yang simple

dengan Spektrofotometer Uv-Visible. Instrumen yang digunakan alam

penelitian ini adalah Shimadzu Uv-Visible spektrofotometer model 100

(Japan). Pelarut yang digunakan adalah air destilasi. Tablet uji yang

digunakan adalah 20 tablet yang diserbukan kemudian ditimbang setara

150 mg Ranitidin, kemudian dilarutkan kedalam 100 mL air destilasi.

Hasil campuran disonikasi selama 15 menit dan disaring denagn kertas

whatman 41. Diambil aliquot sebanyak 0,1 mL dan dilarutkan kedalam 10

mL air destilasi untuk mendapatkan konsentrasi uji 15 mcg/mL kemudian

pengukuran kadar dilakukan dengan panjang gelombang 131,5 nm dengan

air destilasi sebagai blanko.

Dalam penelitian ini penetapan kadar Tablet Ranitidin HCl

menggunakan KCKT sesuai prosedur yang terdapat di Farmakope

Indonesia.

2.4.1 Pengertian Umum KCKT

Kromatografi adalah istilah umum unutk berbagai cara pemisahan

berdasarkan partisi cuplikan antara fase yang bergerak, dapat berupa gas

atau zat cair, dan fase diam, dapat berupa zat cair atau zat padat (Johnson,

1991).

2.4.2 Instrumen KCKT

Instrumen KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen

pokok yaitu : wadah fase gerak, sistem penghantaran fase gerak, alat unutk

memasukan sampel, kolom, detektor, wadah penampung buangan fase

gerak, tabung penghubung, dan suatu komputer atau integrator atau

perekam.

Page 26: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.1 Diagram Blok Sistem KCKT secara umum. Sumber : https://www.google.co.id/urlleonardalvint.blogspot.com (sudah dimodifikasi)

2.4.2.1 Wadah fase

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah yang

dapat digunakan bisa berupa wadah pelarut kosong ataupun labu

laboraturium. Biasanya bervolume 1-2 liter pelarut.

2.4.2.2 Fase Gerak pada KCKT

Fase gerak sebelum digunakan harus di degassing (penghilangan

gas) karena adanya gas akan mengacaukan analisis. Pemilihan fase gerak

harus dengan kemurnian yang tinggi dan lebih baik yang menggunakan

pelarut HPLC grade. Dan sebelum digunakan fase gerak harus disaring

terlebih dahulu untuk memastikan tidak ada pengotor yang bisa

menyebabkan gangguan kecil pada kromatografi (Sudjadi, 2007).

Page 27: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.2 Grafik Tiga Koordinat Slektivitas Pelarut Sumber : http://pubs.rsc.org/ (sudah dimodifikasi)

Tabel 2.1 Klasifikasi pelarut

Group Pelarut

I Aliphatic eter, teatramethylguanidine, hexamethyl

phosphoric acid amide

II Aliphatic alcohols

III Pyridine derivatives, tetrahydrofuran, amides (except

formamide), glycol ethers, sulfoxides

IV Glycols, benzyl alcohol, acetic acid, formamide

V Methylene chloride, ethyolene chloride

VI Tricresyl phosphate, aliphatic ketones and esters,

polyethers, dioxane, Sulfones, nitriles, propylene

carbonates

VII Aromatic hydrocarbons, halo-subtituted aromatic

hydrocarbon, nitro compounds, aromatic ethers

VIII Fluroalkanol, m-cresol, watre (chloroform)

Sumber : James M. Miller idalam Chromatography Concepts and Contras

2.4.2.3 Pompa pada KCKT

Syarat pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa

harus inert terhadap fase gerak. Pompa yang digunakan harus mampu

memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak

dengan kecepatan alir 3 mL/ menit. Penggunaan pompa bertujuan untuk

Page 28: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat,

reproduksibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Ada 2 jenis pompa

dalam KCKT yaitu : pompa dengan tekanan konstan, dan pompa dengan

aliran fase gerak yang konstan, yang lebih sering digunakan adalah pompa

dengan aliran fase gerak yang konstan (Sudjadi, 2007).

2.4.2.4 Penyuntikan Sampel pada KCKT

Sampel diinjeksikan kedalam fase gerak dibawah tekanan menuju

kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat

dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sampel loop)

internal atau eksternal(Sudjadi, 2007).

2.4.2.5 Kolom pada KCKT

Kolom merupakan jantung dari instrumen HPLC karena proses

pemisahan terjadi disini. Ukuran kolom untuk analisis berkisar antara

panjang 10–25 cm dan diameter dalam 2 hingga 9 mm (Brown and

DeAntonis, 1997). Ada dua jenis kolom pada KCKT yaitu kolom

konvensional dan kolom mikrobor (Sudjadi, 2007).

2.4.2.6 Fase Diam pada KCKT

HPLC hanya beberapa material yang ditemukan untuk digunakan

secara luas sebagai fase diam yaitu silika, polimer sintetis seperti stiren-

divinilbenzen kopolimer, dan beberapa polisakarida. Teori HPLC

mengatakan bahwa semakin kecil diameter maka semakin tinggi efikasi

pemisahan dan tekanan kolom akan meningkat jika panjang kolom

diperkecil.

Page 29: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 2.2 Fase Diam yang Sering Digunakan pada HPLC

Komposisi Kimia Limit

Silica Larut pada ph > 8

Zirconia

Styrene-divinilbenzen

Polysakarida Compresible

Polimers

Sumber : James M. Miller idalam Chromatography Concepts and Contras

2.4.2.7 Detektor pada KCKT

Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu:

detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak

bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks dan

detektor spektrometri massa dan golongan detektor yang spesifik yang

hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor

UV-Vis, detektor flouresensi, dan elektrokimia (Hamilton dan Sewell,

1997).

2.4.2.8 Komputer, Integrator atau Rekorder

Alat pengumpul data seperti komputer, integrator dan rekorder

dihubungkan ke detektor. Alat ini akan menangkap sinyal elektronik dari

detektor dan memplotkannya kedalam kromatogram sehingga dapat

dievaluasi oleh analis. (Brown dan DeAntonis, 1997).

2.5 Uji Disolusi

Studi disolusi obat memberikan indikasi yang sama dengan

bioavailabilitas obat. (Shargel et al., 2005).

2.5.1 Pengertian Disolusi

Disolusi didefinisikan sebagai proses suatu zat padat masuk kedalam

pelarut menghasilkan suatu larutan. Disolusi merupakan salah satu kontrol

kualitas yang dapat digunakan untuk memprediksi bioavailabilitas, dan

dalam beberapa kasus dapat sebagai pengganti uji klinik untuk menilai

Page 30: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

bioekivalen. Hubungan kecepatan disolusi in–vitro dan bioavailabilitasnya

dirumuskan dalam bentuk IVIVC (in-vitro–in-vivo corelation). Kinetika

uji disolusi in–vitro memberi informasi yang sangat penting untuk

meramalkan availabilitas obat dan efek terapeutiknya secara in–vivo.

Persyaratan uji disolusi pertama sekali dicantumkan dalam NF XIII (1970)

dan USP XVIII (1970) untuk satu macam kapsul dan 13 macam tablet.

Persyaratan yang dimaksud disini bukan hanya persyaratan untuk nilai Q

(jumlah obat yang terlarut dalam waktu yang ditentukan) saja, tetapi juga

termasuk prosedur pengujian, medium disolusi dan peralatan serta

persyaratan pengujiannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses

disolusi tablet, diantaranya kecepatan pengadukan, temperatur pengujian,

viskositas, pH, komposisi medium disolusi, dan ada atau tidaknya bahan

pembasah (Sulaiman, 2007).

Dalam sistem biologi pelarutan obat dalam media ”aqueous”

merupakan suatu bagian penting sebelum kondisi sistemik. Laju pelarutan

obat dengan kelarutan dalam air sangat kecil dari bentuk sediaan padat

yang utuh atau terdisintegrasi dalam saluran cerna sering mengendalikan

laju absorbsi sistemik obat. Absorpsi sistemik suatu obat dari saluran cerna

atau tempat ekstravaskular lain tergantung pada dinding usus, kecepatan

pengosongan lambung, pergerakan saluran cerna dan aliran darah ke

tempat absorpsi (Shargel et al., 2005).

2.5.2 Proses Disolusi Tablet

Bila suatu tablet atau sediaan obat dimasukkan ke dalam beker yang

berisi air atau dimasukkan kedalam saluran cerna (saluran gastrointestin),

obat tersebut mulai masuk kedalam larutan dari bentuk padatnya. Kalau

tablet tersebut tidak dilapisi polimer dan matriks padat maka akan

mengalami disintegrasi menjadi partikel-partikel yang halus.

Disintegrasi merupakan proses obat melarut yang berada dalam

bentuk larutan, harus segera diabsorbsi (terdapat dalam tubuh).

Disintegrasi adalah pecahnya tablet menjadi partikel-partikel kecil atau

Page 31: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

granul. Sedangkan granul atau partikel kecil menjadi partikel halus disebut

deagregasi (Lachman et al., 1994).

Efektifitas dari suatu tablet dalam melepaskan zat aktif untuk

diabsorpsi sistemik bergantung pada laju disintegrasi dari bentuk sediaan

dan deagregasi dari granul-granul tersebut. Tetapi yang biasanya lebih

penting adalah laju disolusi dari obat padat tersebut (Martin et al., 1993).

Gambar 2.3 Ilustrasi Skema Proses Disolusi dari Bentuk Sediaan Padat Sumber : Wagner, 1971 dalam Biopharmaceutics and Relevant Pharmacokinetics”, First

Edition, Drug Intelligence Publication, Hamilton, Ilinois (sudah dimodifikasi).

2.5.3 Metode Uji Disolusi

Metode untuk menetapkan laju disousi zat aktif dari sediaan menurut

FI IV yakni metode basket dan metode dayung.

a) Metode Basket

Metode ini disebut juga metode Alat 1, pada metode ini menunjukan

suatu upaya membatasi posisi bentuk sediaan untuk memberikan

kemungkinan maksimum suatu antar permukaan solid–cairan yang tetap.

Namun, terdapat kekurangan yaitu kecenderungan zat bergerak

menyumbat kasa basket, sangat peka terhadap gas terlarut dalam media

disolusi, kecepatan aliran yang kurang memadai ketika partikel

meninggalkan basket dan mengapung dalam media dan kesulitan

konstruksi jika diupayakan metode yang diotomatisasi (Siregar ,2010).

Page 32: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b) Metode Dayung

Metode ini disebut juga metode Alat 2, yang pada dasarnya terdiri

atas batang dan daun pengaduk yang merupakan dayung berputar dengan

dimensi tertentu sesuai dengan radius bagian dalam labu dengan dasar

bundar. Metode ini dapat mengatasi berbagai kekurangan dari Alat tipe 1

dan dapat pula untuk diterapkan sistem automatisasi (Siregar, 2010).

a) b)

Gambar 2.4 Alat Uji Disolusi Sumber : Journal of Applied Pharmaceutical Science 01 (03); 2011: 50-56

Metode uji disolusi untuk Tablet Ranitidin terdapat beberapa

sumber, diantaranya yaitu:

1. U.S. Pharmacopeial Convention 2006

Uji disolusi untuk tablet Ranitidin terdapat dua metode yaitu USP

aparatus 2 (paddle) dan USP aparatus 3 (Bio-Dis). Tablet Rantidin yang

diuji dengan USP aparatus 2 dilakukan dalam 900 mL medium disolusi

dalam hal ini aquadest dengan kecepatan putar 50 rpm dengan temperatur

37 ±0,5 0C. Pengambilan sampel dilakukan pada menit 5, 10,15, 30, 45,

dan 60 dalam pengambilam diambil sebanyak 4 mL, kemudian sampel

yang diambil disaring dengan saringan 0,45 mikrometer. Metode kedua

yaitu dengan USP aparatus 3 dilakukan dalam 250 mL medium disolusi

dengan temperatur 37 ±0,5 0C. Ukuran mesh yang digunakan untuk bagian

atas dan bawah adalah 420 oleh Rohrd et,.al. USP aparatus 2 medium

disolusi untuk ranitidin tablet adalah aquadest. Agitasi yang digunakan

dalam tube adalah 5, 15 dan 25 dpm. Pengambilan sampel sebanyak 4 mL

pada menit ke 5, 10, 15, 30, 45 dan 60. Dan disaring dengan membran

filter 0,45 mikrometer.

Page 33: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Farmakope Indonesia Edisi IV 1995

Prosedur penetapan jumlah ranitidin yang terlarut (disolusi) dengan

mengukur filtrat larutan uji yang menggunakan medium disolusi 900 mL

air, dengan alat tipe 2 dan kecepatan adukan 50 rpm selama 45 menit.

Larutan filtrat yang diambil jika perlu diencerkan dengan air dan ukur

serapan larutan baku Ranitidin Hidroklorida BPFI dalam media yang sama

pada panjang gelombang serapan maksimum lebih kurang 314 nm.

Toleransi dalam waktu 45 menit harus tidak kurang dari 80% (Q) dari

jumlah yang tertera pada etiket.

2.5.4 Alat untuk Uji Disolusi

Alat utama yang digunakan untuk penetapan laju disolusi zat aktif

dari sediaanya terdiri atas dua jenis, yakni :

a) Alat Pendisolusi Zat Aktif, adalah alat untuk melepaskan dan

melarutkan zat aktif dalam media. Alat ini disebut alat uji

disolusi.

b) Alat Untuk Analisa Konsentrasi Zat Aktif, setelah zat aktif

terlarut dalam medium disolusi kemudian diambil sampelnya

pada beberapa titik waktu yang telah ditetapkan atau pada satu

titik waktu seperti uji disolusi pada umumnya di Farmakope

Indonesia Edisi IV. Metode ini disebut metode disolusi satu

titik. Dalam Farmakope Indonesia Edisi IV, alat analisis yang

digunakan adalah spektrofotomoter, spektrofluometer atau

kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) (Siregar, 2010)

2.5.5 Spektrofotometer (Sudjadi. 2007)

Spektrofotometer UV-Visible adalah alat yang umum digunakan di

laboraturium kimia. Alat ini biasanya digunakan untuk analisa kimia

kuantitatif, namun dapat juga digunakan untuk analisa kimia semi

kualitatif.

Page 34: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.5.5.1 Instument Spektrofotometer

Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan

fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dengan panjang gelombang

tertentu dan fotometer mengukur intensitas sinar. Suatu spektrofotometer

tersusun dari sumber spektrum yang kontinyu, monokromator, sel

pengabsorbsi untuk sampel serta blanko dan suatu alat untuk mengukur

perbedaan absorbsi antara sampel dengan balnko tersebut.

Gambar 2.5 .Diagram Skematis Spektrofotometer UV-Visible Sumber : https://wanibesak.wordpress.com

Komponen–komponen meliputi sumber–sumber sinar,

monokromator dan sistem optik, yaitu:

a) Sumber–sumber lampu; lampu deuterium digunakan untuk daerah

UV pada panjang gelombang dari 190–350 nm, sementara lampu

halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel

(pada panjang gelombang antar 350–900 nm)

b) Monokromator, digunakan untuk mendispersikan sinar kedalam

komponen–komponen panjang gelombangnya yang selanjutnya

akan dipilih oleh celah (slit). Monokromator berputar sedemikian

rupa sehinga kisaran panjang gelombang dilewatkan pada sampel.

c) Optik–optik, dapat didesain untuk memecahkan sumber sinar

sehingga sumber sinar melewati 2 kompartemen, dan sebagaimana

dalam spektrofotometer berkas ganda (double beam), suatu larutan

blanko dapat digunakan dalam suatu kompartemen untuk

mengkoreksi pembacaan atau spektrum sampel, yang paling sering

digunakan sebagai blanko dalam spektrofotometri adalah semua

pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel atau pereaksi.

Page 35: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.5.5.2 Prinsip Kerja

Prinsip kerja Spektrofotometer UV-Visible berdasarkan pada

fenomena penyerapan sinar oleh spesi kimia tertentu di daerah ultra

lembayung (ultra violet) dan sinar tampak (visible).

Interaksi radiasi dengan suatu spesi dapat berupa penyerapan

(absorbsi), pemendaran (luminesensi), pancaran (emisi) dan

penghamburan (scattering), tergantung pada sifat materi. Pada

spektrofotometri UV-Vis, interaksi yang diamati adalah adanya absorbsi

pada panjang gelombang tertentu didaerah Uv-Vis, oleh spesi kimia yang

dianalisa.

Persamaan yang digunakan yaitu Lambert dan Beer: A = a.b.c

Nilai absorban (A) berbanding lurus terhadap konsentrasi analit (c).

Besaran a adalah suatu konstanta, sehingga jika tebal sel (b) dibuat konstan

maka nilai absorban (A) hanya bergantung pada c. Jika nilai A dialurkan

terhadap nilai c maka sesuai persamaan diatas akan diperoleh kurva

berbentuk suatu garis lurus yang disebut kurva kalibrasi.

2.5.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Disolusi

1) Faktor Fisika yang Berpengaruh pada Uji Pelarutan In-vitro

a) Pengadukan, kondisi pengadukan akan sangat berpengaruh pada

kecepatan disolusi yang dikontrol difusi dengan ketebalan lapisan

difusi berbanding terbalik pada kecepatan putaran pengadukan.

Kecepatan pengadukan mempunyai hubungan dengan tetapan

kecepatan disolusi (Shargel et al, 2005).

b) Suhu, umumnya semakin tinggi suhu medium akan semakin

banyak zat aktif yang terlarut. Suhu medium dalam percobaan harus

dikendalikan pada keadaan yang konstan umumnya dilakukan pada

suhu 37oC, sesuai dengan suhu tubuh manusia. Adanya kenaikan suhu

selain dapat meningkatkan gradien konsentrasi juga akan

meningkatkan tetapan difusi, sehingga akan menaikkan kecepatan

disolusi (Shargel et al., 2005).

Page 36: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

c) Medium Kelarutan, sifat medium larutan akan mempengaruhi uji

pelarutan. Medium larutan hendaknya tidak jenuh obat. Medium yang

terbaik merupakan persoalan tersendiri dalam penelitian. Beberapa

peneliti telah menggunakan cairan lambung yang diencerkan, HCL 0,1

N, dapar fosfat, cairan lambung tiruan, air dan cairan usus tiruan

tergantung dari sifat produk obat dan lokasi dalam saluran pencernaan

dan perkiraan obat yang akan terlarut (Shargel et al., 2005).

d) Wadah, ukuran dan bentuk dapat mempengaruhi laju dan tingkat

kelarutan. Untuk mengamati kemaknaan dari obat yang sangat tidak

larut dalam air mungkin perlu wadah berkapasitas besar (Shargel et

al., 2005).

e) Vibrasi, vibrasi torsional adalah variasi berkala dari rpm dalam

batas kecil dan merupakan masalah dini dalam motor pengaduk.

Vibrasi ini dapat menyebabkan perubahan dalam pola aliran media

disolusi. Selain itu juga dapat memasukkan energi yang tidak

dikehendaki pada sistem dinamik dimana keduanya mengakibatkan

perubahan dalam laju disolusi. Adanya vibrasi eksternal yang

merupakan suatu variabel eksternal yang secara serius dapat

mengubah data setiap sistem disolusi. Farmakope Indonesia IV

menyatakan bahwa bagian dari alat, termasuk lingkungan tempat alat

diletakan tidak dapat memberikan getaran, goncangan atau getaran

signifikan yang melebihi gerakan akibat putaran alat pengaduk

(Siregar, 2010).

2) Faktor yang Berkaitan dengan Sifat Fisikokimia Obat

Sifat–sifat fisikokimia dari obat yang mempengaruhi laju

disolusi meliputi kelarutan, bentuk kristal, bentuk hidrat solvasi dan

kompleksasi serta ukuran partikel. Sifat–sifat fisikokimia lain seperti

kekentalan serta keterbatasan atau berperan pada permasalahan yang

umum pada disolusi dalam hal terbentuknya flokulasi dan

aglomerasi (Wagner, 1971).

Page 37: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3) Faktor yang Berkaitan dengan Formulasi Sediaan

Formulasi sediaan berkaitan dengan bentuk sediaan, bahan

pembantu dan cara pengolahan (prossesing). Pengaruh bentuk

sediaan pada laju disolusi tergantung pada kecepatan pelepasan

bahan aktif yang terkandung didalamnya. Secara umum laju disolusi

akan menurun menurut urutan sebagai berikut: suspensi, kapsul,

tablet, dan tablet salut. Secara teoritis disolusi bermacam sediaan

padat tidak selalu urutan dan masalahnya sama, karena di antara

masing-masing bentuk sediaan padat tersebut akan ada perbedaan

baik ditinjau dari segi teori maupun peralatan uji disolusi (Wagner,

1971).

2.6 Uji Difusi Tablet

2.6.1 Definsi Difusi

Difusi bebas atau transpor pasif suatu zat melalui cairan, zat padat,

atau melalui membran adalah salah satu proses yang sangat penting dalam

ilmu farmasi (Martin,1983).

Difusi didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan massa

molekul suatu zat yang dibawa oleh gerakan molekuler secara acak dan

berhubungan dengan adanya perbedaan konsentrasi aliran molekul melalui

suatu batas, misalnya suatu membran polimer, merupakan suatu cara yang

mudah untuk menyelidiki proses difusi (Martin, 1983).

2.6.2 Pengujian Difusi Obat

Metode uji difusi ini menerapkan hukum Fick, Menurut hukum Fick

I, molekul obat berdifusi dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.

J =

J atau fluks menggambarkan jumlah obat yang melewati suatu

membran tiap satu satuan luas pada waktu tertentu. Besarnya fluks

berbanding lurus dengan gradien kadar dC/dx dan koefisien difusi obat

dalam membran, D.

Page 38: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

J = - D

Tanda negatif pada persamaan menggambarkan bahwa proses difusi

terjadi dalam arah yang berlawanan dengan kenaikan konsentrasi, yang

mana D diketahui sebagai koefisien difusi (satuan = cm2/det). Koefisien

difusi adalah ukuran laju permeabilitas dari molekul melintasi suatu area.

Jadi difusi terjadi dalam arah penurunan konsentrasi difusan. Difusi akan

berhenti jika tidak terdapat lagi gradien konsentrasi.

Sejumlah metode percobaan dan bejana difusi telah banyak

dilaporkan dalam pustaka. Salah satunya adalah bejana difusi dengan

konstruksi sederhana, ini salah satu metode uji yang terbaik untuk

penelitian difusi. Alat ini terbuat dari gelas, plastik tembus pandang, atau

bahan polimer, mudah dirakit dan dibersihkan, dan dapat memungkinkan

untuk melihat cairan, bisa juga dilengkapi pengaduk berputar. Pada alat ini

terdapat dua kompartemen yaitu donor dan reseptor yang disekat oleh

membran. Sampel diambil dibagian kompartemen reseptor dan ditetapkan

kadarnya menggunakan metode analitik seperti KCKT, Spektrofotometer

UV, florometri atau massa dibawah kondisi yang terkendali (Sinco, 2006)

Gambar 2.6 Sel difusi sederhana Sumber : Buku Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika Ed V : 2006, hal : 394

Biber dan Rhodes mengembangkan metode 3 kompartemen Plexigas

untuk digunakan dengan membran sintetik maupun membran biologis

terisolasi. Obat dibiarkan agar berdifusi dari kedua kompartemen donor ke

reseptor.

Page 39: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.7 sel difusi unutk permeasi melaui laisan kulit yang diisolasi. Sumber : Buku Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika Ed V : 2006, hal : 395

Uji difusi secara in–vitro dilakukan untuk mengetahui profil difusi

dari suatu produk obat. Uji difusi ini dapat digunakan untuk memperoleh

parameter kinetik transpor obat melalui membran usus, serta mempelajari

pengaruh bahan obat terhadap profil transpor obat (Deferme, 2008).

Menurut buku Jennifer tahun 2000, dikatakan bahwa untuk pengujian

kemampuan absorbsi obat oral secara in-vitro terdapat 3 metode yaitu

dengan Franz Diffusion Cells, Flow-through dan Ussing Chamber.

Dalam penelitian ini menggunakan Franz Diffusion Cells, metode

pengujian transport dengan sel difusi tipe vertikal mempunyai beberapa

keuntungan dibandingkan tipe side by side yaitu membutuhkan volume

kompartemen donor yang lebih kecil, membutuhkan luas membran

transport lebih kecil, dan kemungkinan kebocoran membran kulit asli lebih

kecil, sedangkan kerugiannya adalah tidak adanya pengadukan di

kompartemen donor dan pengadukan di kompartemen reseptor kadang-

kadang kurang homogen.

Gambar 2.8. Franz Diffusion Cells

Page 40: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sumber : http://www.particlesciences.com/ (sudah dimodifikasi)

Metode yang paling umum menggunakan desain ruang terbuka

seperti sistem sel difusi Franz dan dapat digunakan dengan membran

sintetik, suatu konstruksi jaringan, atau sampel biologis, seperti kulit

mayat. Membran memisahkan kompartemen donor yang berisi produk uji

dari kompartemen reseptor diisi dengan media aseptor. Fosfat Buffered

Saline (PBS) cenderung medium aseptor pilihan pertama, meskipun

mungkin tidak selalu memenuhi persyaratan untuk metode in–vitro

(Tecnical Brief, 2009).

Untuk medium aseptor dapat digunakan dapar–air untuk obat yang

larut air seperti PBS atau media hidro–alkohol seperti isopropanol. PBS

50:50 untuk obat yang kurang larut air (Tecnical Brief, 2009).

Dalam studi permeasi in–vitro menggunakan jaringan usus hewan

yang dipotong, dimana membran usus ini akan ditempatkan antar

kompartemen donor dan reseptor. Menurut penelitian, Devendra yang

menggunakan Franz Diffusion Cells dalam evaluasi tablet thiocolchicoside

mengatakan bahwa daerah efektif epitel usus adalah 1,54 cm2. Kemudian

untuk media transportasi adalah Hank’s Balanced Salt Solution buffer pH

7,4. Kemudian larutan sampel sebanyak 2,5 mL (2mg/mL) ditempatkan

dikompartemen donor dan 18,5 mL buffer diisi ke dalam kompartemen

akseptor. Media akseptor terus–menerus diaduk dan percobaan dilakukan

pada suhu 370C. Sampel yang telah diambil secara berkala, namun tetap

harus mempertahankan volume kompartemen akseptor dengan menambah

media yang baru.

Dalam pengujian profil absorbsi obat ini jika hasil dari obat yang

melewati membran kurang dari 20% maka dapat dikatakan obat tersebut

termasuk kelompok low absorbstion, jika lebih dari 80% maka obat

tersebut termasuk kelompok dengan good absorbtion dan jika obat berapa

pada range 20-80% maka termasuk kelompok obat dengan intermediet

absorbtion (Jennifer, 2000).

Page 41: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.7 Metode Sampling

2.7.1 Definisi Sampel

Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan cara

tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasinya (Sastroasmoro,

2008)

2.7.2 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dibagi atas 2 kelompok besar, yaitu:

1. “Probability Sampling”

Prinsip probability sampling adalah bahwa setiap subjek dalam

populasi (terjangkau) mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih

atau untuk tidak terpilih sebagai sampel penelitian.

Jenis probability sampling yaitu:

- Sampel Random Sederhana

- Sample Random Sitemik, ditentukan bahwa dari seluruh subjek yang

dapat dipilih, setiap subjek nomor kesekian dipilih sebagai sampel.

- Sampel Random Strata, populasi dibagi strata–strata (sub–populasi),

kemudian pengambilan sampel dilakukan dalam setiap strata baik secara

simple random, variabel yang sering digunakan (umur, ras, jenis kelamin).

- Sampel Clauster, yaitu sistem penarikan sampel secara acak pada

kelompok individu dalam populasi yang terjadi secara alamiah, misal

berdasarkan wilayah (kota, kecamatan, kelurahan).

2. Non-Propabiliti Sampling

Definisi Non-probability Sampling adalah teknik pengambilan

sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap

unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik

Sampling Nonprobality ini meliputi : Sampling Sistematis, Sampling

Kuota, Sampling Insidental, Purposive Sampling, Sampling Jenuh, dan

Snowball Sampling.

1. Sampling Sistematis, pengertian Sampling

Sistematis adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan

urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut.

Page 42: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Sampling Kuota, pengertian Sampling Kuota adalah teknik untuk

menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu

sampai jumlah kuota yang diinginkan.

3. Sampling Insidental, pengertian Sampling Insidental adalah teknik

penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja atau apa saja

yang secara kebetulan atau insidental dapat digunakan sebagai sampel, bila

dipandang cocok sebagai sumber data.

4. Purposive Sampling, pengertian Purposive Sampling adalah teknik

penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Sampel digunakan

untuk penelitian kualitatif atau penelitian yang tidak melakukan

generalisasi.

5. Sampling Jenuh (Sensus), pengertian Sampling Jenuh teknik

penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.

Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30

orang, atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan

yang sangat kecil.

6. Snowball Sampling, pengertian Snowball Sampling adalah teknik

penentuan sampel yang mula–mula jumlahnya kecil, kemudian

membesar. Dalam penentuan sampel, pertama–tama dipilih satu atau dua

sampel, tetapi belum lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti

mencari sampel lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data

yang diberikan oleh dua sampel sebelumnya.

Dalam penelitian ini pemilihan sample dilakukan dengan metode

purposive sampling , dimana sampel dikelompokkan menjadi 3 yaitu

generik 1 sample yang sering diresepkan , generik bermerek 2 sampel dan

inovator. Setiap sampel dipilih berdasarkan no bacht dan tanggal expired

date yang mendekati sama serta didukung dengan informasi produk yang

banyak beredar dipasaran sehingga mendapatkan produk yang sering

digunakan oleh masyarakat.

Page 43: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

28

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alur Penelitian (lampiran)

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Peneltian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Medisinal,

Laboratorium Penelitian I, Laboraturium Penelitian II dan Laboraturium

Penelitian Sediaan Padat Program Studi Farmasi FKIK Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan April hingga Juli 2016.

3.3 Bahan dan Alat

3.3.1 Bahan

Ranitidin Baku Pembanding (Saraca Laboratories Limited-India),

Tablet Ranitidin Generik, Tablet Ranitidin Bermerek aquadest, aquabidest,

Amonium-asetat P 0,1 M, metanol for HPLC (Merck), dan PBS (Phosphat

Buffer Saline) (pH-7.4).

3.3.2 Alat

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Ultramate 3000 Dionex) yang

terdiri dari pompa, autosampler, kolom, detektor, dan program kompter

PC, Spektrofotometer (Hitachi U-2910), disolusion tester (Erweka) ,

timbangan analitik (KERN ACJ/AC5) , alat–alat gelas, mikropipet, pH meter

(Navi), termometer, sonikator (Elmasonic), vakum, labu tentukur, pipet

tetes, syringe dan filter.

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Pemilihan Sampel

Sampel obat yang dilakukan penelitian adalah tablet Ranitidin yang

diambil di apotek yang ditemukan dibeberapa apotek dengan masa expired

date yang mendekati sama atau dalam jangka waktu yang lebih dari satu

tahun dan dalam batch yang sama tiap sampel uji, sehingga dapat

meminimalisir faktor kesalahan luar yang dapat menurunkan mutu obat.

Page 44: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Untuk sampel uji yang digunakan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu

produk inovator, generik, generik bermerek. Obat inovator adalah obat

yang merupakan obat paten dari tablet Ranitidin HCl yaitu Zantac (Glaxo

Smithkline) yang sekarang menjadi Tablet generik bermerek PMA di

Indonesia, tablet generik adalah tablet yang dengan nama resmi yang

ditetapkan di buku standar dalam penelitian ini menggunakan Ranitidin

HCl (SOHO), tablet generik bermerek atau bernama dagang adalah obat

yang menggunakan nama milik produsen obat yang mengeluarkan dalam

penelitian ini menggunakan 2 tablet generik bermerek yaitu tablet A

(Ulceranin, Otto) dan tablet B (Rantin, Kalbe Farma).

Keterangan Kemasan Bacht Expired

Date

Harga

Inovator Strip 749E15 Mei

2017

Rp.150.000 /40 tab

Generik Strip 46J4114 Jan

2018

Rp. 19.091/ 100

tab

Bermerek A Strip 4C6660 Sep

2017

Rp.20.000 /40 tab

Bermerek B Strip 32B390 Agt

2017

Rp.180.000 /40 tab

3.4.2 Penentuan Panjang Gelombang

Sebanyak 100 mg Ranitidin Baku dilarutkan kedalam 100 ml

aquadest. Kemudian disaring dan diencerkan hingga diperoleh konsentrasi

akhir 10 µg per ml. Larutan akhir di scan dengan spektrofotometri pada

panjang gelombang 200–800 nm dengan aquadest sebagai blanko.

3.4.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi

3.4.3.1 Kurva Kalibrasi Penetepan Kadar

Penyiapan sampel untuk penentuan panjang gelombang dilakukan

pengenceran dengan beberapa konsentrasi sehingga diperoleh konsentrasi

dengan kisaran 20–120 mcg/ml (20, 40, 60, 80, 100, dan 120 mcg/mL)

Ranitidin dalam fase gerak metanol : P–amonium asetat 0,1 M (70:30)

Page 45: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

hingga garis tanda kemudian masing–masing konsentrasi diinjeksikan ke

KCKT dengan 20 µL, dan kecepatan alir 2 mL/ menit dan diukur dengan

panjang gelombang 322 nm.

Setelah itu dianalisis regresi perbandingan luas puncak terhadap

konsentrasi Ranitidin dari masing–masing konsentrasi dan dibuat kurva

kalibrasi dengan persamaan garis regresi linier (y = a + bx). Dihitung

koefisien korelasi (R) dari kurva tersebut.

3.4.3.2 Kurva Kalibrasi Disolusi

Penyiapan sampel untuk penentuan panjang gelombang dilakukan

pengenceran dengan beberapa konsentrasi sehingga diperoleh konsentrasi

dengan range 0 - 25 mcg/ml (0, 5, 10, 15, 20 dan 25 mcg/mL) Ranitidine

dalam medium disolusi yaitu aquadest. Setelah dibuat seri konsentrasi

maka langsung diukur absorbansi disetiap konsentrasi dengan

Spektrofotometer UV-Visible.

Setelah itu dianalisis besarnya serapan dibandingkan konsentrasi

Ranitidin dari masing - masing pengenceran konsentrasi dan dibuat kurva

kalibrasi dengan persamaan garis regresi linier (y = a + bx). Dihitung

koefisien korelasi (R) dari kurva tersebut.

3.4.3.3 Kurva Kalibrasi Difusi

Penyiapan sampel untuk penentuan panjang gelombang dilakukan

pengenceran dengan beberapa konsentrasi sehingga diperoleh konsentrasi

dengan kisaran 20–25 mcg/ml (0, 5, 10, 15, 20 dan 25 mcg/mL) Ranitidin

dalam medium kompartemen reseptor yang digunakan yaitu dapar fosfat

pH 7,4. Setelah dibikin seri konsentrasi maka langsung diukur absorbansi

disetiap konsentrasi dengan Spektrofotometer UV-Visible. Setelah itu

dianalisis besarnya serapan dibandingkan konsentrasi Ranitidin dari

masing–masing pengenceran konsentrasi dan dibuat kurva kalibrasi

dengan persamaan garis regresi linier (y = a + bx). Dihitung koefisien

korelasi (R) dari kurva tersebut.

Page 46: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.4 Uji Akurasi

Larutan Ranitidin dengan 3 konsentrasi disuntikan 20 µg/ml ke

KCKT, diulangi sebanyak tiga kali. 3 konsentrasi yang dipilih adalah

konsentrasi terendah, sedang dan tinggi (50, 70, 90 ppm) dari kurva

kalibrasi. Nilai dihitung perolehan kembali dari masing-masing

konsentrasi dan nilai perolehan kembali dihitung dengan cara

membandingkan konsentrasi yang didapat dengan konsentrasi yang

sebenarnya dikalikan dengan 100% (Farmakope Indonesia Ed.IV, 1995).

3.4.5 Penetapan Kadar Tablet Ranitidin (Farmakope Indonesia IV, 1995)

Penetapan kadar dilakukan dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(KCKT).

Kondisi Optimum KCKT, kondisi optimum yang digunakan untuk

menganalisa Zat Aktif Ranitidin sebagai berikut: (Farmakope Indonesia

IV, 1995)

Pembuatan fase gerak, dibuat dengan campuran metanol P-amonium

asetat 0,1 M (70:30), saring dan awudarakan larutan ini sebelum

digunakan. Pembuatan dapar amonium asetat 0,1 M dilakukan dengan

melarutkan amonium asetat 1,7089 gr kedalam 1000 mL aquadest aduk

hingga homogen.

Pembuatan Larutan Baku, ditimbang seksama sejumlah Ranitidin HCl

BPFI larutkan dalam fase gerak, jika perlu diencerkan bertahap dengan

fase gerak hingga kadar lebih kurang 0,112 mg (setara dengan 0,100 mg

ranitidin basa) per ml.

Pembuatan Larutan Uji, masukan 10 tablet ke dalam 250 ml fase gerak.

Kocok dan campur sampai tablet hancur sempurna dan kemudian disaring,

setlah itu dilakukan pengenceran bertahap dan kuantitatif dengan fase

Page 47: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

gerak hingga diperoleh larutan dengan kadar yang sama dengan larutan

baku.

Pengaturan sistem Kromatografi, Kromatograf cair kinerja tinggi

dilengkapi dengan detektor 322 nm dan kolom 4,6 mm x 20 cm sampai 30

cm berisi bahan pengisi L1. Laju alir lebih kurang 2 ml per menit.

Kromatografi dilakukan terhadap Larutan baku, kemudian direkam

kromatogram dan diukur respons puncak seperti tertera pada Prosedur:

faktor ikutan puncak ranitidin hidroklorida tidak lebih dari 2,0 jumlah

lempeng teoritis ditentukan dari puncak ranitidin hidroklorida tidak kurang

700 dan simbangan baku relatif pada penyuntikan ulang tidak lebih 2 %.

Prosedur Suntikan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 10

µl) Larutan baku dan Larutan uji ke dalam kromatograf, rekam

kromatogram dan ukur respons puncak utama.

3.4.6 Uji Disolusi Tablet Ranitidin (Farmakope Indonesia, IV 2014)

Berdasarkan Farmakope Indonesia IV metode dayung berputar

digunakan untuk mempelajari pelepasan obat dari Tablet Ranitidin HCl.

Medium disolusi yang digunakan adalah aquadest sebanyak 900 ml

dilakukan pada suhu 370C ± 0,50, dengan kecepatan putaran 50 rpm. Setiap

tablet dimasukan kedalam alat, hilangkan gelembung udara dari

permukaan sediaan yang diuji dan jalankan alat. Diambil cuplikan dalam

interval waktu 0, 5, 10, 15, 25, 35 dan 45 pada bagian tengah antara

permukaan media disolusi dengan bagian atas alat dayung. Setiap sampel

pada interval tertentu diambil 10 ml kemudian digantikan kembali dengan

medium yang baru untuk menjaga volume agar tetap konstan. Sample

yang diambil disaring dengan filter atau Whatman paper 42, kemudian

diencerkan dengan air hingga kadarnya 0,01 mg per ml dan absorban

dihitung pada 314 nm dengan menggunakan spektrofotometer.

Standar Ranitidin disiapkan dengan melarutkan 50 mg Ranitidin

Standar dalam distilated water dengan pengenceran yang tepat dan

absorbansi yang terukur. Sehingga, Ranitidine HCl yang terlarut dari

sampel dapat dihitung dan dibandingkan.

Page 48: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengujian dilakukan hingga 3 tahap kecuali bila hasil pengujian

memenuhi tahap S1 6 tablet uji dengan tiap unit sediaan tidak kurang

Q+5%, S2 rata-rata dari 12 unit (S1+S2) adalah sama dengan atau lebih

besar dari Q dan tidak ada satu unit sediaan yang lebih kecil dari Q-15 %

dan S3 rata-rata dari 24 unit (S1 + S2 + S3) adalah sama dengan atau lebih

besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q -15%

dan tidak lebih dari sau unit oun yang lebih kecil dari Q -25%.Toleransi

dalam waktu 45 menit harus larut tidak kurang dari 80% (Q) C13H22N4O3

dari jumlah yang tertera pada etiket.

3.4.7 Uji Difusi Tablet Ranitidin

3.4.7.1 Uji Difusi Melewati Membran Usus secara in vitro

Pengujian profil difusi tablet Ranitidin dilakukan dengan

menggunakan Franz Diffusion Cells. Berdasarkan pengujian sebelumnya

tentang evaluasi tablet Thiolchicoside uji permeabilitas ini dilakukan

dalam dapar pH 7,4 yang disesuaikan dengan pH usus ( Davendra, 2013 ).

Larutan sampel sebanyak 2,5 ml (2 mg/mL) ditempatkan

dikompartemen donor dan 18,5 mL dapar diisi ke dalam kompartemen

aseptor. Pada bagian kompartemen aseptor dilakukan pengadukan dengan

menggunakan magnetic stirrer dan suhu dijaga tetap 370C dengan

mengalirkan air terus-menerus sambil dipanaskan di penangas ( Davendra,

2013 ).

Mengacu pada penelitian Chandra, 2014 yang menggunakan Franz

Diffusion Cells dalam mengukur permeabilitas obat ciprofloxacin yang

termasuk BSC Class III, pemilihan membran yang digunakan pada

penelitian ini adalah lambung atau membran usus dari kambing. Menurut

Candra luas membran yang diterima untuk difusi adalah 3,90 cm2.

Membran ditempatkan diantara dua kompartemen dan dipastikan

menutupi seluruh chamber dan membran tetap kontak dengan cairan

reseptor.

Chamber aseptor secara peroidik disampling untuk mengetahui

komponen yang telah terpenetrasi kejaringan selama 4 jam pada menit 0,

Page 49: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

30, 60, 90, 120, 180, 210, dan 240 diambil 3 mL dan ditambahkan juga

sejumlah larutan dapar fosfat pH 7,4 dengan volume yang sama.

Kemudian larutan tersebut diencerkan dan dianalisis dengan mengunakan

spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum ( Davendra, 2013 ).

3.4.7.2 Penetapan Kadar Cuplikan Menggunakan Spektrofotometri

Penetapan dilakukan terhadap cairan yang tertampung sebagai

konsentrasi akhir. Pertama dipipet 3,0 mL yang tertampung dalam gelas

kimia dan diukur serapan pada panjang gelombang maksimum. Dan

dihitung kadar zat aktif dengan menggukan kurva kalibrasi yang didapat.

Page 50: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

35

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive

Sampling. Teknis Pengertian Purposive Sampling adalah teknik penentuan

sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2007). Sampel yang

digunakan adalah tablet Ranitidin HCl 150mg yang dikelompokkan menjadi

3 yaitu obat inovator, obat generik berlogo dan obat generik bermerek setiap

sampel terdiri atas 40 tablet. Kriteria pemilihan sampel berdasarkan yang

paling banyak ditemui dipasaran dengan syarat memiliki tahun kadar luarsa

yang mendekati sama dan memiliki masa simpan satu tahun di apotek

sehingga meminimalisir faktor kesalahan luar dan agar kualitas obat yang

dibandingkan setara tanpa ada pengaruh tempat dan waktu penyimpanan

yang diduga dapat mempengaruhi mutu dan kualitas tablet yang diuji yang

menimbulkan data menjadi bias.

Menurut data dari buku ISO Farmakope tentang tablet Ranitidin

yang tersedia di Indonesia terdapat 26 produk, dengan jumlah tablet generik

3 dan generik bermerek 23. Apabila jumlah sampel kurang dari 100 maka

sampel yng diambil antara 20-25% atau lebih (Arikunto, 2010). Setidak-

tidaknya pengambilan setiap sampel sebesar 25% dari setiap subpopulasi,

untuk perhitungan dapat dilihat pada lampiran 12. Namun, dikarenakan

produk yang ditemukan dipasaran hanya 6 produk maka pemilihan sampel

sesuai dari data survei yang paling sering ditemui sehingga, setiap sampel

uji merupakan produk yang sering digunakan oleh masyarakat. Setiap

subpopulasi dipilih merek yang paling sering digunakan dan diresepkan,

informasi ini didapatkan dengan melakukan survei pada beberapa Apotik

yang ada di Jakarta Timur. Sampel yang diperoleh dari beberapa apotek

dikarenakan ketersediaan jenis merek disetiap apotik.

Page 51: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Ranitidin HCl

Panjang gelombang maksimal merupakan panjang gelombang yang

memiliki nilai absorbansi paling besar. Penetuan panjang gelombang

maksimum yang dilakukan saat penelitian ini adalah menggunakan

spektrofotometer UV-Vis. Ranitidin HCl dapat ditetapkan dengan

menggunakan spektrofotometer UV-Vis, karena Ranitidin HCl memiliki

gugus kromofor dan ausokrom C=C dan C-NHCH3, sehingga senyawa ini

dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet (Moffat et al,. 2005).

Panjang gelombang maksimum ditentukan dengan mengukur nilai

absorbansi dari larutan standar Ranitidin HCl dalam aquadest konsentrasi 10

ppm, dalam fosfat pH 7,8 konsentrasi 10 ppm dan dalam fase gerak metanol

: p-amonium asetat pada panjang gelombang 200-400 nm. Panjang

gelombang maksimum diperoleh dari kurva hubungan antara panjang

gelombang dan absorban. Kurva tersebut ditunjukkan oleh Gambar 4.1, 4.2

dan 4.3.

Gambar 4.1 Kurva hubungan antara panjang gelombang dan absorban dari

standar Ranitidin HCl dalam aquadest konsntrasi 10 ppm

313,3

abso

rban

si

panjang gelombang

Page 52: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.2 Kurva hubungan antara panjang gelombang dan absorban dari

standar Ranitidin HCl dalam Fosfat pH 7,8 konsentrasi 10 ppm

Gambar 4.3 Kurva hubungan antara panjang gelombang dan absorban dari

standar Ranitidin HCl dalam Fase Gerak Metanol:Amonium Asetat

0,1 M konsentrasi 10 ppm

Kurva diatas menunjukkan bahwa panjang gelombang maksimum

dari standar Ranitidin HCl dalam medium aquadest adalah 313,3 nm dan

dalam fosfat pH 7,8 adalah 313,6 nm. Menurut FI IV (1995) dan USP edisi

35 (2012), Ranitidin HCl dalam air memberikan panjang gelombang

maksimum 314 nm. Jika merujuk dari kedua sumber maka panjang

313,6

322 nm

abso

rban

si

abso

rban

si

panjang gelombang

panjang gelombang

Page 53: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

gelombang yang diperoleh mengalami pergeseran batokromik sebesar 0,7

nm untuk medium aquadest dan 0,4 nm untuk medium fosfat pH 7,8.

Pergeseran tersebut dapat terjadi karena adanya pengaruh pelarut yang

digunakan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Moffat et al., (2005) bahwa

pelarut sering memberikan pengaruh besar pada kualitas dan bentuk dari

spektrum, hal ini dikaitkan dengan perubahan pH dari pelarut yang

digunakan.

4.3 Kurva Kalibrasi

Kurva kalibrasi standar Ranitidin HCl dalam medium aquadest

dihasilkan garis lurus dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,9997,

persamaan regresi linier yang diperoleh adalah y = 0,0516x + 0,0059

berdasarkan persamaan y = a + bx, maka diperoleh nilai a (intercept)=

0,0059 dan b (slope)= 0,0516. Kurva kalibrasi standar ranitidin dalam

medium fosfat pH 7,8 dihasilkan garis lurus dengan koefisien korelasi (r)

sebesar 0,9999, Persamaan regeresi linier yang diperoleh adalah y = 0,0431x

+ 0,0029, berdasarkan persamaan y = a + bx, maka diperoleh nilai a

(intercept) = 0,0029 dan b (slope) = 0,0029 dan untuk kurva kalibrasi

penetapan kadar dengan menggunakan medium fase gerak metanol:

ammonium asetat 0,1 M (70:30) dihasilkan garis lurus dengan koefisien

korelasi (r) sebesar 0,9996, persamaan regresi linier yang diperoleh adalah y

= 0,8015x + 4,2959, berdasarkan persamaan y = a + bx, maka diperoleh

nilai a (intercept) = 4,2959 dan b (slope) = 0,8015. nilai tersebut memenuhi

syarat linearitas yaitu r ≥ 0,999 (Snyder, Kirkland dan Glajch, 1997).

4.4 Penetapan Kadar Tablet Ranitidin HCl

Penetapan kadar bertujuan untuk menjamin efikasi, keamanan dan

mutu obat yang beredar. Penetapan kadar ini merupakan salah satu syarat

yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia IV, sehingga penetapan kadar

tablet salut Ranitidin HCl dilakukan dengan menggunakan metode yang

tercantum dalam FI IV untuk tablet Ranitidin HCl.

Page 54: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Penetapan kadar dilakukan dengan kromatorafi Cair Kinerja Tinggi,

dengan kondisi optimun sesuai dengan persyaratan dari Farmakope

Indonesia. Saat melakukan pengujian terdapat sedikit parameter pengaturan

sistem kromatografi dimana menurut Farmakope Indonesia IV menjelaskan

untuk menggunakan kolom dengan ukuran 4,6 x 20–30 cm dengan pengisi

L1 namun karena keterbatasan ukuran kolom yang tersedia sehingga

digunakan kolom dengan ukuran 4,6 x 15 cm.

Data hasil penetapan kadar ini didukung dengan pengujian akurasi,

hasil uji akurasi menunjukan bahwa metode yang digunakan memiliki

ketepatan yang cukup baik dengan nilai akurasi berada pada kisaran 80-

120% sesuai dengan yang disyaratkan. Nilai ini menunjukan kemampuan

metode untuk memberikan ketepatan pengukuran terhadap analit

berdasarkan angka perolehan kembali. Uji Akurasi dilakukan pada 3

konsentrasi larutan baku rendah, sedang dan tinggi yaitu pada 50 µg/mL,

70µg/mL dan 90 µg/mL dilakukan sebanyak 3 kali untuk masing-masing

konsentrasi. Untuk pengujian senyawa obat, akurasi diperoleh dengan

membandingkan hasil dari respon alat terhadap larutan baku yang dianalisa

oleh instrument dengan kadar sesungguhnya dari konsentrasi larutan baku

yang dibuat.

Tabel 4.1 Data Hasil Uji Akurasi 3 Konsentrasi Laturan Baku

Konsentrasi Luas Puncak Kons. Alat % diff Akurasi

50 43,821 49,310 1,379 98,620

50 43,783

50 44,135

70 61,109 70,843 1,204 101,204

70 61,335

70 61,805

90 78,441 92,429 2,699 102,699

90 79,879

90 79,501

Page 55: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.2 Kadar Ranitidin HCl dari Sampel Uji

Keterangan : Inovator , Generik dan Generik Bermerek Obat A dan Obat B

Hasil penetapan kadar menunjukan bahwa obat bermerek A, B,

inovator dan generik memenuhi persyaratan yang tercantum dalam

Farmakope Indonesia IV untuk tablet salut Ranitidin HCl yaitu mengandung

Ranitidin HCl tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari

jumlah yang tertera pada etiket. Hasil penetapan kadar ini dapat

menggambarkan bahwa semua tablet uji memiliki kemampuan efikasi yang

sama dalam hal menimbulkan efek farmakologi.

4.5 Uji Disolusi Tablet Ranitidin

4.5.1 Hasil Uji Disolusi Tablet Ranitidin

Disolusi didefinisikan sebagai proses suatu zat padat masuk kedalam

pelarut sehingga menghasilkan suatu larutan. Uji ini dimaksudkan untuk

mengetahui banyaknya zat aktif yang terlarut dan memberikan efek terapi

Merek

Kadar

(mg) Kadar (%)

Rata- rata

(%) SD RSD

Generik

149,88 99,9

100,705 1,183 1,176 152,24 101,49

151,05 100,7

Obat A

(Generik

Bermerek)

141,16 94,1

94,19 1,024 1,087 142,37 94,9

140,33 93,6

Obat B

(Generik

Bermerek)

145,05 96,70

97,27 1,561 1,605 144,98 96,65

147,72 98,48

Inovator (Generik

Bermerek)

148,21 98,8

99,594 1,288 1,293 150,76 100,5

149,20 99,5

Page 56: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

didalam tubuh (Syamsuni,2007). Pengujian ini merupakan salah satu kontrol

kualitas yang dapat digunakan untuk memprediksi bioavailabilitas serta

dapat sebagai penganti uji klinik untuk menilai bioekivalen dan untuk

membedakan faktor–faktor formulasi yang mempengaruhi bioavailabilitas

obat.

Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan metode yang ditetapkan

Farmakope Indonesia IV. Metode uji Tablet Salut Ranitidin terdapat

beberapa sumber, selain FI IV ada juga metode yang dikeluar kan oleh USP,

dimana dalam USP terdapat dua metode uji yaitu menggunakan aparatus 2

(paddle) dan aparatus 3 (Bio-Dis). Baik metode FI IV dan USP memiliki

metode yang sama dengan uji disolusi USP yang menggunakan aparatus 2

(paddle), yang membedakan metode kedua dari USP yaitu aparatus dan

jumlah medium yang digunakan. Pemilihan metode Farmakope Indonesia

IV dikarenakan merupakan suatu Buku Panduan Resmi sebagai rujukan

dalam pengujian mutu sediaan farmasetik yang berlaku di Indonesia.

Alat disolusi yang digunakan untuk uji disolusi sampel yaitu alat tipe

2 atau tipe dayung dengan kecepatan 45 putaran per menit selamat 45 menit.

Jumlah pengadukan dan sifat pengaduk mempengaruhi hidrodinamika

sistem, sehingga mempengaruhi laju pelepasan obat. Kecepatan pengadukan

harus dipertahankan karena peningkatan pengadukan akan mempertipis

stagnant layers yang terbentuk serta akan memperluas permukaan partikel

yang kontak dengan pelarut sehingga berdampak pada peningkatan

kecepatan pelarutan obat (Shargel.,2004).

Media yang digunakan juga mempengaruhi uji disolusi, kelarutan

dan jumlah obat dalam sediaan harus dipertimbangkan. Media yang

digunakan hendaknya tidak jenuh dengan obat, biasanya digunakan suatu

volume media yang lebih besar dari volume yang diperlukan untuk

melarutkan obat secara sempurna. Dengan mempertimbangkan kelarutan

obat Ranitidin yang sangat larut air maka medium yang digunakan untuk uji

disolusi yaitu aquadest sebanyak 900 mL. Aquadest dipilih sebagai medium

berdasarkan metode pengujian yang tertera di Farmakope Indonesia.

Page 57: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Suhu medium diatur mengikuti suhu tubuh yaitu 37 ± 0,5 0C.

Kondisi suhu harus dijaga selama uji disolusi, hal ini dimaksudkan bila

terjadi kenaikan suhu selain dapat meningkatkan gradien konsentrasi (Cs)

juga meningkatkan energi kinetika molekul obat yang berkaitan dengan

tetapan difusi (D), sehingga berpengaruh pada peningkatan kecepatan

pelarutan obat (Shargel et al., 2004).

Sampel disolusi diambil pada menit ke 5, 10, 15, 30, 45 dan 60. Pada

saat pengambilan sampel, cairan medium diganti dengan medium yang baru

pada suhu dan volume yang sama. Hal ini dimaksudkan agar pengujian

disolusi berada dibawah kondisi yang tidak jenuh dengan kondisi pengujian

tanpa adanya pengaruh gradien konsentrasi. Sampel dilakukan pengenceran

10x dan diukur serapannya pada panjang gelombang 313,3 nm dan dihitung

kadarnya dengan menggunakan persamaan regresi y=0,0516x + 0,0059.

Hasil disolusi keempat sampel diplot dalam bentuk grafik pada gambar 4.3.

Tabel 4.3 Data Rata-Rata Persen Ranitidin HCl yang Terlepas dari Keempat

Merek Obat.

Keterangan : Inovator , Generik dan Generik Bermerek (Obat A dan Obat B)

Waktu

(menit)

Rata-rata Kadar Disolusi Obat (%)

Inovator Generik Obat A Obat B

5 14,239 38,710 46,465 13,849

10 38,555 69,040 79,775 35,971

15 59,725 93,116 88,295 59,716

30 91,701 99,957 92,741 89,886

45 98,555 102,014 93,465 97,049

60 98,642 100,013 91,504 99,416

Page 58: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.4 Data Uji Disolusi Menit ke-45 dari keenam Tablet Uji

Obat Kadar (%)/ Tablet Uji Rata-

rata

1 2 3 4 5 6

GB Generik 100,53 102,50 103,27 103,16 100,10 102,54 102,02

GM Obat A 95,715 95,244 94,885 85,709 99,807 89,430 93,465

Obat B 93,067 97,337 99,619 94,299 101,23 96,747 97,049

Inovator 99,452 98,372 98,509 97,664 98,605 98,727 98,56

Keterangan : GB (Generik Berlogo) dan GM (Generik Bermerek).

Persyaratan uji disolusi menurut Farmakope Indonesia IV yaitu hasil

pengujian memenuhi tahap S1 6 tablet uji dengan tiap unit sediaan tidak

kurang Q+5%, S2 rata-rata dari 12 unit (S1+S2) adalah sama dengan atau

lebih besar dari Q dan tidak ada satu unit sediaan yang lebih kecil dari Q-

15% dan S3 rata-rata dari 24 unit (S1 + S2 + S3) adalah sama dengan atau

lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q-

15% dan tidak lebih dari satu unit pun yang lebih kecil dari Q-25%.

Toleransi dalam waktu 45 menit harus larut tidak kurang dari 80% (Q)

C13H22N4O3 dari jumlah yang tertera pada etiket.

Atas dasar penerimaan yang dikeluarkan oleh Farmakope Indonesia

IV, maka obat Inovator, generik , obat bermerek A dan obat bermerek B

dari tablet Ranitidin HCl memenuhi persyaratan disolusi sebagaimana yang

telah ditetapkan karena tidak ada satu tablet pun yang kurang dari Q+5%.

Berdasarkan nilai Q45 yang diperoleh dari produk inovator, generik, obat A

dan obat B berturut-turut adalah 98,55%, 102,01%, 93,465 % dan 97,049 %.

Rata–rata kadar obat generik pada menit ke-45 lebih besar diantara ketiga

sampel uji, hal ini sejalan dengan kadar obat yang terlepas pada 5 menit

pertama juga memiliki kadar yang paling besar diantara ketiga obat lainnya.

Dengan demikian obat generik memiliki laju pelepasan awal yang paling

cepat diantara tiga obat lainnya, sehingga waktu yang dibutuhkan obat ini

unutk menimbulkan efek lebih cepat.

Page 59: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.3 Profil Disolusi Keempat Merek Obat Keterangan : Inovator , Generik dan Generik Bermerek (Obat A dan Obat B)

Dari grafik pada gambar 4.3 dapat dilihat hasil uji disolusi semua

produk yang diuji memiliki profil disolusi yang memiliki pola yang mirip.

Profil disolusi tersebut khas untuk pola profil disolusi produk tablet

immediate release. Kadar obat yang terlepas antar sampel tidak serupa dapat

dilihat terjadi perlonjakan tajam pada menit kesepuluh oleh tablet generik

dan dapat dilihat kadar zat aktif yang dilepaskan dari sampel generik

ternyata lebih besar dibandingkan ketiga sampel uji.

Ada banyak faktor yang dapat menjadi penyebab perbedaan profil

disolusi antara obat inovator dan generiknya, antara lain formulasi, cara

pembuatan tablet, jumlah dan jenis eksipien yang dipakai (Jones D.

fasttrack, 2008 dan Augsburger L, 2008). Oleh sebab itu, sifat akhir suatu

sediaan, seperti ketersediaan hayati dan stabilitasnya, sangat bergantung

pada eksipien yang dipilih, jumlah eksipien yang dipakai, dan interaksinya

dengan zat aktif atau sesama eksipien.

4.5.2 Analisa Statistik Pelepasan Ranitidin HCl

Hasil uji disolusi yang diperoleh kemudian dilakukan analisa

statistik untuk melihat apakah terdapat perbedaan profil pelepasan Ranitidin

HCl dari keempat merek obat. Analisa statistik dilakukan dengan

membandingkan persen Ranitidin HCl yang terlepas tiap waktunya. Hasil

uji normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukan bahwa data persen kadar

0

20

40

60

80

100

120

0 20 40 60 80

% K

um

ula

tif

Pe

lep

asan

Ran

itid

in H

Cl

Waktu (menit)

KadarDisolusi Obat(%) Inovator

KadarDisolusi Obat(%) Generik

KadarDisolusi Obat(%) Obat A

KadarDisolusi Obat(%) Obat B

Page 60: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ranitidin HCl yang terlepas terdistribusi normal (p ≥ 0,05). Setelah

dilakukan uji normalitas, dilakukan uji homogenitas Levene. Hasil uji

homogentias menghasilkan data tidak terdistribusi secara homogen. Oleh

karena itu analisa dilanjutkan dengan uji non-parametrik Kruskal-Wallis.

Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukan nilai signifikansi p < 0,05 pada menit

5–45 dan hanya pada waktu ke–60 p >0,05 sebesar 0,591 yang artinya

hampir disetiap menit pengambilan sampel persen kadar yang terlepas pada

menit 5–45 dari keempat merek obat, memiliki perbedaan yang bermakna,

untuk mengetahui letak perbedaan tersebut, maka dilanjutkan dengan

analisa menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil analisa dengan

menggunakan uji Mann-Whitney dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Hasil Uji Mann-Whitney Data Persen Pelepasan Ranitidin HCl dari

Obat Inovator, Generik , Obat Bemerek A dan Obat Bermerek B.

Waktu Berbeda Secara Bermakna

(p≤0,05)

Tidak Berbeda Secara

Bermakna

(p≥0,05)

Menit 5 Inovator dengan Generik

Inovatro dengan Obat A

Generik dengan Obat B

Obat A dengan Obat B

Inovator dengan Obat B

Generik dengan Obat A

Menit 10 Inovator dengan generik

Inovator dengan Obat A

Generik dengan Obat B

Generik dengan Obat A

Obat A dengan Obat B

Inovator dengan Obat B

Menit 15 Inovator dengan Generik

Inovator dengan Obat A

Generik dengan obat A

Generik dengan Obat B

Obat A dengan Obat B

Inovator dengan Obat B

Menit 30 Inovator dengan Generik

Generik dengan Obat B

Inovator dengan Obat A

Generik dengan obat A

Inovator dengan Obat B

Generik dengan obat A

Menit 45 Inovator dengan Generik

Generik dengan Obat B

Inovator dengan Obat B

Inovator dengan Obat A

Generik dengan obat A

Menit 60 Inovator dengan Generik

Inovator dengan Obat A

Generik dengan obat A

Generik dengan Obat B

Page 61: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Obat A dengan Obat B

Inovator dengan Obat B

Seperti hasil dari Kruskal-Wallis tidak ada perbedaan yang bermakna

pada menit ke–60. Secara keseluruhan hasil analisa statistik menunjukan

bahwa ada perbedaan bermakna profil disolusi keempat obat uji. Mulai dari

menit ke-45 data menunjukkan tidak berbeda bermakna antara sampel uji

inovator dengan obat A dan generik dengan obat A, meskipun terdapat

perbedaan setiap sampel uji memiliki mutu dan kualitas yang baik dilihat

dari persen pelepasan obat pada menit ke–45 dimana setiap sampel uji

telah memenuhi persyaratan pelepasan tablet yaitu diatas 85%.

4.6 Uji Difusi Tablet Ranitidin

Uji Difusi terhadap Tablet Ranitidin dilakukan untuk melihat

kemampuan zat aktif melintasi membran usus dari perbedaan formulasi

antar setiap merek tablet uji dan untuk melihat formulasi dari merek uji

yang mana yang memberikan persentasi difusi yang tinggi yang berbanding

lurus dengan bioavailabilitas obat. Pengujian difusi ini dilakukan dengan

menggunakan franz diffusion cell. Pemilihan metode ini berdasarkan alat

yang tersedia di Prodi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan

didukung dengan adanya pengujian difusi tablet dengan menggunakan

metode yang sama oleh Chandra, 2014. Persentase kumulatif difusi melalui

membran usus kambing dengan luas area difusi sebesar 2 cm2 dengan

volume kompartemen reseptor yaitu dapar fosfat pH 7,4 sebanyak 18,5 ml

dan volume kompartemen donor 2,5 ml.

Uji difusi menggunakan usus kambing karena mudah didapat dan

telah digunakan pada penelitian sebelumnya pada obat ciprofloxacin yang

sama- sama BSC Class III. Usus kambing yang digunakan berasal dari Pasar

Ciputat, Banten. Usus kambing yang digunakan berupa usus segar yang

diambil langsung kemudian direndam NaCl fisiologis agar tetap baik

sebelum digunakan.

Page 62: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.6 Jumlah Persen Difusi Tablet Ranitidin dari Keempat Merek Uji

Waktu % difusi rata-rata Bobot mg Terdifusi

Inovator Generik Obat A Obat B Inovator Generik Obat A Obat B

5 2,615 7,343 3,533 5,326 3,923 11,014 5,300 7,989

15 3,766 8,546 5,664 12,073 5,650 12,819 8,496 18,109

30 5,284 15,052 7,897 20,867 7,927 22,578 11,845 31,301

60 10,054 22,322 10,733 25,492 15,081 33,483 16,099 38,238

75 13,971 25,438 12,033 29,625 20,956 38,157 18,050 44,438

90 16,608 28,674 16,783 33,271 24,912 43,012 25,174 49,906

120 24,119 35,748 21,913 37,114 36,179 53,621 32,870 55,672

180 43,483 50,899 31,551 45,039 65,226 76,348 47,326 67,558

210 48,287 60,168 33,796 49,418 72,430 90,251 50,695 74,126

Keterangan : Inovator , Generik dan Generik Bermerek (Obat A dan Obat B)

Gambar 4.4 Grafik Persetase Difusi Tablet Ranitidin HCl

Dari hasil difusi Ranitidin HCl selama 3 jam pada Tabel 4.5 dapat

dilihat bahwa nilai persentase dan jumlah difusi zat aktif melalui membran

-10

0

10

20

30

40

50

60

70

0 50 100 150 200 250

% d

ufi

si o

bat

waktu (menit)

% DIFUSI TABLET RANITIDIN

Paten Generik Obat A Obat Bobat A Inovator

Generik Obat B

Page 63: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

usus kambing tertinggi dihasilkan oleh tablet generik yaitu 60,168% yang

diikuti Obat B yaitu 49,418 %, kemudian obat inovator yaitu 48,287 dan

yang nilai terendah adalah Obat A yaitu 33,796%. Nilai tersebut

menunjukan kadar Ranitidin yang terdapat dalam reseptor. Ranitidin yang

berdifusi sebagian tertinggal dalam jaringan membran usus kambing yang

digunakan sebagai membran. Oleh karena itu, jumlah total Ranitidin yang

berdifusi sebenarnya lebih besar dari nilai yang terukur dalam cairan

reseptor (Anggraeni, 2013). Nilai difusi ini dapat menggambarkan

bioavalabilitas obat, semakin tinggi nilai difusi maka semakin tinggi

bioavalibalitasnya yang berpengaruh terhadap efektivitas obat, karena

terkait dengan sifat zat aktif ranitidin sendiri permeabilitas rendah sehingga

data uji disolusi belum bisa menggambarkan kemmpuan zat aktif yang

mencapai reseptor.

Dari hasil pengolahan data menggunakan statistik SpSS 21

menunjukan bahwa hasil persentase difusi Ranitidin pada terdistribusi

normal, namun datanya tidak terdistribusi secara homogen. Analisa

dilanjutkan dengan menggunakan Kruskal Wallis, berdasarkan data dari ini

signifikansi >0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data tidak berbeda

secara bermakna.

Page 64: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

49

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Keempat obat memenuhi persyaratan penetapan kadar dan uji disolusi

sebagaimana yang ditetapkan FI IV, sehingga keempat obat uji

memiliki kualitas dan mutu yang baik. Dimana hasil penetapan kadar

dari produk inovator, generik berlogo, generik bermerek (obat A dan

obat B) berturut–turut adalah 99,59% ± 1,288, 100,705% ± 1,183,

94,19% ±1,024 dan 97,278% ± 1,561 yang nilainya tidak kurang dari

90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

Persen pelepasan Ranitidin HCl pada jam ke 45 dari produk inovator,

generik berlogo, generik bermerek (obat A dan obat B) berturut- turut

adalah 98,55% ± 0,578, 102,01% ± 1,364, 93,465% ± 5,041 dan

97,049% ± 3,08 sehingga memenuhi persyaratan FI IV dimana Q45 >80

+5 %.

2. Hasil pengujian difusi tablet Ranitidin dari produk inovator, generik,

obat A dan obat B berturut- turut adalah 48,287% ±0,055, 60,168%

±0,309, 33,796% ±0,067 dan 49,418% ±0,748.

3. Hasil perbandingan uji penetapan kadar, disolusi dan difusi dilihat

dengan analisa statistik dimana hasil analisa statistik untuk uji disolusi

menunjukan ada perbedaan bermakna dengan signifikansi <0,05, dan

untuk hasil analisa statistik difusi tidak ada perbedaan bermakna antar

setiap sampel uji dengan signifikansi >0,05. Meskipun nilai persen

disolusi antar sampel tidak identik hal ini tidak mengurangi mutu dan

kualitas tablet uji sehingga semua sampel uji dapat dikatakan

berkualitas dan bermutu baik.

4. Hasil dari semua pengujian keempat tablet uji memenuhi persyaratan

yang ditetapkan, dari ketiga pengujian yang dilakukan Tablet Ranitidin

HCl generik berlogo memiliki nilai pengukuran paling besar diantara

Page 65: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ketiga tablet uji lainnya baik penetapan kadar dengan nilai 100,705% ±

1,183, uji disolusi Q45 102,01% ± 1,364 dan uji difusi 60,168% ±0,309.

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa tidak ada korelasi antara kualitas

dan harga.

5.2 Saran

1. Untuk penelitian berikutnya, dikarenakan keterbatasan sarana pada saat

pengujian disarankan untuk dapat melakukan prosedur pengujian sesuai

metode yang ditetapkan FI IV sehingga mendapatkan hasil yang lebih

valid.

2. Sebaiknya dilakukan pengambilan sampel yang lebih banyak sehingga

dapat mewakili kualitas setiap sub populasi uji.

3. Diharapkan para dokter tidak perlu ragu lagi dalam memberikan resep

tablet Ranitidin HCl 150 mg generik karena tidak ada perbedaan mutu

antara tablet Ranitidin HCl 150 mg generik dengan generik bermerek

dalam hal terpenuhinya syarat baku menurut Farmakope Indonesia IV.

Page 66: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

51

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Y.(2013). Profil Difusi Natrium Diklofenak dari Sediaan Patch ke

Gingiva Sapi. Lembaga Penelitian dan Pengembangan kepada Masyarakat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta.

Augsburger L, Hoag S, editors. Pharmaceutical Dosage Froms–Tablets Volume

1. 3rd ed. New York: Infroma Healthcare; 2008.

Balitbang Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta:

Balitbang Kemenkes RI

Banakar, U.V.,(1992) Pharmaceutical Dissolution Testing, New York : Marcel

Dekker Inc.,

BPOM, (2004). Pedoman Uji Bioekivalensi, available at www. Pom.go.id/ publik/

hukum_perundangan/pdf/HK.0005.3.1 818.

British Pharmacopoeia. (2009). British Pharmacopoeia. I&II. London : Medicines

and Healthcare Regulatory.

British Pharmacopoeia. (2014). British Pharmacopoeia. I&II. London : Medicines

and Healthcare Regulatory.

Brown, P dan DeAntonis, K. (1997). High Performance Liquid Chromatography.

New Jersey: Prentice Hall Inc.

Chakraborti, Chnadra Kanti, Subhashreee Sahoo,& Pradipta Kumar Behera.

(2014). Role of different biodegeradable polymers on the permeability of

ciprofloxacin. India; Journal of Advanced Pharmabeutical Technology &

Research. 5 (3).

Dash, S., Murthy, P.N, Nath, L., Chowdhury, P. (2010). Kinetik Modeling on

Drug Release from Controlled Drug Delivery System. Acta Poloniae

Pharmaceutics-drug Reseaerch, 67 (3), 217-223.

Devendra Singh, Pankaj Kumar Sharmadan udai Vir Singh Sara. (2013).

Development, optimization and evaluation of solid dosage form of

Thiocolchicoside by using absorption enhancers. Scholars Research

Library Der Pharmacia Lettre, 2013, 5 (3):405-414.

Deferme, S., Annaert, P., & Augustijns, P. (2008). In vitro screening models to

assess intestinal drug absorption and metabolism. Drug absorption studies:

In situ, in vitro and in silico models. Springer (pp. 182-215).

Page 67: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Depkes RI. (2006). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 189/

Menkes/SK/III/2006. Kebijakan Obat Nasional.

Ditjen POM (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Kelima . Jakarta: Departemen

Kesehatan R.I.

Erlitha, Angela. (2015). Evaluasi Pelaksanaan Pelayanan Resep Obat Generik

Pada Pasien BPJS Rawat Jalan DI RSUP. Prof.DR.R.D Kandou Manado

Periode Januari-Juni 2014.Dalam : Pharmacom Jurnal Ilmiah Farmasi-

UNSRAT 4 (4) : 64.

Gandjar, G.H., dan Rohman, A., (2007). Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar:

Yogyakarta.

Goodman and Gilman. (2002). Dasar Farmakologi Terapi. Jakarta. EGC: Vol 2.

Hamilton, R. J. dan Sewell, P. A. (1977). Introduction to High Performance

Liquid Chromatography. Liverpool: Chapman and Hall Ltd

Harmita. (2006). Analisis Fisikokimia. Departemen Farmasi FMIPA UI.

Jennifer B., Dressman. (2000). Oral Drug Absorbstion Predicted and Assessment.

New York : Marcel Dekker, Inc.

Johnson, L.E. dan Stevenson, R. (1991). Dasar Kromatografi Cair. Alih Bahasa

Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung.

Jones, D. Fasttrack. 2008. Pharmaceutics : Dosage Form and Design. London :

Pharmaceutical Press.

Kazakevich, Y., dan R. LoBrutto. (2007). Method Validation. In : LoBrotto, R.,

dan T. Patel., Edotors. HPLC for Pharmaceutical Scientist, New Jersey :

John Wiley & Sons, Inc.

Lachman, L., Liebermann, H.A. dan J.I. Kanig. (1994). Teori dan Praktek

Farmasi Industri, Edisi Ketiga. Jakarta: UI Press.

Meyer, V.R. (2004). HPLC A Practical User’s Guide, 2nd Edition. New Jersey:

John Wiley & Sons, Inc.

Mouzam, I., Dehghan, M. H. G,. Asif S., Sahuji, T., Chudiwal, P. (2011).

Development of a Novel Floating Ring Capsule-Type Dosage Form for

Stomach Spesific Delivery. Saudi Phamaceutical Journal.

Pallavi, Salve et al,. (2010). Simple Validated Spectroscopic Method for

Estimation of Ranitidine From Tablet Formulation.India ; International

Journal of PharmTech Reseaech CODEN (USA) ; 2 (3);2071-2074

Page 68: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Permenkes. (2010). Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas

Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Jakarta :Menteri Kesehatan Republik

Indonesia.

Puspitasari, Ika. (2006). Cerdas Mengenali Penyakit dan Obat. Yogyakarta:

Penerbit B-First.

Ritger, P.L,. dan Peppas, N. A. (1986). A Simple Equation for Description of

Solute Release II. Fickian and Anomalous Release from Swellable

Devices. Journal of Controlled Release, 5, 37-42.

Sastroasmoro, S., (2008). Pemilihan Subyek Penelitian. Dalam: Sastroasmoro, S.,

Ismael, S., ed. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: CV.

Sagung Seto.

Shargel, L., and Kanfer, I. (2005), Generic Drug Product Development : Solid

Oral Dossage Form, Marcel Dekker Inc, New York.

Siepmann ,J. Dan Peppas, N.A.(2001). Modeling of Drug Release From Delivery

System Based on Hydroxypropyl methylcellulose (HPMC). Advanced

Drug Delivery Reviews, 28;139-157.

Sinko, Patrick J. (2006). Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika Martin Ed V.

Jakarta : EGC.

Situmorang, Mangasa. (2011). Gambaran Pengetahuan Mahasiswa Bidan

Pendidik D-IV USU terhadap obat generik dan Obat generik bermerek.

Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Siregar, Charles.(2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-dasar Praktis.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Snyder, L.R., J.J. Kirkland, and J.L. Glajch. (1997). Practical HPLC Method

Development. 2 nd Edition. New York: John Willey & Sons, Inc. p. 119-

144.

Sudjadi. (2007). Kimia Farmasi Analisis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sulaiman, T.N.S. (2007). Teknologi dan Formulasi Sediaan Tablet, Cetakan

Pertama. Yogyakarta: Mitra Communications Indonesia.

Syamsuni, H.A. (2007). Ilmu Resep. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Technical Brief. (2009).Development Validation of In Vitro Release Testing

Methods for Semisolid Formulation. 3894 Courtney Street Bethlehem

USA, PA .10. 18017-8920.

Page 69: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

The United State Pharmacopoeial Convention. (2006). The United States.

Pharmacopoeia (USP).

Wagner,J.G., Pennarowski, M., (1971), “Biopharmaceutics and Relevant

Pharmacokinetics”, First Edition, Drug Intelligence Publication, Hamilton,

Ilinois, 115-120.

Page 70: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

55

Lampiran 1. Bagan Alur Penelitian

Produk Ranitidin

Inovator, Generik,

bermerek PMA dan

PMDN .

Purposive Sampling

Ranitidin

BPFI Pembuatan

Larutan

Ranitidin

Pengukuran Panjang Gelombang

Maksimal UV-Visible

Pembuatan Kurva Kalibrasi

Linearitas Akurasi

Sampel

Uji

Disolusi Uji Difusi

Penetapan Kadar

dengan KCKT

Spektro UV-

Visible

Spektro

UV-

Visible

Analisa

Statistik

Page 71: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

56

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|

Lampiran 2. Alat Uji Disolusi (Erweka)

Lampiran 3. Spektrofotometer (Hitachi)

Lampiran 4. Timbangan Analitik (KERN ACJ/AC5)

Page 72: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|

Lampiran 5. pH meter (Navi)

Lampiran 6. Ultra Sonikator (Elmasonic)

Lampiran 7. Diffusion Tester (Sel Franz)

a

b c

keterangan : a. Rangkaian alat franz diffusion cell; b.membran usus kambing; c.

Kompartemen donor dan reseptor (tampak samping).

Page 73: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

58

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|

Lampiran 8. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Ultimate 3000)

Page 74: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

59

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|

Lampiran 9. Sertifikat Analisis Standar Ranitidin HCl

Page 75: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

60

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|

Lampiran 10. Sertifikat Analisis Metanol Grade HPLC

Page 76: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

61

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|

Lampiran 11. Sertifikat Buffer Natrium Dihidrogen Fosfat

Page 77: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

62

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|

Lampiran 12. Pemilihan Sampel Tabler Ranitidin

Status obat No Produk obat Perushaan yang

memproduksi

Ketersediaan

di pasaran

Generik berlogo

1 Ranitidin Soho √

2 Ranitidin Indofarma -

3 Ranitidin hexpharm -

Generik bermerek

1 Radin Dexa medica -

2 Ranticid Kimia farma √

3 Ranivell Novell pharma -

4 Ranin Pharos -

5 Ranilex Molex ayus -

6 Rancus Mersifarma -

7 Renatac fahrenheit -

8 Rantin Kalbe farma √

9 Ratinal Gracia -

10 Scanarin Tempo Scan -

11 Tricker Meprofarm -

12 Tyran Pyridam -

13 Triocid Zenith -

14 Zantadin Soho -

15 Zantifar Ifars -

16 Zenti Zenith -

17 Zumaran Sandoz √

18 Ultiran Heroic -

19 Ulceranin Otto √

20 Wiacid Landson -

21 Xeradin Mestika -

22 yekaradin yekatria -

23 Zantac Glaxo Smithkline √

Generik berlogo 3 x 25% = 0,75 ( 1 sampel)

Generik bermerek 22 x 25% = 5 sampel

Generik yang tersedia dipasaran 4 x 25 % = 1 ( 1 sampel)

Page 78: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

63

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|

Lampiran 13. Kurva Kalibrasi Ranitidin HCl dalam Medium Aquadest

Lampiran 14. Kurva Kalibrasi Ranitidin HCl dalam Medium Buffer Fosfat pH 7,8

y = 0,0516x + 0,0059R² = 0,9995R = 0,9997

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

0 5 10 15 20 25 30

abso

rban

si

konsentrasi (ppm)

Kurva Kalibrasi Ranitidin dalam Aquades

y = 0,0431x + 0,0029R² = 0,9997R = 0,9999

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

0 5 10 15 20 25 30

abso

rban

si

Konsentrasi (ppm)

Kurva Kalibrasi Ranitidin dalam Medium Fosfat

Page 79: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

64

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|

Lampiran 15. Kurva Kalibrasi Ranitidin HCl dalam fase gerak

metanol:ammonium asetat (70:30)

Lampiran 16. Prosedur Pembuatan Amounium Asetat0,1 M dan Buffer Fosfat pH

7,8

Larutan Prosedur

Amonium Asetat 0,1 M Sebanyak 1,7089 gram Amonium

Asetat ditimbang, kemudian dilarutkan

dalam aquadestilata sebanyak 1 liter.

Fosfat pH 7,8 Sebanyak 0,58 gram kalium

dihidrogen fosfat (Monobasic

Potassium Phospate) ditimbang, dan

8,86 gram Natrium Fosfat anhidrat

(dibasic sodium phosphate anhydrous,

kemudian dilarutkan dengan 1000 mL

aquadestilata dan di adjust dengan

10% asam fosfat atau Natrium

Hidroksida hingga pH 7,8.

Larutan baku (kurva kalibrasi) dalam

aquadestilata

Ditimbang 50 mg Ranitidin HCl,

dilarutkan dalam labu ukur 50 mL

aquadest sehinga diperoleh larutan

dengan konsentrasi 1000 ppm.

Kemudian dilaukan pengenceran

bertingkat unutk mendapatkan

konsentrasi 0, 5, 10, 15, 20 dan 25

ppm dengan mengambil sejumlah

y = 0,8015x + 4,2959R² = 0,9994R = 0,9996

0

20

40

60

80

100

120

0 20 40 60 80 100 120 140

Luas

Are

a

konsentrasi (ppm)

Kurva Kalibrasi Ranitidin dalam Medium Metanol: Amonium Asetat 70:30)

Page 80: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

65

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|

larutan baku 1000 ppm dan

melarutkannya dengan aquadest

sejumlah tertentu.

Larutan baku (kurva kalibrasi) dalam

Dapar fosfat pH 7,4

Ditimbang 50 mg Ranitidin HCl,

dilarutkan dalam labu ukur 50 mL

dapar fosfat sehinga diperoleh larutan

dengan konsentrasi 1000 ppm.

Kemudian dilaukan pengenceran

bertingkat unutk mendapatkan

konsentrasi 0, 5, 10, 15, 20 dan 25

ppm dengan mengambil sejumlah

larutan baku 1000 ppm dan

melarutkannya dengan dapar fosfat pH

7,4 sejumlah tertentu.

Larutan baku (kurva kalibrasi) dalam

aquadestilata

Dibuat fase gerak dengan

perbandingan metanol : ammonium

asetat 70:30. Kemudian ditimbang

ranitidin 50 mg kemudian dilarutkan

dalam larutan fase gerak 50 mL

sehingga diperoleh konsentasi 1000

ppm, Kemudian dilaukan pengenceran

bertingkat unutk mendapatkan

konsentrasi 20, 40, 60, 80, 100 dan

120 ppm dengan mengambil sejumlah

larutan baku 1000 ppm dan

melarutkannya dengan dapar fosfat pH

7,4 sejumlah tertentu.

Lampiran 17. Data Kurva Kalibrasi Ranitidin HCl dalam Aquadestilata

Konsentrasi Absorbansi

0 0

5 0,270

10 0,513

15 0,788

20 1,050

25 1,282

Page 81: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

66

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|

Lampiran 18. Data Kurva Kalibrasi Ranitidin HCl dalam Dapar Fosfat pH 7,8

Konsentrasi Absorbansi

0 0

5 0,215

10 0,436

15 0,654

20 0,872

25 1,069

Lampiran 19. Data Kurva Kalibrasi Ranitidin HCl dalam Medium Metanol:

Amonium Asetat (70:30)

Konsentrasi Luas Area

20 20,8014

40 35,9844

60 52,7299

80 67,9413

100 83,4484

120 101

Lampiran 20. Data Penetapan Kadar dari Keempat Merek Tablet Salut Ranitidin

HCl

Merek Luas

Area

C (ppm) Kadar

(mg)

Kadar

(%)

Rata-

rata (%)

SD RSD

Obat A 104,710 125,15 141,164 94,1 94,19 1,024 1,087 105,566 126,21 142,367 94,9

104,116 124,41 140,330 93,6

Obat B 89,8350 106,62 145,051 96,7 97,28

1,561 1,605 89,7940 106,57 144,982 96,6

91,4100 108,58 147,720 98,5

Generik 123,624 148,70 149,879 99,92 100,71 1,183 1,176

125,510 151,05 152,246 101,5

124,557 149,87 151,050 100,7

Inovator 92,3437 109,74 148,208 98,8 99,59 1,288 1,293

93,8628 111,64 150,763 100,5

92,9337 110,48 149,201 99,5

Page 82: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

67

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|

Lampiran 21. Hasil Kromatogram Penetapan Kadar Tablet Ranitidin

sampel waktu retensi luas area tinggi puncak asimetrisitas

1 1,727 92,343 575,8264 3,71

2 1,720 93,862 542,9015 3,34

3 1,733 92,934 556,6786 4,03

Rata-rata 1,727 93,046 558,4688

RSD 0,386% 0,765% 2,961%

Page 83: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

68

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|

sampel waktu retensi luas area tinggi puncak asimetrisitas

1 1,687 123,624 703,38 3,61

2 1,713 125,51 677,44 4,34

3 1,727 124,557 731,36 4,02

Rata-rata 1,709 124,56 704,059

RSD 1,19% 0,943% 3,83%

sampel waktu retensi luas area tinggi puncak asimetrisitas

1 1,733 104,71 553,2017 2,61

2 1,707 105,566 555,8432 4,05

3 1,700 104,116 549,8035 4,21

Rata-rata 1,713 104,7973 552,9494

RSD 1,029% 0,7289% 0,548%

Page 84: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

69

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|

sampel waktu retensi luas area tinggi puncak asimetrisitas

I 1,72 89,835 539,32 4,36

2 1,713 89,794 505 4,44

3 1,733 91,41 569,59 3,97

Rata-rata 1,722 90,346 537,971

RSD 0,59% 0,9213% 6,01%

Lampiran 22. Uji Difusi Tablet Ranitidin HCl Merek A,B,C dan D

Wakt

u

% kumulatif Tablet A Bobot Kumulatif (mg) Tablet B

1 2 Rata-

rata

SB

1 2

Rata-

rata

SB

0 -0,062 -0,062 0,0622 0 -0,093 -0,093 -0,093 0

5 3,4688 3,5976 3,5332 0,091 5,203 5,396 5,299 0,136

15 5,6426 5,6849 5,6638 0,029 8,464 8,5275 8,496 0,045

30 7,7769 8,0159 7,8965 0,169 11,665 12,024 11,845 0,254

60 10,381 11,084 10,733 0,497 15,571 16,626 16,099 0,746

75 11,995 12,072 12,033 0,054 17,99 18,108 18,050 0,083

90 16,686 16,879 16,783 0,136 25,03 25,318 25,174 0,204

120 21,792 22,035 21,913 0,171 32,69 33,052 32,870 0,256

180 31,434 31,668 31,551 0,165 47,150 47,502 47,327 0,249

210 33,748 33,844 33,796 0,067 50,623 50,766 50,695 0,101

Page 85: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

70

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|

waktu % kumulatif Tablet B Bobot Kumulatif (mg) Tablet A

1 2 Rata-

rata

SB 1 2 Rata-

rata

SB

0 0,0685 0,0731 0,0707 0,003 0,1028 0,1096 0.1061 0,005

5 5,2031 5,449 5,326 0,173 7,8047 8,1735 7,989 0,260

15 11,8985 12,248 12,073 0,247 17,847 18,372 18,109 0,371

30 20,750 20,985 20,868 0,166 31,125 31,477 31,301 0,249

60 25,129 25,856 25,492 0,514 37,693 38,784 38,238 0,771

75 29,227 30,0232 29,625 0,562 43,840 45,034 44,437 0,844

90 32,725 33,817 33,271 0,772 49,087 50,726 49,906 1,158

120 36,521 37,707 37,114 0,838 54,782 56,561 55,672 1,257

180 44,497 45,580 45,039 0,765 66,746 68,370 67,558 1,148

210 48,889 49,947 49,418 0,748 73,333 74,920 74,126 1,122

waktu % kumulatif Tablet Generik Bobot Kumulatif (mg) Tablet

C

1 2 Rata-

rata

SB 1 2 Rata-

rata

SB

0 0,06224 -0,06224 -0,06224 0,088 -0,093 -0,093 -0,093 0

5 7,05295 7,632425 7,342691 0,409 10,579 11,45 11,014 0,615

15 8,41293 8,678596 8,545766 0,188 12,619 13,018 12,82 0,282

30 14,8727 15,23057 15,05162 0,253 22,309 22,85 22,58 0,382

60 22,3388 22,30574 22,32227 0,023 33,508 33,46 33,48 0,034

75 25,2985 25,57755 25,43805 0,197 37,948 38,37 38,16 0,298

90 28,7803 28,56862 28,67448 0,149 43,170 42,85 43,01 0,226

120 35,6792 35,81607 35,74762 0,096 53,519 53,72 53,62 0,142

180 50,8698 50,92778 50,89878 0,040 76,305 76,391 76,35 0,060

210 59,9490 60,38637 60,16769 0,309 89,924 90,579 90,25 0,463

waktu % kumulatif Tablet Paten Bobot Kumulatif (mg) Tablet D

1 2 Rata-

rata

SB 1 2 Rata-rata SB

0 0,496 0,4958 0,4958 0,00 0,7436 0,7436 0,7436 0

5 2,722 2,5077 2,615 0,151 4,0835 3,7616 3,92255 0,228

15 3,730 3,8027 3,7665 0,051 5,5953 5,7041 5,6497 0,077

30 5,2398 5,3297 5,2848 0,063 7,8597 7,9946 7,92715 0,095

60 10,000 10,107 10,054 0,075 15,000 15,161 15,0805 0,114

75 13,941 14,001 13,971 0,042 20,911 21,001 20,956 0,064

90 16,564 16,653 16,608 0,063 24,846 24,979 24,9125 0,094

120 24,048 24,19 24,12 0,100 36,072 36,28 36,176 0,147

180 43,511 43,456 43,484 0,038 65,267 65,184 65,2255 0,059

210 48,248 48,326 48,287 0,055 72,372 72,489 72,4305 0,083

Page 86: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

71

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|

Lampiran 23. Uji Pelepasan Tablet Salut Ranitidin HCl Inovator

wakt

u Kadar (%)

Tablet

Rata-

rata

SD RSD

1 2 3 4 5 6

5 14,47 14,08 14,17 14,24 14,23 14,24 14,23 0,129 0,907

10 38,85 38,89 38,59 38,37 38,43 38,19 38,55 0,277 0,718

15 60,89 59,48 59,65 59,33 59,68 59,31 59,72 0,592 0,991

30 93,18 91,71 91,18 91,57 91,15 91,41 91,70 0,757 0,825

45 99,45 97,66 98,37 98,61 98,51 98,73 98,55 0,578 0,587

60 97,77 99,06 98,89 98,69 98,67 98,78 98,64 0,451 0,458

Lampiran 24. Uji Pelepasan Tablet Salut Ranitidin HCl Generik

wakt

u

Kadar (%)

Tablet

Rata-

rata

SD RSD

1 2 3 4 5 6

5 38,61 37,99 37,93 38,13 41,52 38,09 38,71 1,39 3,6

10 71,70 68,58 68,84 68,38 68,62 68,12 69,04 1,33 1,92

15 94,79 92,75 93,86 92,86 92,79 91,64 93,12 1,08 1,16

30 101,15 100,34 100,28 99,55 100,35 98,04 99,96 1,06 1,06

45 100,52 102,50 103,27 103,16 102,54 100,1 102,01 1,36 1,34

60 105,19 98,80 98,41 98,67 98,84 100,17 100,01 2,60 2,60

Lampiran 25. Uji Pelepasan Tablet Salut Ranitidin HCl Merek A

waktu Kadar (%)

Tablet

Rata-

rata

SD RSD

1 2 3 4 5 6

5 48,96 58,38 36,64 49,54 38,267 46,98 46,465 8,021 17,3

10 82,29 89,43 69,83 80,59 75,2 81,29 79,775 6,668 8,36

15 86,46 93,15 85,60 86,75 87,2 90,59 88,295 2,934 3,32

30 90,66 96,29 93,29 92,34 88,27 95,59 92,741 3,017 3,30

45 95,71 95,24 94,89 85,70 99,81 89,43 93,465 5,041 5,40

60 95,58 93,5 95,09 81,99 96,81 86,06 91,504 6,029 6,60

Page 87: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

72

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|

Lampiran 26. Uji Pelepasan Tablet Salut Ranitidin HCl Merek B

wa

ktu

Kadar (%)

Tablet

Rata-

rata

SD RS

D

1 2 3 4 5 6

5 16,872 15,244 14,779 9,663 11,639 14,895 13,85 2,6 0,19

10 32,292 34,430 39,013 33,724 36,885 39,479 35,97 2,9 8,2

15 51,951 58,034 61,538 57,586 64,154 65,032 59,72 4,8 8,2

30 87,210 88,384 92,099 87,755 92,652 91,214 89,89 2,4 2,6

45 93,067 97,337 99,619 94,299 101,23 96,747 97,05 3,1 3,1

60 98,128 103,96 106,12 93,466 103,37 91,763 99,42 5,9 5,9

Lampiran 27. Analisa Statistik Pelepasan Ranitidin HCl dari Tablet

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Menit_5 Menit_10 Menit_15 Menit_30 Menit_45 Menit_60

N 24 24 24 24 24 24

Normal

Parametersa,b

Mean 28,315738 55,835268 75,212872 94,055690 102,577282 100,392000

Std.

Deviation

15,3742267 19,6922892 16,1509711 5,2190628 6,4871057 7,4340605

Most

Extreme

Differences

Absolute ,272 ,297 ,240 ,225 ,141 ,196

Positive ,272 ,297 ,236 ,225 ,062 ,154

Negative -,206 -,234 -,240 -,104 -,141 -,196

Kolmogorov-Smirnov Z 1,331 1,454 1,176 1,102 ,691 ,958

Asymp. Sig. (2-tailed) ,058 ,029 ,126 ,176 ,726 ,318

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Menit_5 6,972 3 20 ,002

Menit_10 5,480 3 20 ,006

Menit_15 7,313 3 20 ,002

Menit_30 3,970 3 20 ,023

Menit_45 18,439 3 20 ,000

Menit_60 11,757 3 20 ,000

Keterangan : Signifikansi menit 5-60 < 0,05 , data tidak terdistribusi homogen

sehinnga analisa statistik dilanjutkan dengan analisis nonparametrik

Kruskal Wallis.

Page 88: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

73

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|

Kruskal Wallis Test

Ranks

OBAT N Mean Rank

Menit_5

zantac 6 5,50

generik 6 16,83

obat bermerk A 6 20,17

obat bermerek B 6 7,50

Total 24

Menit_10

zantac 6 7,50

generik 6 15,67

obat bermerk A 6 21,33

obat bermerek B 6 5,50

Total 24

Menit_15

zantac 6 6,50

generik 6 20,83

obat bermerk A 6 16,17

obat bermerek B 6 6,50

Total 24

Menit_30

zantac 6 9,67

generik 6 20,50

obat bermerk A 6 13,00

obat bermerek B 6 6,83

Total 24

Menit_45

zantac 6 5,50

generik 6 11,50

obat bermerk A 6 13,33

obat bermerek B 6 19,67

Total 24

Menit_60

zantac 6 9,67

generik 6 11,67

obat bermerk A 6 13,83

obat bermerek B 6 14,83

Total 24

Page 89: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

74

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|

Test Statisticsa,b

Menit_5 Menit_10 Menit_15 Menit_30 Menit_45 Menit_60

Chi-Square 18,187 19,447 18,587 12,527 12,247 1,913

df 3 3 3 3 3 3

Asymp. Sig. ,000 ,000 ,000 ,006 ,007 ,591

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: OBAT

Keterangan : Signifikansi <0,05 pada menit 5-45 data berbeda secara signifikan

analisa dilanjutkan dengan analisis nonparametrik Mann Whitney.

Mann Whitney Test

Ranks

OBAT N Mean Rank Sum of Ranks

Menit_5

zantac 6 3,50 21,00

generik 6 9,50 57,00

Total 12

Menit_10

zantac 6 3,50 21,00

generik 6 9,50 57,00

Total 12

Menit_15

zantac 6 3,50 21,00

generik 6 9,50 57,00

Total 12

Menit_30

zantac 6 3,50 21,00

generik 6 9,50 57,00

Total 12

Menit_45

zantac 6 3,50 21,00

generik 6 9,50 57,00

Total 12

Menit_60

zantac 6 5,67 34,00

generik 6 7,33 44,00

Total 12

Page 90: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

75

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|

Test Statisticsa

Menit_5 Menit_10 Menit_15 Menit_30 Menit_45 Menit_60

Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 13,000

Wilcoxon W 21,000 21,000 21,000 21,000 21,000 34,000

Z -2,882 -2,882 -2,882 -2,882 -2,882 -,801

Asymp. Sig. (2-tailed) ,004 ,004 ,004 ,004 ,004 ,423

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,002b ,002b ,002b ,002b ,002b ,485b

a. Grouping Variable: OBAT

b. Not corrected for ties.

Keterangan : Signifikansi < 0,05 obat inovator dan generik berbeda bermakna

Ranks

OBAT N Mean Rank Sum of Ranks

Menit_5

zantac 6 3,50 21,00

obat bermerk A 6 9,50 57,00

Total 12

Menit_10

zantac 6 3,50 21,00

obat bermerk A 6 9,50 57,00

Total 12

Menit_15

zantac 6 3,50 21,00

obat bermerk A 6 9,50 57,00

Total 12

Menit_30

zantac 6 5,67 34,00

obat bermerk A 6 7,33 44,00

Total 12

Menit_45

zantac 6 5,50 33,00

obat bermerk A 6 7,50 45,00

Total 12

Menit_60

zantac 6 5,50 33,00

obat bermerk A 6 7,50 45,00

Total 12

Page 91: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

76

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|

Test Statisticsa

Menit_5 Menit_10 Menit_15 Menit_30 Menit_45 Menit_60

Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 13,000 12,000 12,000

Wilcoxon W 21,000 21,000 21,000 34,000 33,000 33,000

Z -2,882 -2,882 -2,882 -,801 -,961 -,961

Asymp. Sig. (2-tailed) ,004 ,004 ,004 ,423 ,337 ,337

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,002b ,002b ,002b ,485b ,394b ,394b

a. Grouping Variable: OBAT

b. Not corrected for ties.

Keterangan : Signifikansi mulai dari menit 30-60 > 0,05, obat Inovator dan obat

bermerek A tidak berbeda bermakna

Ranks

OBAT N Mean Rank Sum of Ranks

Menit_5

zantac 6 5,50 33,00

obat bermerek B 6 7,50 45,00

Total 12

Menit_10

zantac 6 7,50 45,00

obat bermerek B 6 5,50 33,00

Total 12

Menit_15

zantac 6 6,50 39,00

obat bermerek B 6 6,50 39,00

Total 12

Menit_30

zantac 6 7,50 45,00

obat bermerek B 6 5,50 33,00

Total 12

Menit_45

zantac 6 3,50 21,00

obat bermerek B 6 9,50 57,00

Total 12

Menit_60

zantac 6 5,50 33,00

obat bermerek B 6 7,50 45,00

Total 12

Page 92: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

77

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|

Test Statisticsa

Menit_5 Menit_10 Menit_15 Menit_30 Menit_45 Menit_60

Mann-Whitney U 12,000 12,000 18,000 12,000 ,000 12,000

Wilcoxon W 33,000 33,000 39,000 33,000 21,000 33,000

Z -,961 -,961 ,000 -,961 -2,882 -,961

Asymp. Sig. (2-tailed) ,337 ,337 1,000 ,337 ,004 ,337

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,394b ,394b 1,000b ,394b ,002b ,394b

a. Grouping Variable: OBAT

b. Not corrected for ties.

Keterangan : signifikansi > 0,05 pada menit 5-30 dan 60 obat Inovator dan obat

bermerek B tidak berbeda bermakna.

Ranks

OBAT N Mean Rank Sum of Ranks

Menit_5

generik 6 4,83 29,00

obat bermerk A 6 8,17 49,00

Total 12

Menit_10

generik 6 3,67 22,00

obat bermerk A 6 9,33 56,00

Total 12

Menit_15

generik 6 8,83 53,00

obat bermerk A 6 4,17 25,00

Total 12

Menit_30

generik 6 8,50 51,00

obat bermerk A 6 4,50 27,00

Total 12

Menit_45

generik 6 5,50 33,00

obat bermerk A 6 7,50 45,00

Total 12

Menit_60

generik 6 5,67 34,00

obat bermerk A 6 7,33 44,00

Total 12

Page 93: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

78

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|

Test Statisticsa

Menit_5 Menit_10 Menit_15 Menit_30 Menit_45 Menit_60

Mann-Whitney U 8,000 1,000 4,000 6,000 12,000 13,000

Wilcoxon W 29,000 22,000 25,000 27,000 33,000 34,000

Z -1,601 -2,722 -2,242 -1,922 -,961 -,801

Asymp. Sig. (2-tailed) ,109 ,006 ,025 ,055 ,337 ,423

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,132b ,004b ,026b ,065b ,394b ,485b

a. Grouping Variable: OBAT

b. Not corrected for ties.

Keterangan : signifikan > 0.05 pada menit 5, 30-60 , obat generik dan bermerek A

tidak berbedda secara bermakna.

Ranks

OBAT N Mean Rank Sum of Ranks

Menit_5

generik 6 9,50 57,00

obat bermerek B 6 3,50 21,00

Total 12

Menit_10

generik 6 9,50 57,00

obat bermerek B 6 3,50 21,00

Total 12

Menit_15

generik 6 9,50 57,00

obat bermerek B 6 3,50 21,00

Total 12

Menit_30

generik 6 9,50 57,00

obat bermerek B 6 3,50 21,00

Total 12

Menit_45

generik 6 3,50 21,00

obat bermerek B 6 9,50 57,00

Total 12

Menit_60

generik 6 5,67 34,00

obat bermerek B 6 7,33 44,00

Total 12

Page 94: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

79

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|

Test Statisticsa

Menit_5 Menit_10 Menit_15 Menit_30 Menit_45 Menit_60

Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 13,000

Wilcoxon W 21,000 21,000 21,000 21,000 21,000 34,000

Z -2,882 -2,882 -2,882 -2,882 -2,882 -,801

Asymp. Sig. (2-tailed) ,004 ,004 ,004 ,004 ,004 ,423

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,002b ,002b ,002b ,002b ,002b ,485b

a. Grouping Variable: OBAT

b. Not corrected for ties.

Keterangan : Siginikansi < 0,05 kecuali pada menit 60 , obat genrik dan bermerek

B berbeda secara bermakna.

Ranks

OBAT N Mean Rank Sum of Ranks

Menit_5

obat bermerk A 6 9,50 57,00

obat bermerek B 6 3,50 21,00

Total 12

Menit_10

obat bermerk A 6 9,50 57,00

obat bermerek B 6 3,50 21,00

Total 12

Menit_15

obat bermerk A 6 9,50 57,00

obat bermerek B 6 3,50 21,00

Total 12

Menit_30

obat bermerk A 6 8,17 49,00

obat bermerek B 6 4,83 29,00

Total 12

Menit_45

obat bermerk A 6 5,33 32,00

obat bermerek B 6 7,67 46,00

Total 12

Menit_60

obat bermerk A 6 6,00 36,00

obat bermerek B 6 7,00 42,00

Total 12

Page 95: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

80

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|

Test Statisticsa

Menit_5 Menit_10 Menit_15 Menit_30 Menit_45 Menit_60

Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 8,000 11,000 15,000

Wilcoxon W 21,000 21,000 21,000 29,000 32,000 36,000

Z -2,882 -2,882 -2,882 -1,601 -1,121 -,480

Asymp. Sig. (2-tailed) ,004 ,004 ,004 ,109 ,262 ,631

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)]

,002b ,002b ,002b ,132b ,310b ,699b

a. Grouping Variable: OBAT

b. Not corrected for ties.

Keterangan : Signifikansi > 0,05 pada menit 30-60 , obat bermerek A dan obat

bermerek B tidak berbeda secara bermakna.

Page 96: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

81

Lampiran 28. Hasil Analisa Statistik Uji Difusi Tablet Ranitidin

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

menit_0 menit_5 menit_15 menit_30 menit_60 menit_75 menit_90 menit_120 menit_180 menit_210

N 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8

Normal Parametersa,b Mean ,242770 4,704253 7,512311 12,275126 17,150220 20,266852 23,834116 29,723678 42,743073 47,922322

Std. Deviation ,2475874 1,9419334 3,3538016 6,5386561 7,3318213 7,9628799 7,8328851 7,2446361 7,5195803 10,0231598

Most Extreme Differences

Absolute ,378 ,216 ,207 ,243 ,296 ,284 ,313 ,294 ,288 ,263

Positive ,378 ,216 ,207 ,243 ,296 ,284 ,313 ,278 ,180 ,170

Negative -,233 -,137 -,155 -,154 -,259 -,236 -,227 -,294 -,288 -,263

Kolmogorov-Smirnov Z 1,070 ,610 ,586 ,686 ,837 ,804 ,884 ,833 ,814 ,744

Asymp. Sig. (2-tailed) ,202 ,851 ,883 ,734 ,485 ,537 ,414 ,492 ,522 ,638

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Page 97: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

82

Kruskal-Wallis Test

Ranks

OBAT N Mean Rank

menit_0

inovator 1 6,00

generik 2 5,00

obatbermerekA 2 1,50

obatbermerekB 2 4,50

Total 7

menit_5

inovator 1 1,00

generik 2 6,50

obatbermerekA 2 2,50

obatbermerekB 2 4,50

Total 7

menit_15

inovator 1 1,00

generik 2 4,50

obatbermerekA 2 2,50

obatbermerekB 2 6,50

Total 7

menit_30

inovator 1 1,00

generik 2 4,50

obatbermerekA 2 2,50

obatbermerekB 2 6,50

Total 7

menit_60

inovator 1 1,00

generik 2 4,50

obatbermerekA 2 2,50

obatbermerekB 2 6,50

Total 7

menit_75

inovator 1 3,00

generik 2 4,50

obatbermerekA 2 1,50

obatbermerekB 2 6,50

Total 7

menit_90

inovator 1 1,00

generik 2 4,50

obatbermerekA 2 2,50

obatbermerekB 2 6,50

Page 98: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

83

Total 7

menit_120

inovator 1 3,00

generik 2 4,50

obatbermerekA 2 1,50

obatbermerekB 2 6,50

Total 7

menit_180

inovator 1 3,00

generik 2 6,50

obatbermerekA 2 1,50

obatbermerekB 2 4,50

Total 7

menit_210

inovator 1 3,00

generik 2 6,50

obatbermerekA 2 1,50

obatbermerekB 2 4,50

Total 7

Page 99: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

84

Test Statisticsa,b

menit_0 menit_5 menit_15 menit_30 menit_60 menit_75 menit_90 menit_120 menit_180 menit_210

Chi-Square 4,071 5,679 5,679 5,679 5,679 5,679 5,679 5,679 5,679 5,679

df 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Asymp. Sig. ,254 ,128 ,128 ,128 ,128 ,128 ,128 ,128 ,128 ,128

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: OBAT

Keterangan : Signifikansi >0,05 data tidak berbeda secara signifikan.

Page 100: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI DISOLUSI, UJI DIFUSI ...

85

Lampiran 28. Contoh Perhitungan

1. Penetapan Kadar

Timbang setara :

Mg zat aktif

𝑚𝑔 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓 10 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 x bobot total 10 tablet (mg).

Contoh: 10 tablet Ranitidin 150 mg, timbang setara 100 mg.

100 𝑚𝑔

1500 𝑚𝑔 x 2000 mg = 133,34 mg

Persen kadar :

Kadar (mg) = kons (ppm) x Vol. Larutan x Faktor pengenceran

Kadar (%) = 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 (𝑚𝑔)

𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑟𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑒𝑡𝑖𝑘𝑒𝑡 (𝑚𝑔) x 100%

Contoh :

Kadar mg Obat A = 125, 14 x 0,05 L x 2 = 141, 2 mg

Kadar (%) = 141,2 𝑚𝑔

150 𝑚𝑔 x 100 mg = 94,11 %

2. Uji Disolusi dan Ujid Difusi

Faktor Koreksi (FK) = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑟𝑎𝑠𝑖 (𝑝𝑝𝑚)𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔 (10 𝑚𝑙)

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑢𝑚 𝑑𝑖𝑠𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖 (9000 𝑚𝑙)

Mg zat terdisolusi atau difusi =

Konsentrasi (ppm) + FK x vol. Medium disolusi (L) x Faktor

pengenceran.

Contoh : FK = 2,374 x 10 mL

900 𝑚𝐿 = 0,0264 ( menit 5)

Mg zat terdisolusi / difusi pada menit ke-10 = (6,339 + 0,0264 ) x 0,9 L x

10 = 57,288 mg

% terdisolusi atau terdifusi pada menit ke-10 = 57,288 𝑚𝑔

150 𝑚𝑔 x 100 %= 38,19%